Mohon tunggu...
Ega Wahyu P
Ega Wahyu P Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Seorang pengelana dari negeri Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Jangan Suka Membanggakan Anak, Itu Gak Baik!

12 Oktober 2024   08:00 Diperbarui: 12 Oktober 2024   08:05 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Banyak orang tua sekarang yang senang sekali membanggakan prestasi anaknya. 

Kalau anaknya tak punya prestasi, ya pandai sekali dia mengarang cerita. Intinya, anak harus bisa dibanggakan, terlebih di depan kolega. 

Dalam pandangan orang tua, sangat wajar, jika ada rasa bangga kepada anak. Terlebih jika anak yang diasuh sedari kecil menunjukkan kehebatannya. 

Namun, cukuplah kebanggaan itu di dalam hati. Karena prestasi anak yang membanggakan itu, bukan sebagai wadah untuk pamer. 

Sekadar menunjukkan ke publik bahwa anaknya juara A, pemenang B, berprestasi dibidang C, itu masih batas aman. Tapi kalau disusupi rasa sombong, atau bahkan berniat untuk memamerkan prestasi, ini keliru. 

Kekeliruan tersebut menyebabkan beberapa hal, yakni:

Pertama, akan menimbulkan penyakit hati kepada orang tua lain.

Tidak semua orang bernasib sama. Ada yang punya keterbatasan untuk berprestasi. Jika orang tua terlalu berlebihan membanggakan prestasi anaknya, akan ada orang tua lain atau bahkan anak lain yang merasa minder. 

Alhasil, ada kecemburuan sosial di masyarakat, yang apabila tingkat kecemburuan tersebut tinggi, berpotensi pada perbuatan yang tidak menyenangkan. 

Kedua, kalaupun dia tak peduli perasaan orang lain, minimal peduli pada nasib anaknya. 

Sebenarnya tidak ada urusan prestasi anak dengan perasaan orang lain. Di dunia barat pun tidak ada budaya seperti itu. 

Namun, jika tidak punya nurani untuk orang lain, minimal punya hati untuk anak. 

Rasa bangga yang berlebihan akan jadi boomerang untuk anak sendiri. Ingat, prestasi itu tidak kekal. Boleh jadi hari ini di atas, besok lusa siapa yang tahu. 

Ketiga, merasa bangga yang berlebihan adalah penyakit hati. 

Puncaknya, merasa bangga adalah bagian dari penyakit hati. Jika hati sudah digerogoti oleh penyakit, seluruh tubuh akan merasakan dampaknya. 

Boleh jadi kebaikan yang terus menipis, atau potensi diri yang kian terkikis. 

Bangga itu boleh, yang keliru adalah merasa bangga. 

Telan saja rasa bangga itu, layaknya menelan makanan yang sudah masuk ke dalam mulut.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun