Mohon tunggu...
Muh.Rifky Wahyu Ramadhan
Muh.Rifky Wahyu Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Konten favorit tentang Perfilman

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Karakteristik dan Rancang Bangun Sistem Ekonomi Islam

20 Oktober 2024   18:20 Diperbarui: 20 Oktober 2024   18:21 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        Ekonomi Islam didefinisikan sebagai cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan ekonomi logis.Dalam ekonomi Islam, bahan bangunan itu adalah ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah serta tradisi pemikiran yang telah dikembangkan oleh para ulama, filsuf dan tindakan-tindakan para pemimpin Islam, seperti para sahabat dan pemimpin-pemimpin berikutnya yang dicatat dalam sejarah perkembangan perekonomian.

     Implementasi sistem ekonomi syariah berangkat dari sebuah tatanan nilai yang dibangun atas dasar ketetapan-ketetapan dalam al Qur'an dan hadis. Nilai- nilai yang dibangun secara substansial bermuara pada satu tujuan luhur, yaitu menciptakan tatanan kehidupan perekonomian yang berlandaskan Ketuhanan dan pemerataan ekonomi di masyarakat.

   Tujuan akhir ekonomi Islam adalah sebagaimana tujuan dari syariat Islam itu sendiri (maqashid asy syari’ah), yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah) melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah thayyibah). Mewujudkan kesejahteraan hakiki bagi manusia merupakan dasar sekaligus tujuan utama dari syariat Islam (mashlahah al ibad), karenanya juga merupakan tujuan ekonomi Islam. Perlindungan terhadap mashlahah terdiri dari 5 (lima) mashlalah, yaitu keimanan (ad-dien), ilmu (al-‘ilm), kehidupan (an-nafs), harta (al-maal) dan kelangsungan keturunan (an-nash) yang kelimanya merupakan sarana yang dibutuhkan bagi kelangsungan kehidupan yang baik dan terhormat. Jika salah satu dari lima kebutuhan ini tidak tercukupi niscaya manusia tidak akan mencapai kesejahteraan yang sesungguhnya.

Moralitas Islam dibangun postulat keimanan (rukun iman) dan postulat ibadah (rukun Islam), artinya moral ini lahir sebagai konsekuensi dari rukun iman dan rukun Islam. Implikasi dari tauhid, yaitu bahwa ekonomi Islam memilki sifat transedental (bukan sekuler), di mana peranan Allah dalam seluruh aspek ekonomi menjadi mutlak.

ResearchGate.net
ResearchGate.net

  Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya. Nilai nilai Tauhid (keEsaan Tuhan), 'adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah, dan ma'ad (hasil) menjadi inspirasi untuk membangun teori-teori ekonomi Islam :

1. Prinsip Tauhid Tauhid merupakan pondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia menyaksikan bahwa "Tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah dan "tidak ada pemilik langit, bumi dan isinya, selain daripada Allah" karena Allah adalah pencipta alam semesta dan isinya dan sekaligus pemiliknya, termasuk pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada.

2. 'Adl Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya adalah adil. Dia tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara dzalim

3. Nubuwwah Karena sifat rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para Nabi dan Rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubat) keasal-muasal segala sesuatu yaitu Allah.

4. Khilafah Dalam Al-Qur'an Allah berfirman bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah dibumi artinya untuk menjadi pemimpin dan pemakmur bumi. Karena itu pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin. Nabi bersabda: "setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya".

5. Ma'ad Walaupun seringkali diterjemahkan sebagai kebangkitan tetapi secara harfiah ma'ad berarti kembli. Dan kita semua akan kembali kepada Allah. Hidup manusia bukan hanya di dunia, tetapi terus berlanjut hingga alam akhirat. Pandangan yang khas dari seorang Muslim tentang dunia dan akhirat dapat dirumuskan sebagai: Dunia adalah ladang akhirat". Artinya dunia adalah wahana bagi manusia untuk bekerja dan beraktivitas (beramal shaleh), namun demikian akhirat lebih baik daripada dunia. Karena itu Allah melarang manusia hanya untuk terikat pada dunia, sebaba jika dibandingkan dengan kesenangan akhira, kesenangan dunia tidaklah seberapa.

 3 prinsip-prinsip rancang bangun sistem ekonomi dalam islam:

Pertama,

Multitype Ownership (Kepemilkan Multijenis). Dalam sistem kapitalis, prinsip umum kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan swasta atau individu. Sedangkan dalam Islam, berlaku prinsip kepemilikan multijenis, yakni mengakui bermacam-macam bentuk kepemilikan, baik oleh Swasta, Negara atau Campuran.

Kedua,

Freedom to Act (Kebebasan Bertindak/Berusaha). Freedom to act bagi setiap individu akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian. Karena itu, mekanisme pasar adalah keharusan dalam Islam, dengan syarat tidak ada distorsi (proses penzoliman). Proses distorsi dikurangi dengan penghayatan nilai keadilan. Penegakan nilai keadilan dalam ekonomi dilakukan dengan melarang semua mafsadah (segala yang merusak), riba (tambahan yang didapat secara zalim), gharar (ketidak pastian), tadlis (penipuan), dan maisir (perjudian). Negara bertugas menyingkirkan atau paling tidak mengurangi market distortion ini. Dengan demikian Negara bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi (mu'amalah) pelaku-pelaku ekonomi agar tidak melanggar syariah.

Ketiga,

Sosial Justice (Keadilan Sosial). Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial antara yang kaya dan yang miskin. Semua sistem ekonomi mempunyai tujuan yang sama yaitu menciptakan system perekonomian yang adil. Sistem yang baik adalah sistem yang dengan tegas dan secara konsisten menjalankan prinsip-prinsip keadilan. Dalam Islam keadilan diartikan dengan suka sama suka ( anntaradiminkum ) dan satu pihak tidak menzalimi pihak lain ( latazlimuna wa la tuzlamun ). Islam menganut sistem meknisme paasar, namun tidak semuanya diserahkan pada mekanisme harga. Karena segala distorsi yang muncul dalam perekonomian tidak sepenuhnya dapat diselesaikan, maka Islam membolehkan adanya beberapa intervensi, baik intervensi harga maupun pasar.

1. Kepemilikan dalam Islam

Dalam ajaran Islam, hak milik dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 

a. Hak milik individual (milkiyah fardhiah/private ownership) 

b. Hak milik umum atau publik (milkiyah ‘ammah/public ownership) 

c. Hak milik Negara (milkiyah daulah/state ownership)

 2. Mashlahah sebagai Insentif Ekonomi 

Islam mengakui adanya insentif material maupun nonmaterial dalam kegiatan ekonomi. Secara garis besar, insentif kegiatan ekonomi dalam Islam bisa dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu insentif yang akan diterima di dunia dan insentif yang akan diterima diakhirat. Sebagai misal, insentif untuk mengonsumsi barang-barang yang halal dan thayyib adalah kepuasan duniawi pribadi sekaligus pahala di akhirat karena hal ini merupakan suatu bentuk ibadah. Namun, ada pula kegiatan ekonomi yang insentifnya diterima di akhirat semata, seperti kegiatan berderma atau membantu orang lain. 

3. Musyawarah sebagai Prinsip Pengambilan Keputusan 

Secara umum pengambilan keputusan bisa dibedakan antara dua kutub sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi merupakan pengambilan keputusan yang bersumber dari pemerintah sedangkan desentralisasi pengambilan keputusan cenderumg diserahkan kepada pelaku ekonomi. 

4. Pasar yang Adil sebagai media Koordinasi   

Aspek keempat dalam sistem ekonomi adalah mekanisme pemenuhan insentif. Dalam pandangan Islam, insentif individualistik diakomodasi sebatas tidak bertentangan dengan kepentingan sosial dan kepentingan suci (ibadah). Oleh karena itu, mekanisme pasar tidak cukup untuk pemenuhan ketiga insentif tersebut.

5. Pelaku Ekonomi dalam Islam 

a. Pasar dalam Ekonomi Islam  

 b. Peran pemerintah dalam Ekonomi Islam 

c. Peran Masyarakat dalam Ekonomi Islam  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun