Adat Pasang Berturung NaikÂ
Makna pribahasa ini adalah nasib orang tidak akan selamanya sama, pasti ada senang dan sedih.Â
Hal ini memberikan pelajaran, bahwa setiap keadaan bersifat sementara. Tiada keabadian bagi sesuatu yang bermakna dunia. Semua akan binasa.Â
Oleh karena itu, sebagai manusia biasa, hendaknya menghindari sifat jumawa. Tiada boleh kemapanan hidup yang didapat sekarang untuk kesombongan.Â
Pun begitu ketika keadaan hidup sedang berada di lantai bawah. Saat dalam keadaan susah, baik itu susah cari kerja, susah mencari nafkah, susah menemukan jodoh, ataupun kesusahan yang lainnya.Â
Sebab, kesusahan itu akan segera berlalu dan sirna, berganti kesenangan yang akan meliputi segenap raga.Â
Kuncinya adalah sudut pandang, bahwa senang dan susah merupakan cara seseorang memandang sebuah masalah atau peristiwa yang sedang dihadapi.Â
Jatuh dari motor, boleh jadi sebuah kesusahan. Tapi bagi seorang pembalap, jatuh dari motor merupakan langkah menuju kesuksesan.Â
Saat diri berada dalam kesenangan hidup, hendaknya menggunakan kesenangan tersebut dengan sebaik-baiknya. Besarkan rasa syukur di dalam hati, wujudkan dalam perbuatan.Â
Saat diri berada dalam kesusahan hidup, hendaknya perkuat rasa sabar di dalam hati. Manifestasikan kesabaran dalam perilaku sehari-hari, bahwa seorang manusia siap diberikan kesenangan ataupun kesusahan.Â
Sama ketika seseorang menjadi guru, mesti senang bertemu murid. Walaupun agak susah ketika membaca slip gaji.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H