Kalau dilihat dengan saksama, banyak perjuangan yang dilatarbelakangi karena urusan perut.Â
Lihat saja para perampas kekuasaan, mereka menghalalkan segala cara hanya untuk menyuapi dirinya dan keluarga dengan makanan enak, mewah nan lezat.Â
Sehingga memicu suatu diskursus menarik, hidup ini sebenarnya untuk makan, atau manusia makan untuk bertahan hidup?
Ada kealpaan pada manusia, dia mengira bahwa hidupnya di dunia hanya untuk menikmati makanan saja.Â
Kalau manusia bertindak demikian, maka tak salah jika disematkan pada dirinya dengan julukan "otak udang", sebab memang udang yang memiliki otak dekat dengan perut.Â
Pikirannya tidak jauh dari urusan-urusan perut. Hanya senang menikmati makanan, seolah-olah hidup dibuat untuk makan saja.Â
Sebagian kelompok juga menegaskan bahwa makan adalah upaya manusia untuk bertahan hidup.Â
Makanya dalam keadaan tertentu, manusia boleh memakan apa saja untuk bertahan hidup, termasuk perkara yang dilarang oleh agama.Â
Tetapi poin utamanya bukan disitu. Manusia terlalu dalam masuk dalam perangkap dunia. Terbuai dalam suasana batin yang tidak stabil, seolah jika tidak mendapatkan keinginan, dia tidak bisa hidup.Â
Hasrat duniawi menutupi mata, terutama pada hal-hal yang sifatnya fundamental. Manusia tidak mati kalau tidak naik alphard, tapi dia bisa mati jika menolak nasi padang.Â