Mohon tunggu...
Ega Wahyu P
Ega Wahyu P Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Seorang pengelana dari negeri Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

BBM Naik Lagi, yang Turun Cuma Akhlak

5 September 2022   15:07 Diperbarui: 5 September 2022   15:10 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kenaikan BBM sudah menjadi hal lumrah di negeri Konoha, katanya begitu. Dulu, naiknya perlahan-lahan, 100-200 perak. Sekarang sudah tak tanggung-tanggung, lebih dari 2 ribu rupiah. Pemerintah berdalih, anggaran subsidi membengkak hingga 500 T. Saya sulit membayangkan bagaimana bentuk uang segitu banyaknya. Dapat sejuta saja sudah Alhamdulillah, apalagi sampai ratusan triliun, tentu saja itu uang yang sangat banyak jumlahnya.

Boleh saja pemerintah menaikkan harga BBM, dan itu sah-sah saja. Toh kenaikan BBM bukan kali pertama, sudah dari dulu isu kenaikan BBM menjadi momok menakutkan para pedagang, buruh tani hingga rakyat miskin kota. Sebab dampaknya sangat besar dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Barang-barang dapat dipastikan mengalami kenaikan harga, mengikuti mahalnya harga bahan bakar.

Historinya, agak sulit harga itu turun jika sudah mengalami kenaikan. Tak akan lagi masyarakat merasakan murahnya harga sekian ribu rupiah untuk seliter bensin. Sekali harga naik melambung, sukar ia turun ke bawah.

Dewasa ini yang mengalami penurunan cuma akhlak manusia. Contoh ringannya, lihat saja mahasiswa yang menunggu dosen hanya untuk bimbingan skripsi atau persetujuan sidang. Berhari-hari di kampus, dari mentari menampakkan wajahnya, hingga senja menyapa di ujung barat, tak kunjung bertemu kedua insan itu. Akhlak sudah tergerus, bahkan merayap hingga ke ilmuwan kampus.

Anak-anak sekolah juga demikian, sudah tidak ada rasa hormat dengan guru. Seenaknya saja memanggil, berkomunikasi atau berinteraksi dengan melewati norma-norma kesopanan. Misalnya, memukul gurunya selayaknya bergurau dengan teman. Degradasi akhlak kian menjadi di era yang carut marut ini.

Orang-orang yang berutang ke koperasi, sudah tidak ada rasa tanggung jawab. Bisa-bisanya ia lari ketika penagih utang datang ke rumah. Hujan dan panas ditunggu oleh penagih, tetapi yang berutang lari ke kampung halaman. Tak berakhlak, turun akhlaknya hingga ke kaki.

Seorang anak yang selalu membantah dan menolak nasehat ibunya, adalah hal yang menjengkelkan. Bisa-bisanya surga dunia ia tolak, berbakti kepada orangtuanya enggan, tetapi memasuki surganya menjadi harapan. Omong kosong belaka.

Seorang siswa dibully hingga tewas, oleh teman-teman sekolahnya. Padahal, ia bersekolah untuk membuang kebodohan. Tetapi malah nyawa yang terbuang sia-sia, akibat penurunan akhlak masing-masing individu.

Permasalahan di negeri ini kompleks dan multi. Segala sesuatunya dapat dilihat dari berbagai perspektif. Orang yang berjudi dengan dalih nafkah, dibenarkan masyarakat. Sebaliknya, orang yang menentang perjudian, adalah hama yang mengganggu pertumbuhan ekonomi mikro.

Baca juga: Kagum Fiktif

Sungguh miris, kebaikan adalah keburukan yang membudaya. Sementara kejahatan merupakan kebaikan yang terlalu lantang disuarakan. Itulah keadaan dunia sekarang.

Persoalan kenaikan harga BBM belumlah separah penurunan akhlak manusia. Karena akhlak yang turun dari peradaban normal, adalah awal dari kehancuran dunia. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun