Mohon tunggu...
Ega Wahyu P
Ega Wahyu P Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Seorang pengelana dari negeri Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjelang Hari Guru Nasional: Sebuah Refleksi

8 Oktober 2024   08:00 Diperbarui: 8 Oktober 2024   08:02 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada tanggal 25 November mendatang, akan diperingati Hari Guru Nasional. Masing-masing pihak saling berlomba untuk mengucapkan kalimat terbaik kepada guru-guru yang mengabdikan dirinya pada dunia pendidikan. 

Setidaknya ada beberapa fakta menarik perihal guru menjelang Hari Guru Nasional, yakni:

Pertama, Tidak Semua Guru Terdata di Dapodik.

Dapodik merupakan singkatan dari data pokok pendidikan, yang menjadi sebuah sistem pendataan dan dikelola oleh kementerian terkait. Dalam hal ini, pengelola Dapodik adalah Kemendikbudristek. Semua guru yang mengajar di sekolah, baik negeri atau swasta, baik di pendidikan dasar ataupun  menengah, harus terdata di Dapodik. Tujuannya, selain melakukan tertib administrasi, semua pendaftaran menjadi guru ASN pun merujuk  data tersebut.

Tetapi faktanya, banyak guru yang sudah mengajar sekian tahun, akan tetapi mengalami kendala untuk masuk ke dalam Dapodik. Beberapa kendala tersebut terkait hal administratif, yang harusnya bisa diusahakan oleh dinas terkait di tingkat kota/kabupaten.

Sehingga mereka yang mengajar namun tidak terdata di Dapodik tidak memiliki karir ke depannya. Kesempatan untuk mendapatkan kursi ASN semakin sempit. Jangankan mereka yang belum terdata di Dapodik, guru yang sudah masuk saja  tetapi mengajar di sekolah swasta masih kesulitan untuk mendaftarkan dirinya mengikuti seleksi ASN.

Kedua, Tidak Semua Guru Sejahtera

Ini adalah fakta yang sudah maklum dan diketahui orang banyak. Bahwa, semua guru honor, baik negeri maupun swasta yang kecil dan tidak digaji oleh pemda setempat, termasuk guru tidak sejahtera. Gaji mereka variatif, tidak ada standar baku untuk penggajian guru, apakah berdasarkan UMR, UMP atau gaji pokok setara guru ASN.

Alhasil, banyak yang menjadi guru mencoba peruntungan nasib dengan bekerja di tempat lain. Entah itu mengajar lebih dari satu sekolah, mengajar les atau privat, bahkan tidak jarang guru yang bekerja di luar profesi keguruan, seperti ojek online, pengantar surat, pedagang pecal, penjual pisang hingga pemulung.

Ketiga, Tidak Semua Guru Ingin Menjadi Guru

Fakta berikutnya adalah tidak semua guru menginginkan dirinya menjadi guru. Banyak dari para guru itu yang terpaksa menjadi guru dikarenakan keadaan. Dahulu mereka terjebak dalam kuliah pendidikan, sehingga daripada tidak kerja, mending menjadi guru saja.

Alhasil, kualitas pendidikan di negara ini pun menjadi taruhannya, karena keadaan yang terpaksa tadi membuat guru-guru yang mengajar kehilangan arah dan kreativitas.

Ada banyak problema tentang guru yang mesti diselesaikan oleh kementerian terkait. Bukan hanya sekadar regulasi yang panjang, tetapi juga solusi untuk masa depan. Tidak mungkin, kan, anak guru tidak sekolah lantaran bapak/ibunya belum gajian?***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun