Mohon tunggu...
Wahyu Sastra
Wahyu Sastra Mohon Tunggu... -

.... Sebagai MANUSIA, aku merasa begitu SEMPURNA! Kekuranganku hanya satu, yaitu: "Ternyata AKU TIDAK PUNYA KELEBIHAN APA-APA!" He.. he.. he..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Wasiat

16 Agustus 2010   03:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:00 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berhenti. Senyap. Beberapa ekor laron telah tewas, tak lagi mengusik ujung jari utnuk menjantikkannya menjauh. Mayat-mayatnya digotong beramai-ramai. Ke sarang, ke lorong-lorong sekitar tikar pandan. Lalu disantap keesokan paginya serupa sarapan.

“Masih, Ayah,” kataku memecah sunyi, sedikit lirih, takut kalau-kalau kepikunannya akan terusik dan ia lupa bercerita apa. Tentu saja, empat tahun semenjak ibu pergi, ayah seringkali lupa segala hal yang ingin diucapkannya. Ia bukan pelupa. Daya ingatnya sangat baik. Hanya saja, ia telah terbiasa jika ada yang mengingatkannya, Almarhum ibu.

“Anakku, diluar sangat dingin. Tidak terasakah olehmu, nak?”

“Tidak, Ayah. Saya akan menunggui Ayah disini bercerita. Sekejap lagi pagi,” jawabku.

“Nah, anakku, jika ada seseorang yang memiliki kualitas kerendahan hati dalam arti yang sebenarnya, kepada merekalah kau seharusnya datang berguru.”

***

Epilog:

Berhenti. Senyap. Beberapa ekor laron tewas lagi, pun tak akan mengusik ujung jari untuk menjantikkannya menjauh. Mayat-mayatnya digotong beramai-ramai. Ke sarang, ke lorong-lorong sekitar tikar pandan. Lalu disantapnya keesokan paginya serupa sarapan. Menyisakan remah-remah serupa sayap yang akan disapu Ayah dengan ujung sajadah. Itu sebelum sholat subuh. Selalu, semenjak ibu pergi dan Ayah lebih suka tidur di atas tikar pandan teras rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun