Sepekan terakhir, kabar pendidikan di Indonesia kian suram. Gerak guru menertibkan siswa-siswinya semakin terbatas dengan laporan-laporan kepada pihak kepolisian, bahwa mereka 'disiksa' tanpa mengungkap fakta sebenarnya.
Kasus yang terjadi di Lamongan, mestinya menjadi perhatian khusus bagi pemangku kebijakan. Sebuah kasus yang bisa dilihat bukan hanya dari sudut pandang norma, tetapi juga kesehatan mental para guru. Bagaimana mungkin seorang guru bisa naik pitam lantaran merasa tidak dihormati dengan cara panggilan tertentu?
Jelas ada indikasi keadaan stress yang meliputi batin guru tersebut. Boleh jadi beban mengajar yang berat, atau administrasi yang kian menumpuk dan belum dikerjakan, atau permasalahan lain yang mengimbas di sekolah.
Tulisan ini bukan maksud membenarkan perlakuan guru yang menampar siswanya itu. Siapapun yang menjadi orang tua tentu tidak akan terima anaknya ditampar, terlebih oleh seorang yang terdidik dan mengabdi sebagai pendidik.
Tulisan ini menjadi refleksi dan pesan singkat untuk guru, bahwa jangan terlalu diambil pusing sikap dan tabiat siswa di sekolah. Jika ada satu atau dua hal dari perilaku mereka yang dinilai melanggar norma dan etika, cukup berikan teguran saja.
Berat memang rasanya, terlebih bagi mereka yang memiliki jiwa guru. Sudah tentu menginginkan para siswanya berperilaku yang baik serta budiman. Tetapi yang perlu digarisbawahi adalah kita tinggal di negara Indonesia, dimana aturan dapat berubah sewaktu-waktu. Bahkan dalil guru menertibkan siswa bisa menjadi boomerang dikemudian hari.
Oleh karenanya, tugas guru dipersempit saja. Taati aturan sekolah yang sifatnya tekstual, serta cermati keadaan sekolah sesuai tupoksi. Sederhananya, cukup datang ke sekolah  tepat waktu, mengajar dengan baik dan dedikasi tinggi serta melengkapi berkas yang diperlukan, kemudian pulang ke rumah dengan hati yang tenang. Urusan siswa berperilaku buruk, nomor seratus.
Toh, guru tidak diberikan perlindungan hukum yang pasti untuk menertibkan mereka yang kadung badak. Cukup lisan menegur, tak usah dibawa sampai ke hati. Boleh jadi itu yang akan merusak hari yang indah.
Datang, ngajar, pulang.Â
Sesederhana itu tugas guru, jangan ambil beban tertalu banyak. Orang tua tidak ambil pusing dengan prestasi anak, pun sama dengan pemangku kebijakan. Mereka hanya peduli dengan jumlah fee yang didapat dari penjualan buku paket.***Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI