Mohon tunggu...
Wahyu Noliim Lestari Siregar
Wahyu Noliim Lestari Siregar Mohon Tunggu... MAHASISWA -

Jangan Takut Bermimpi, dan Lukiskanlah itu dalam Kanvas Dunia mu yang Nyata.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Suap Atau Pemberian

30 Juni 2016   22:25 Diperbarui: 30 Juni 2016   22:35 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(Kajian Praksis Terhadap Praktek Suap Dalam Konteks Gerejawi)

  1. Pendahuluan

Belakangan ini kasus korupsi yang paling marak dan banyak menjadi sorotan adalah mengenai suap dan gratifikasi. Banyak media memberitakan mengenai pejabat baik ditingkat pusat maupun daerah dan aparat penegak hokum terlibat dalam perkara suap. Kecenderungan memberikan sesuatu sebagai wujud penghormatan memang sudah berakar kuat pada budaya Indonesia, yang menjadi masalah ialah bahwa suap dan gratifikasi di Indonesia sudah memiliki akar budaya yang demikian dalam.

Manusia cenderung berambisi hidup dengan kemewahan, kehormatan dan jenuh dengan kemiskinan dan penderitaan. Sebagian orang walau sudah bekerja bermandikan keringat namun hasil yang didapat hanya sedikit saja. Bergerak dari keadaan yang demikian sebagian ingin mencoba memperbaiki kedudukan dan ekonominya secepat mungkin dengan usaha dan pengorbanan yang seminim mungkin juga. Secara logika hal itu tentu tidak mungkin. Namun karena sudah terpatri di dalam pikirannya maka manusia yang tergolong dalam tipe di atas jadi terjerumus ke dalam perangkap setan dengan melakukan apapun yang dapat dia lakukan tanpa mempertimbangkan apakah tindakan itu menyalahi prinsip-prinsip moralitas, etika ataupun prinsip kebenaran Firman Allah, dan merugikan orang lain. Berbagai cara yang harampun mulai menjamur di dalam pikiran mereka dan salah satu di antaranya adalah dengan memberikan suap.

Memberi suap sepertinya tidak menjadi rahasia lagi, begitu memasyarakatnya aksi tersebut sehingga orang yang memberikan dan menerima suap itu tidak merasa bersalah lagi bahkan dikatakan saling tolong-menolong. Mengapa Allah membenci suap? Dalam mengatur kehidupan dan tanggung jawab sosial orang Israel, masalah suap juga ditulis menjadi sebuah peraturan. Pada zaman Musa, praktik suap sudah terjadi dan dilarang Allah. Suap adalah uang yang diberikan di luar aturan resmi untuk mencapai tujuan tertentu. Allah jelas menyatakan bahwa suap berbahaya karena "membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar" (23:8). Suap merupakan praktik ketidakadilan karena ada orang yang diuntungkan secara tidak benar dan di dalamnya sering terjadi penipuan dan dusta. Penerima suap memperkaya diri sendiri dengan mengabaikan keadilan dan hukum. Pemberi suap juga mementingkan diri sendiri dan melanggar hukum. Allah melarang praktik suap karena dosa suap akan membuat umat Allah tidak hidup dalam kekudusan. Allah melarang suap dalam kehidupan sosial orang Israel untuk membangun kehidupan bersama yang adil dan rukun serta untuk menerapkan peraturan-peraturan yang ditetapkan Allah sendiri. Melakukan penyuapan berarti melanggar perintah Allah. Dalam zaman modern ini, banyak orang menempuh jalan pintas orang dengan mempraktikkan suap. Hakim menerima suap dengan memenangkan orang yang bersalah, pengusaha memberi suap supaya usahanya lancar, dan masih banyak praktik suap yang lain (Yesaya 1:23; 5:23). Kita dipanggil untuk berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah (Mikha 6:8).

Bagaimana menyelesaikan suap yang begitu merajalela di Indonesia?. Tidak mudah berbicara soal suap, karena sepertinya korupsi, uang pelicin, suap sudah merupakan “budaya” Indonesia. Tetapi benarkah demikian? Bagaimanakah kita mengatasinya?. Bernard T. Adeney di dalam bukunya memberikan suatu saran bahwa suap (bribes) adalah dosa dan salah, namun kita bisa melakukan pemberian. Pemberian (gifts) itu harus bersifat tulus dan tidak membelokkan kebenaran, serta tidak mendominasi, tidak mengontrol, dan tidak membelokkan hukum (Amsal 17:23). Dalam Alkitab kita dapat menemukan ayat-ayat yang membahas akan suap yaitu: (Kel. 23:8) Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yangbenar. (Ul. 10:17) Sebab TUHAN, Allahmulah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap; (Ul. 16:19) Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar. (Ams. 15:27) Siapa loba akan keuntungan gelap, mengacaukan rumah tangganya, tetapi siapa membenci suap akan hidup. (Pkh. 7:7) Sungguh, pemerasan membodohkan orang berhikmat, dan uang suap merusakkan hati. (Yeh. 22:12) Padamu orang menerima suap untuk mencurahkan darah, engkau memungut bunga uang atau mengambil riba dan merugikan sesamamu dengan pemerasan, tetapi Aku kaulupakan, demikianlah firman Tuhan ALLAH. (Am. 5:12) Sebab Aku tahu, bahwa perbuatanmu yang jahat banyak dan dosamu berjumlah besar, hai kamu yang menjadikan orang benar terjepit, yang menerima uang suap dan yang mengesampingkan orang miskin di pintu gerbang. (Mi. 3:11) Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, ...

  1. Etimologi

Kata suap-menyuap pada hari-hari ini ini begitu akrab di telinga dikarenakan seringnya media massa menukilnya, sampai-sampai kata suap-menyuap lebih sering digunakan melebihi makna yang sebenarnya, suap makna sebenarnya adalah memasukkan makanan dengan tangan ke dalam mulut (Kamus Besar bahasa Indonesia). Maka pada hari-hari ini, apabila seseorang mendengar kata suap, bukanlah yang tergambar di benaknya sesuatu yang terkait tangan, mulut dan makanan tapi yang langsung terbayang adalah korupsi, sidang dan KPK.

Suap sendiri dalam makna yang kedua ini tidak ditemukan di dalam kamus bahasa Indonesia, yang ditemukan adalah yang sepadan dengannya yaitu sogok yang diartikan sebagai : ”dana yang sangat besar yang digunakan untuk menyogok para petugas” Sungguh pengertian yang kurang sempurna, karena apabila pengertiannya seperti ini maka tentunya dana-dana kecil tidak termasuk sebagai kategori sogok atau suap.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II, Tahun 1991, tidak dapat ditemukan defenisi kata ini, tetapi kita dapat menemukan sinonimnya yaitu sogok yang defenisinya adalah dana yang sangat besar yang digunakan untuk menyogok para petugas. Kadang timbul dalam pemikiran saya, mungkinkah karena tidak ada defenisi kata “suap” di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sehingga sebagian besar masyarakat Indonesia melakukan hal ini dan para pelakunya tidak merasa bersalah?

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Inggris (Webster) halaman 120, yang saya gabungkan dengan Buku Ensiklopedi Dunia halaman 487, menyatakan bahwa Suap (Bribe) adalah suatu tindakan dengan memberikan sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada seseorang yang mempunyai otoritas atau yang dipercaya, contoh, para pejabat, dan membujuknya untuk merubah otoritasnya demi keuntungan orang yang memberikan uang atau barang atau perjanjian lainnya sebagai kompensasi sesuatu yang dia inginkan untuk menutupi tuntutan lainnya yang masih kurang. Berdasarkan defenisi di atas jelaslah bahwa suatu tindakan baru dikatagorikan suap apabila:

(1) Seseorang itu menawarkan sejumlah uang, barang dan lain-lain karena ingin mendapatkan sesuatu padahal persyaratannya kurang;

(2) Seseorang yang menawarkan sejumlah uang, barang dan lain-lain karena ingin mendapatkan sesuatu padahal dia tidak layak (tidak memenuhi syarat) untuk mendapatkan hal itu. Tetapi hal yang ketiga ini memang tidak tertera di dalam defenisi di atas namun termasuk juga suap

(3) Seseorang yang ingin mendapatkan sesuatu dan telah melengkapi semua persyaratan untuk hal yang dimaksud tetapi menawarkan sejumlah uang, barang dan lain-lain agar permohonannya dikabulkan. Katagori inilah yang sering disepelekan oleh masyarakat umum dan melakukannya.

Kosakata suap dalam bahasa Indonesia salah satunya adalah upeti, upeti berasal dari kata utpattiyang dalam bahasa Sansekerta yang kurang lebih berarti bukti kesetiaan. Menurut sejarah, upeti adalah suatu bentuk persembahan dari adipatiatau raja-raja kecil kepada raja penakluk, dalam budaya birokrasi di Indonesia ketika kebanyakan pemerintahan masih menggunakan sistem kerajaan yang kemudian dimanfaatkan oleh penjajah Belanda. Upeti merupakan salah satu bentuk tanda kesetiaan yang dapat dipahami sebagai simbiosis mutualisme. Sistem kekuasaan yang mengambil pola hierarkhis ini ternyata mengalami adaptasi di dalam sistem birokrasi modern di Indonesia.

Sedangkan istilah Gratikikasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu gratikatieyang kemudian diadopsi menjadi kata dalam bahasa Inggris yang berarti hadiah. Indriyanto Senoadji menulis bahwa istilah gratifikasi yang dalam bahasa Inggris disebut gratification adalah istilah yang muncul karena sulitnya pembuktian mengenai suap. Sebelumnya gratification (gratifikasi) lebih banyak dikenal sebagai gift atau pemberian.

Berikut ini adalah beberapa area dimana praktek suap itu biasanya dilakukan yaitu: (1) Sekolah sekolah- dari tingkat yang terendah sampai dengan tingkat tertinggi khususnya pada waktu proses pendaftaran masuk; (2) Kantor-kantor Pemerintah maupun Swasta - Pemberian suap di dalam area ini biasanya dilakukan pada saat penerimaan pegawai/karyawan, penandatanganan proyek, kenaikan golongan atau jabatan, pemutasian, mengurus surat-surat dan lain-lain; (3) Pengadilan- Yang dimaksud adalah hakim yang memutuskan sebuah perkara dengan tidak adil - orang yang bersalah dibebaskan sebaliknya orang benar dijatuhi hukuman penjara dengan tuduhan “pencemaran nama baik” ditambah lagi beban biaya pengadilan sekian puluh ribu rupiah hanya semata-mata karena dia telah menerima sejumlah uang dari pihak yang dibelanya; (4) Tempat Razia- Apabila seseorang itu kedapatan tidak memiliki surat-surat resmi untuk mengendarai atau surat-surat kendaraan yang tidak lengkap maka mereka menawarkan sejumlah uang agar mereka tidak ditilang; (5) Dll.

  • Isi

Suap-menyuap dan penggelapan dana-dana publik (embezzlement of public funds), seringkali dikategorikan sebagai inti atau bentuk dasar dari tindak pidana korupsi. Korupsi, dalam tinjauan yang lebih umum, diartikan sebagai bejat moral, perbuatan yang tidak wajar, atau noda (depravity, perversion, or taint); suatu perusakan integritas, kebajikan, atau asas-asas moral (an impairment of integrity, virtue, or moral principles ). Tindakan suap diasumsikan sebagai keputusan independen dan rasional yang dibuat oleh agen individual (a decisions independently and rationally made by individual agents). Keputusan agen individual itu didasarkan atas analisis keuntungan dengan tujuan untuk mendapatkan atau memaksimalkan keuntungan atau kegunaan personal. Suap merupakan hal yang tidak diinginkan oleh Tuhan karena suap merupakan tindakan negatif, dampak dari tindakan suap dapat kita lihat sebagai berikut:

  1. Hilang Keadilan- karena hakim yang menerima suap akan memutarbalikkan keadilan dan perkataan orang yang benar (Ulangan 16:19; 1 Samuel 8:3). Dalam perundang-undangan Indonesia hal ini bukan merupakan hal yang baru lagi sehingga ada slogan yang mengatakan, “Uang yang mengatur negara ini.”
  2. Hilang Kualitas - Berkembangnya sebuah bangsa dapat diditeksi dari persentasi aksi suap didalam negara tersebut. Sebuah bangsa yang maju pasti dikendalikan oleh orang yang berkualitas dan untuk mendapatkan kualitas, aksi suap harus diluar garis batas (dieliminasi). Manusia tidak akan berusaha untuk menggali potensi pribadinya karena dia terpana ke arah suap. Beberapa dekade ini dalam pemerintahan Indonesia, praktek ini, sangat memasyarakat khususnya dalam penerimaan murid atau mahasiswa baru maupun pegawai negeri, sehingga tidak heran jikalau kualitas murid dan pegawai negeri kurang berkualitas. Saya yakin sungguh banyak orang yang sangat berpotensi di negeri tercinta ini yang potensinya tenggelam karena terbentur dengan ekonomi atau karena memang menolak untuk memberikan suap.
  3. Hilang Kejujuran - Banyak orang yang pada dasarnya tidak mau memberi suap tetapi dia terpaksa melakukannya karena terpengaruh dengan lingkungan dan situasi. Suap akan menjamin orang tuli, orang bodoh, orang yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah masuk jadi pilot, tentara, pejabat, dan lain-lain. Orang-orang yang termasuk dalam katagori di atas tidak lagi jujur terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Karena uang dia dapat berperilaku seolah-olah tidak tuli, pintar atau pernah duduk di bangku sekolah tapi nyatanya tidak, dimanakah kejujuran?
  4. Timbul Sikap Pesimis - Sikap ini dikenal dengan sebutan “kalah sebelum berperang.” Karena begitu banyaknya aksi suap dalam negara ini, mengakibatkan banyak warganya yang bersifat pesimis dalam berkarya atau melamar pekerjaan dan akhirnya memilih berwiraswasta. Hal itu disebabkan karena mereka tidak sanggup untuk memberi suap juga karena tidak ada keluarganya yang menjadi pejabat yang nantinya dapat dijadikan sebagai jaminan. Dalam melamar kerja Pegawai Negeri atau instansi lain, banyak pelamar yang berkata, “adu nasib”, pernyataan ini muncul dari mulut yang pesimis, pesimis bukan bidang kecakapan pribadinya melainkan karena tidak memberi suap.

3.1 Gereja Dalam Menyikapi Kasus Suap

Sebuah pernyataan klasik akan kehadiran dan keberadaan Gereja di dalam dunia ini mengatakan bahwa Gereja berada di dalam dunia ini tetapi dia bukan berasal dari dunia. Ini berarti eksistensi Gereja menampakkan dua kenyataan pada waktu yang sama. Sebagai Gereja yang berada di dunia ini, dia tunduk dibawah tata kehidupan, program serta kegiatan masyarakat umum. Tegasnya, Gereja adalah bagian dari masyarakat beradap.

Tugas panggilan gereja dewasa ini diperhadapkan dengan beberapa penyakit dan tantangan serius dan dalam pelayanannya, gereja seharusnya mampu bergerak sesuai dengan panggilan gereja tersebut. Hal ini dikarenakan dengan adanya pelayanan yang lebih baik, itu bisa membuka jalan bagi penerimaan jemaat terhadap kehadiran seorang pelayan jemaat. Gereja harus melihat hingga ke akar persoalan yang bisa saja sampai pada masalah-masalah ketidakadilan struktural.

Harta memang adalah berkat Tuhan yang bermanfaat bagi kehidupan. Namun, kasus suap yang terjadi telah menjadikan harta sebagai berhala yang paling umum di dunia ini. Sehingga kebanyakan orang akan melakukan segala sesuatunya dengan lancar jika telah diperhadapkan dengan uang ditambah lagi semakin memudarnya rasa malu manusia. Padahal, hilangnya rasa malu membuat hidup kian bobrok dan munculnya aneka perbuatan yang memalukan.

Dalam kasus suap yang terjadi, gereja sebagai wadah jemaat hendaknya mampu mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah dilakukan. Hal ini juga sesuai dengan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya. Dengan adanya proses suap, secara tidak langsung gereja telah mengangkat kedudukan materi lebih tinggi dari pada dirinya.

Manusia merupakan ciptaan utama Allah; artinya ia dikaruniai kemampuan dan wewenang, yang tidak diberikan kepada makhluk lain. Dalam melaksanakan tugas panggilannya, Gereja yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung berarti telah menyimpang dari tugas panggilan-Nya di tengah dunia.

Setiap orang ingin “sukses”. Tapi, tidak semua orang memiliki pemahaman yang sama tentang “sukses”. Bahkan gereja sendiri mulai kehilangan identitasnya sebagai wadah kesatuan jemaat. Dapat ditambahkan bahwa Gereja yang sukses bukan diukur berdasarkan “keberhasilannya” membangun gedung gereja miliaran rupiah atau sebagainya. Gereja yang sukses adalah gereja yang mewujudkan kehendak Bapa, Sang Pemilik gereja itu sendiri.

Gereja dalam menjalankan tugasnya harus mampu memahami kebutuhan-kebutuhannya sendiri yang terdalam dan hubungannya antara Injil dengan kebutuhannya tersebut. Gereja sudah menjadi pewartaan yang universal, tetapi secara teologi tetap terbatas menurut wilayahnya. Hal ini merupakan dilema yang serius dan kalau kita tidak memecahkan persoalan ini, maka akan merusak dasar-dasar kita sebagai Gereja.

Hadiah dan suap; dua buah kata yang memiliki konotasi yang sangat berbeda, namun sering kali kedua kata ini menjadi rancu dan kabur di masyarakat. Keduanya sering dikonotasikan dengan satu makna; suap, sebuah kata yang tidak sedap.

Sebuah musibah besar; di negeri ini suap menyuap dianggap sebagai suatu hal yang lumrah. Bahkan dalam urusan tertentu dianggap suatu keharusan, sebab tanpa suap maka hampir dipastikan urusan akan jadi rumit dan berbelit. Ditambah lagi korupsi yang juga sudah jadi pemandangan akrab. Nyaris di semua instansi; baik pemerintah ataupun swasta, praktek haram ini kerap selalu terjadi. Padahal jelas sekali: praktek suap dan korupsi melanggar larangan Tuhan.

3.2 Beda Suap dengan Pemberian/Hadiah

  1. Suap adalah pemberian yang diharamkan, sedangkan hadiah merupakan yang dianjurkan.
  2. Suap diberikan dengan satu syarat yang disampaikan secara langsung atau tidak langsung ,sedang hadiah diberikan secara ikhlas tanpa syarat,
  3. Suap diberikan untuk mencari muka dan mempermudah hal yang akan dikerjakan sedangkan hadiah untuk silaturrahim dan kasih sayang.
  4. Suap dilakukan secara sembunyi-sembunyi berdasar tuntut menuntut, biasanya diberikan dengan berat hati, sedang hadiah diberikan atas sifat kedermawanan
  5. Biasanya Suap diberikan sebelum suatu pekerjaan, sedang hadiah setelahnya.
  • Hakikat Pemberian dalam Gereja

Kenapa Gereja-gereja mengadakan pengumpulan persembahan ? atau kenapa orang percaya memberi persembahan ?. Dalam buku Aturan dan Peraturan HKBP tahun 2002, pasal 14 tentang: Kewajiban Warga, di sana dikatakan: “Warga Jemaat berkewajiban memikirkan segala kebutuhan di jemaat dengan mempersembahkan diri sesuai dengan talenta yang diberikan Tuhan kepadanya, maupun melalui penyampaian berbagai persembahan dari hati yang tulus dan penuh sukacita”. Melalui pemahaman ini ada dua yang menjadi focus perhatian kita dalam memahami persembahan:

  • Mempersembahankan diri sesuai dengan talenta yang diberikan Tuhan; Talenta yang dimaksud disini ialah kecakapan-kecakapan khusus yang dimiliki setiap orang. (bnd Roma 12: 6-8; I Kor 12: 8-10). Semuanya itu diberikan sebagai persembahan yang kudus kepada Tuhan. “… supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, yang berkenaan kepada Allah”, (Roma 12:2).
  • Menyampaikan berbagai persembahan dari hati yang tulus; Persembahan yang dimaksud disini, sama artinya dengan penyampaian korban dalam Perjanjian Lama, yang diwujudkan dalam bentuk binatang, panen atau buah dari pekerjaan.

Dari kedua pemahaman ini, bahwa pemberian persembahan menjadi tanda penundukan diri setiap orang beriman kepada Tuhan, dengan demikian hidupnya akan penuh ketaatan melalui persembahan. Oleh karenanya memberi persembahan merupakan tindakan ibadah dan yang dipersembahkan adalah gambaran sikap hati untuk memulikan Tuhan. Oleh karena itu berikanlah persembahanmu kepada Tuhan dengan hati yang tulus iklas jangan dengan bersungut-sungut.

Tidak seorang pun dapat memperbandingkan persembahan yang satu dengan yang lain di hadapan Allah. Kita tidak dapat mengatakan persembahan uang atau materi "lebih tinggi nilainya" dibandingkan dengan persembahan mulut dengan memuji-muji dan memulikan Allah. Demikian pula halnya dengan memberi waktu melalui kunjungan-kunjungan ke panti asuhan, rumah sakit, atau janda-janda, tidak berarti lebih berharga di mata Allah dibandingkan dengan persembahan puji-pujian di dalam ibadah kebaktian minggu. Semua bentuk persembahan ini saling melengkapi untuk menyenangkan hati Allah. Namun, ada syarat mutlak yang harus diberikan yakni persembahan tubuh yang kudus kepada Allah. Tidak ada manfaatnya apabila kita memberikan berbagai persembahan, namun tubuh kita dikuasai oleh kenajisan dan dosa.

4. Cara Mengatasi Suap

Allah menciptakan manusia demi untuk kemulianNya (Yesaya 43:7; Matius 6:15). Allah memberikan kemerdekaan kepada manusia untuk memilih apakah mematuhi Allah dan mendapat pahala atau menolak Allah dan tersiksa di dalam neraka selama-lamanya. Karena manusia itu hidup di dalam dunia dan dalam daging, maka manusia itu kurang peduli dengan hal-hal yang bersifat rohani. Manusia itu cenderung melakukan apa yang dapat menyenangkan daging dan berjalan sesuai dengan apa yang dapat dilihat oleh mata walaupun hal itu bertentangan dengan kehendak Tuhan. Dalam keadaan yang demikian Tuhan tidak membiarkan ciptaanNya terpuruk dan tinggal di dalam kebejatan moral. Dia selalu saja menyuruh utusanNya untuk memberikan teguran kepada manusia yang sudah bejat itu. Zaman sekarang kehidupan manusia sudah semakin tidak karuan. Kualitas moral sudah terperosok jatuh ke dasar yang sangat membutuhkan perhatian khusus dan untuk tugas ini, Allah telah menempatkan kita (orang Kristen) untuk memperbaikinya. Jangan kita mempraktekkannya. Karena selama ada yang memberikan maka orang-orang yang sudah terbiasa menerimanya tidak akan berhenti untuk melakukannya. Mereka tidak berubah mungkin juga karena masih adanya orang yang memberikannya, biasanya keinginan akan muncul apabila ada kesempatan. Saya sangat terkesan dengan pernyataan yang dibuat oleh seorang misionari yang berkata bahwa lebih baik beliau mengakhiri pekerjaannya di negeri ini, jikalau sampai harus memberikan suap agar visa (izin tinggal)-nya diperpanjang.

Refleksi

Secara partikular hanya ada 17 ayat-ayat Alkitab (korkondansi Alkitab-oleh Dr.D.F.Walker) yang berbicara tentang hal ini, namun secara implikasi maupun contoh, kita dapat menemukan beberapa ayat lainnya. Di dalam keseluruhan ayat tersebut dengan jelas menyatakan bahwa Allah tidak berkenan dan melarang agar menjauhi aksi itu dengan berfirman, “Jangan kamu terima suap....” (Keluaran 23:8).

Dalam teks tersebut Allah dengan jelas memerintahkan agar bangsa Israel tidak menerima suap. Petrus menyuruh Simon bertobat dan berdoa agar Allah mengampuni dia, setelah dia mencoba memberi uang suap kepada Petrus (Kisah Rasul 8:18-22). Dari ke-dua hal di atas jelaslah bahwa baik yang memberi maupun yang menerima suap sama-sama melanggar hukum Allah (dosa). Jikalau pemberian dan penerimaan suap itu tidak melanggar hukum Allah maka tidak mungkin Petrus menyuruh Simon tukang sihir itu bertobat dan berdoa agar dosanya diampuni.

Dalam Alkitab kita baca Tuhan sangat marah kepada para hakim, imam dan nabi serta petinggi yang menerima suap (Mika 3:11, Mika 7:3, Amos 5:12,Yehezkiel 22:12, Yesaya 1: 23,Yesaya 5:23). Uang suap sangat merusak hati (Pengkotbah 7:7) namun siapa membenci suap akan hidup (Amsal 15:27b). Orang yang tidak menerima suap melawan orang tak bersalah akan teguh selama-lamanya (Mazmur 15:5). Suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar. (Ulangan 16:19). Terkutuklah orang yang menerima suap untuk membunuh seseorang yang tidak bersalah. (Ulangan 27:25). Sebab itu salah satu syarat menjadi pemimpin di Israel: benci kepada suap (Keluaran 18:21).

Menarik sekali menjadi bahan perenungan, dalam Alkitab tidak ada disinggung hal memberi suap. Yang eksplisit dilarang hanyalah: menerima suap. Mengapa? Rupanya sudah menjadi sifat manusiawi jika seseorang terjepit, apalagi jika dia salah, maka dia cenderung akan menawarkan suap. Sebab itu yang harus diperingatkan secara khusus adalah melarang menerima suap yang ditawarkan ini.

Kesimpulan

Memberantas aksi ini tidak mudah karena aksi ini telah menyatu dengan budaya. Namun perlu diakui bahwa apabila ada yang mulai dan dilakukan bersama-sama, itu akan dapat menekan angka pemberian suap. Perlu diingat bahwa perbuatan sangat besar pengaruhnya sebab itu, kita sebagai duta Allah, janganlah kita menerima atau memberi suap. Karena selama masih ada yang membela atau menunjukkan sikap masa bodoh terhadap mereka yang mempraktekkan suap maka mereka tidak akan berhenti melakukannya - karena mereka merasa adanya dukungan mental dari orang-orang di sekitarnya. Apabila kita ingin negara kita berubah dalam hal ini, maka perubahan pertama-tama harus mulai dari “saya” (diri sendiri).

  1. Suap (bribes) adalah dosa dan salah.
  2. Pemberian (gifts) itu harus bersifat tulus dan tidak membelokkan kebenaran, serta tidak mendominasi, dan tidak mengontrol.
  3. Suap-menyuap dan penggelapan dana-dana publik (embezzlement of public funds), merupakan inti atau bentuk dasar dari tindak pidana korupsi.
  4. Gereja harus mampu bergerak sesuai dengan panggilan gereja tersebut.
  5. Gereja yang sukses adalah gereja yang mewujudkan kehendak Bapa, Sang Pemilik gereja itu sendiri.
  6. Persembahan menjadi tanda penundukan diri setiap orang beriman kepada Tuhan, dengan demikian hidupnya akan penuh ketaatan melalui persembahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun