Setiap kebudayaan itu belum tentu benar, tetapi kebenaran wajib dibudayakan. Sehingga di masa depan, tidak ada lagi budaya yang diragukan kebenarannya, sebab manusia telah membudayakan kebenaran.
Sebagai makhluk sosial, tentu saja manusia menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Warisan terbesar bagi dunia bukanlah harta benda, melainkan tingginya budaya dan nilai yang terkandung didalamnya.
Di Indonesia sendiri, sungguh sangat banyak macam budaya. Mulai yang berkaitan dengan suku bangsa, adat istiadat daerah, hingga sentimen agama. Semua yang dilakukan oleh manusia dapat dianggap sebagai budaya. Budaya ada karena kebiasaan manusia yang dilakukan terus menerus.
Misalnya, disuatu desa, masyarakatnya melakukan jalan kaki menuju sekolah atau tempat bekerja. Karena rutin, maka jalan kaki menjadi budaya masyarakat setempat.
Tapi apakah kejelekan juga dapat menjadi budaya?
Misalnya, disuatu tempat telah menjadi tongkrongan perjudian. Para pemabuk dan penjudi berkumpul disana dan melakukan aktivitasnya. Hal tersebut berlangsung terus menerus hingga lahir dan turun ke generasi selanjutnya. Apakah hal tersebut budaya?
Tentu saja itu sebuah budaya. Bahkan di Tiongkok, hal tersebut sudah biasa. Budaya seperti ini dianggap sebuah kebenaran dan dilegitimasi menjadi kebiasaan baik. Walaupun menurut kebanyakan orang Indonesia, hal tersebut akan berdampak buruk, entah itu bagi kesehatan pribadi atau kehidupan sosial secara umum.
Kebudayaan berakar dari cipta, rasa dan karsa manusia yang diwujudkan dalam kehidupan. Baik dan buruk suatu budaya itu sangat relatif. Suatu kebudayaan dianggap buruk oleh sekelompok orang, tetapi belum tentu buruk menurut kelompok lain.Â
Sebagaimana halnya perjudian dan minum-minuman, yang dianggap tabu dan suatu hal yang bersifat negatif, tetapi hal itu menjadi kebiasaan dan lumrah dilakukan bagi kaum barat.
Sehingga ketika manusia menitikberatkan kehidupan pada aspek budaya, sama saja berpijak pada pelampung ditengah laut. Ombak akan datang silih berganti.Â
Gelombang akan menerpa disemua sisi. Mungkin satu atau dua kali seseorang aman diatasnya. Tetapi waktu apes itu akan datang juga, pelampung akan terbalik, orang diatasnya akan tenggelam. Begitulah jika manusia hanya berpijak pada kebudayaan semata.