Mohon tunggu...
Ega Wahyu P
Ega Wahyu P Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Seorang pengelana dari negeri Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Guruku Sayang, Guruku Malang

25 November 2022   14:53 Diperbarui: 25 November 2022   14:54 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pontianak - Kata orang, hari guru itu jatuh pada hari ini, 25 November, dan diperingati setiap tahun. 

Banyak cerita menarik tentang guru, tetapi tidak sedikit pula kisah pilunya dalam membangun generasi yang unggul. 

Semasa kami bersekolah dulu, para guru mengajar dan dibayar dari iuran SPP anak-anak sekolah. Apabila banyak yang menunggak, gaji pun telat diterima. 

Tak bisa kami bayangkan, bagaimana kehidupan mereka dalam lingkup keluarga. Tentu saja mereka punya anak istri yang harus dinafkahi. 

Sekarang, tampaknya sama saja. Tak ada beda nasib guru dulu dan saat ini. Mereka masih susah hidupnya, masih rumit kerjanya. 

Di perkampungan, sering sekali sekolah kekurangan guru, atau siswa kehilangan guru mereka. 

Para guru tak datang ke sekolah, karena minim transportasi. Sungai-sungai besar jadi penghalang, belum lagi jika hujan datang menerjang. Apalagi kalau belum gajian, tentu akan jadi pelengkap penderitaan. 

Para guru di perkotaan rupanya tak ada beda. Hanya sisi geografi saja yang membuat keadaan terlihat berbeda. 

Pernah kami dapati, para guru dibayar murah. Alih-alih sesuai UMR, setengah dari satu juta saja tak sampai. 

Terus, dia hidup dari mana?

Nyatanya para guru yang berada di bawah garis kesejahteraan punya usaha untuk menutupi dapurnya yang bolong. 

Mereka berdagang, ada yang usaha rumah makan lamongan, yang buka hingga larut malam. Paginya mengajar, malamnya berdagang. Alhasil, badan capek, mata lelah, mengajar tidak efektif, karena kondisi tubuh kurang fit. 

Jika meninggalkan dunia dagang, sang guru tak punya penghasilan untuk menutupi dapurnya yang akan karam. 

Jika memilih di dunia pendidikan, sungguh hal itu sangat mencekik dirinya. 

Pendidikan itu gerbang masa depan. Tetapi entah mengapa kehidupan orang yang ada di dalamnya lebih banyak yang suram. 

Apakah memang guru ditakdirkan hiduo susah, atau memang manusia saja yang terlalu tamak?

Hari guru itu tidak ada. Guru hanya sebagai pion untuk mereka yang mencari simpati di antara kumpulan orang. Alih-alih memperjuangkan nasib guru. seenaknya saja menghina profesi mulia ini. 

Sudahlah bapak ibu guru. Mungkin dunia ini bukan tempat baik untuk dirimu dan keluarga. Semoga dikehidupan lanjutan, engkau mendapat kebahagiaan yang tiada tara, melebihi nikmatnya orang kaya di dunia.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun