Bahan Bakar Minyak...
Semua orang butuh bahan bakar sebagai bentuk kemudahan beraktivitas sehari-hari. Bahan bakar menjadi sangat vital, karena menyangkut hajat hidup orang banyak.Â
Masyarakat pedesaan bergantung pada harga solar, karena mobil-mobil pengangkut komoditas pangan atau pun berbagai macam barang dari kota ke desa menggunakan solar sebagai bahan bakarnya. Atau mereka yang hidup dipisahkann oleh sungai-sungai, seperti di Kalimantan, kapal-kapal pengangkut barang berbahan bakar solar dan sejenisnya, menjadi moda transportasi utama.
Sehingga demikian, ada harga yang dibayar lebih untuk mendapatkan sebatang sabun, atau sekampel kecap manis. Karena mengangkutnya dari kota ke desa membutuhkan biaya jasa dan biaya transportasi yang tidak sedikit. Jika harga bahan bakar miring, jasa kirim bisa lebih murah. Dampaknya harga barang-barang dapat dijangkau oleh masyarakat lintas kalangan.
Namun, ada sedikit "hadiah" dari pemerintah tercinta. Mengingat dan menimbang bahwa biaya subsidi bahan bakar membengkak dan menyebabkan aliran dana APBN untuk sektor subsidi terlalu besar, sehingga presiden memutuskan untuk menyesuaikan harga bahan bakar minyak, baik yang katanya bersubsidi maupun non subsidi.Â
Alasannya, harga minyak dunia sedang tidak baik-baik saja. Dampaknya pemerintah harus menanggung sekian triliun rupiah untuk mengcover tarif minyak yang tidak sesuai. Makanya sekarang, pemerintah mengambil keputusan yang kontradiktif, yakni menaikkan harga bahan bakar, masing-masing jenisnya sekian persen.
Tentu saja setiap kebijakan memiliki dampak, entah itu positif maupun negatif. Hal positifnya, bisa saja kenaikan harga BBM ini sebagai upaya menyelamatkan APBN kita dan bisa dialihfungsikan untuk hal yang lebih urgen.Â
Tetapi disisi lain, kenaikan harga BBM ini akan memicu kenaikan harga-harga lainnya. Belum lagi daya beli masyarakat sedang dalam pemulihan pasca pandemi. Saat ekonomi rakyat sedang bertransformasi ke arah yang lebih baik, kini dihantam kebijakan yang sangat mencekik.
Tetapi kita tetap harus berpikir positif, bahwa pemerintah pasti melakukan yang terbaik untuk rakyatnya. Tidak mungkin ada pemerintahan di dunia ini yang kejam terhadap rakyatnya sendiri. Kalaupun ada, tentu saja itu hanya cerita fiksi di buku-buku novel.
Kebijakan mengenai kenaikan harga BBM ini mengajarkan kita beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Lebih bijak dalam berkendara
Jika sebelumnya kita sering berkendara tanpa tujuan, kini saatnya mulai merubah pola hidup lebih bijak dan sederhana. Menyikapi kenaikan harga yang melambung tinggi, tentu saja merevisi aktivitas sehari-hari.Â
Mengurangi berkendara pribadi mungkin dapat dilakukan sebagian orang, tetapi bagi mereka dengan kebutuhan tertentu, pilihan ini terbilang sulit. Karenanya, mengurangi kegiatan yang minim manfaatnya jauh lebih baik daripada harus merogoh kocek terlalu dalam hanya untuk membayar bensin.
2. Meningkatkan produktivitas
Kenaikan harga BBM ini harusnya dapat menjadi momen untuk meningkatkan produktivitas diri. Berkarya lebih banyak, berkreasi tanpa batas, atau melakukan inovasi dan kegiatan yang lebih bermanfaat untuk masyarakat luas.Â
Jika produktivitas sulit ditingkatkan karena beberapa hal, setidaknya berusaha agar tetap melakukan kebaikan dan meninggalkan hal-hal buruk yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
3. Mempertajam doa agar diberikan rezeki berlimpah
Tentunya kita semua harus berdoa agar diberikan rezeki yang berlimpah. Gunanya, agar kita tidak merasakan kesusahan saat harga BBM naik lagi ditahun-tahun berikutnya.Â
Harga-harga yang melambung tinggi tentu tidak menjadi masalah bagi mereka yang berduit banyak dan tak terhitung jumlahnya. Tetapi bagi rakyat kecil, tentu saja ini adalah jalan menuju alam barzah secara perlahan.
Hidup di Indonesia memang keras dan tidak mudah. Rakyatnya tidak boleh sakit karena pengobatannya mahal, kalaupun gratis akan sulit mengaksesnya, kalaupun mudah diakses, ada harga yang harus ditebus.Â
Selain itu, hidup di Indonesia juga harus kaya, sebab harga-harga kian tahun kian menanjak. Belum lagi hutang negara yang kian membengkak, menambah daftar masalah yang harus diselesaikan para elite.
Tetapi kita rakyat biasa, hanya bisa menikmati segelas kopi panas di meja kecil di warung sudut kota. Itu pun setengah porsi dan dibayar kasbon.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H