Mohon tunggu...
Ega Wahyu P
Ega Wahyu P Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Seorang pengelana dari negeri Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maulid untuk Mencintai Nabi, maka Hadirkan Kecintaan Itu

16 September 2024   17:57 Diperbarui: 16 September 2024   18:06 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi

Kalau sudah masuk bulan Rabiul Awwal dalam penanggalan Hijriah, masyarakat pada umumnya akan berbondong-bondong menghimpun dana dan membuat suatu acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw. Secara sejarah, pelopor umat Islam tersebut dilahirkan pada 12 Rabiul Awwal Tahun Gajah, dimana peristiwa penyerangan Kakbah oleh Pasukan Gajah terjadi.

Untuk mengenang peristiwa kelahiran manusia paling sempurna, dibuatlah acara maulid nabi sebagaimana yang diselenggarakan di masyarakat. Perayaan tersebut dibuat meriah, dengan panggung yang megah, makanan yang lezat, orang-orang yang mengenakan pakaian mewah, dan berbagai hingar bingar kekayaan dan kemewahan yang dipancarkan oleh para penyelenggara dan pesertanya.

Tujuan maulid, kata orang-orang yang mengikutinya, adalah sebagai jalan untuk mencintai Nabi Muhammad Saw lebih dalam dan lebih dekat. Sebab, pepatah lama mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Sehingga perlu upaya pengenalan kepada Nabi Muhammad Saw agar rasa sayang berbuah menjadi cinta.

Namun, setelah lama mengikuti perayaan maulid nabi serta melihat fakta di lapangan, dimana maksud dan tujuan maulid tersebut jauh panggang daripada api. Hendak mencinta, tapi apalah daya. Masyarakat yang antusias mengikuti maulid itu tak sepenuhnya menunjukkan cinta kepada nabi.

Lihat saja, kata mereka mencintai nabi, tapi kebersihan tidak mereka jaga. Sampah masih berserak-serak, seakan hidup berdampingan dengan sampah menjadi suatu tuah. Lebih garang lagi, ketika membuang sampah sembarang tempat sudah jadi hal yang lumrah.

Kemudian, ajaran nabi yang menghendaki untuk menyambung silaturahim, nyatanya peserta maulid sering bercerai-berai, beradu jotos hingga saling tikam dengan pasal yang remeh-temeh.

Belum lagi para suami yang enggan bekerja mencari nafkah, menelantarkan istri dengan meniadakan perhatian di bawah atap atau buah cinta di atas kasur. Malah anak-anak muda di luar nikah yang senang mempraktikkannya, seakan itu adalah hal yang boleh dan umum terjadi di masyarakat kita.

Faktanya, maulid tiada beda dengan konser yang hanya dinikmati nafsu. Bergelantungan lampu yang terang, sound system yang garang, hingga panggung tinggi menjulang. Semua itu sebatas perayaan yang dinikmati dengan nafsu pribadi. 

Kemana ceramah tentang nabi yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari? Atau tabuhan rebana penyayat hati yang mengobati rindu pada nabi?

Tulisan ini bukan menentang maulid, ataupun menyerang pecinta maulid. Selayaknya sholat, yang bermaksud mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, namun masih banyak musholli yang terlibat maksiat. Hal itu bukan berarti sholatnya yang tiada berguna, boleh jadi sholat yang dikerjakan tiada keikhlasan hati dan kebaikan niat.

Begitupun maulid nabi. Apakah puluhan juta dana yang kita kumpulkan itu murni untuk kecintaan terhadap nabi, atau hanya sebagai pemuas nafsu diri?

Maulid itu untuk kecintaan nabi, maka hadirkan kecintaan itu pada malam yang mulia. Bukan ajang pamer harta, tahta, atau strategi menang di kontestasi pilkada.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun