Mohon tunggu...
Ega Wahyu P
Ega Wahyu P Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Seorang pengelana dari negeri Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Orang Indonesia Itu Tak Boleh Sakit!

3 September 2022   07:00 Diperbarui: 3 September 2022   07:06 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingat betul dulu pemerintah mewajibkan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Siapa saja orangnya, lintas agama, suku dan latar belakang ekonomi, sosial maupun pendidikan, mereka wajib menjadi peserta program tersebut. Kita mengenalnya dengan sebutan BPJS, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang kini terbagi dalam bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

Sistem dalam program ini adalah tolong menolong. Semangat Pancasila dan karakteristik masyarakat Indonesia yang majemuk dan berkearifan tergambar dalam program kesehatan ini. Mereka yang tidak mampu membayar biaya rumah sakit untuk perawatan, kini dapat merasakan layanan kesehatan dengan gratis.

Semuanya terwujud, orang susah tertolong, orang kaya apalagi. Manfaat dari program ini sangat besar dan meluas. Sehingga memberikan dampak dikemudian hari, yakni antrian yang panjang dan melejit. Karena semua orang ingin berobat gratis.

Beberapa waktu silam, saya dilanda sakit dan hendak memeriksakan diri di faskes tingkat 1. Saat pukul 7, seluruh pegawai dan staff beserta dokter masih mengikuti apel pagi. Hal tersebut menjadi rutinitas disetiap instansi pemerintah maupun swasta sebelum memulai aktivitas. Maka dari itu kami pun maklum.

Kemudian, berjalannya waktu, dimulailah pelayanan kesehatan sesuai antrian. Saya menunggu dalam keadaan yang tidak mengenakkan. Sudahlah sakit, masih menunggu, lama pula. Ternyata ingin menikmati layanan kesehatan gratis itu harus menunggu lama dan menghabiskan banyak waktu.

Antrian demi antrian kian terlayani, tetapi rentang antara 1 pasien dengan pasien lainnya begitu lama. Hingga tiba waktu pemeriksaan, saya masuk ke kamar periksa dengan dilayani seorang dokter dan asistennya.

Setelah melakukan pemeriksaan, dokter memberikan resep dan saya diminta untuk mengambil obat dibagian farmasi. Keluar dari kamar periksa dan menuju loket obat, masih harus mengantri juga. Sekian waktu berlalu, akhirnya obat itu saya dapatkan dan dibawa pulang.

Namun, betapa kagetnya saya ketika melihat jam menunjukkan pukul 9. Artinya untuk berobat batuk pilek di faskes tingkat 1 harus menghabiskan waktu selama dua jam. Padahal saya mendapat nomor antrian 4, tetapi waktu yang digunakan sangat lama.

Orang yang sakit akan bertambah sakitnya jika kondisi ini terus dibudayakan.

Ini menjadi catatan penting untuk pelayanan kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas layanan, terutama dalam hal waktu. Perlu berbagai strategi jitu untuk mengatasi pembludakan permintaan layanan kesehatan gratis dari masyarakat agar tetap efisien dan efektif.

Sudahlah mengantri lama, obat yang diberi tak mempan pula. Tentu saja akan menambah problem baru.

Memang, menikmati fasilitas gratis itu perlu dipikir ulang. Waktu yang tergadai adalah harga untuk menikmatinya. Jika kita tak punya waktu luang, gunakan uang pribadi saja. Jika tak ada uang, usahakan punya waktu luang, supaya dapat berobat gratis. Jika uang tak punya waktu pun juga, maka orang Indonesia sejatinya tak boleh sakit!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun