Mohon tunggu...
L. Wahyu Putra Utama
L. Wahyu Putra Utama Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi

Literasi dan Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Konsep Agama dalam Merespons Wabah Penyakit

1 April 2020   18:05 Diperbarui: 1 April 2020   19:01 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penggalan historis tersebut dapat menjadi bukti otentik bahwa sebenarnya, agama dan sains berjalan beriringan, bersama dalam merajut pondasi peradaban (civilization). Terlepas masalah produktivitas umat Islam dalam bidang sains ilmiah, ini perkara lain. Intinya, dimensi agama selalu membuka peluang bagi lahirnya pengetahuan, dan pengetahuan menjadi jalan bagi agama dalam melahirkan peradaban.

Hubungan Dialogis Agama dan  Sains

Acapkali, para cendekiawan melihat hubungan agama dan sains sebatas dari fenomena parsial, yaitu diawali dari revolusi kebebasan akal dan kehendak dari ikatan otoritas agama. Sehingga, terlihat kehendak rasional dalam memajukan pengetahuan dibelenggu oleh otoritas agama.

Fenomena ini terutama terjadi pada abad Pertengahan atau dikenal rennaisans,  pencerahan di Eropa yang kemudian melahirkan revolusi industri serta menandai babak baru sebuah zaman yang disebut zaman modern.

Saya masih terheran-heran, kenapa fenomena tersebut menjadi acuan dan ikut merekonstruksi sejarah peradaban Timur terutama Islam. Kenapa sebagaian pihak memaksa bahwa Islam pun membelenggu kemajuan sains seperti halnya terjadi di Eropa pada abad pertengahan?

Sebagai sebuah entitas umat, Islam mewakili sebuah peradaban yang dilengkapi seperangkat alat untuk melahirkan kamajuan. Ia dibekali oleh doktirn politik, sosial dan budaya yang ketat. 

Tetapi seperangkat itu justru terhalang oleh sejarah pertikaian antar aliran-aliran klasik seperti Asy'ari, Maturidi, Syi'i dan Qadari yang terus meruncing dan berputar pada perdebatan sekte. Sehingga, yang muncul dari umat Islam adalah potret buram, siapa paling benar dan siapa pula yang tersesat dan kafir.

Saya tidak ingin lebih jauh membahas aliran dalam Islam yang tak berujung. Tapi yang jelas, secara sadar hal ini yang menjangkiti umat Islam dari pasca-meninggalnya Rasulullah hingga detik ini.

Berbeda dengan keadaan kebangkitan humanisme di Eropa (renaissanse), justru agama di Eropa, tidak dibekali sistem sosial, politik dan budaya, hanya otoritas semu belaka.

Sehingga, revolusi itu berjalan satu arah yaitu ingin melahirkan pengetahuan saintifik. Kita tidak menemukan, masalah sekte-sekte sebagaimana keadaan umat Islam. Akibatnya, dalam budaya Barat, pakem agama dan sains itu berjalan terpisah. Di mana agama hanya untuk spiritual, dan sains untuk kemajuan manusia.

Menurut saya, yang hilang dari bab umat Islam adalah tidakadanya komunitas ilmiah. seperti halnya dalam tradisi Barat. Di Barat, pemerintah menyediakan dana tak terbatas untuk melakukan reset ilmiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun