Mohon tunggu...
Ega Wahyu P
Ega Wahyu P Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Seorang pengelana dari negeri Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Beratnya Hidup di Negeri Enam Dua

1 Juli 2022   13:00 Diperbarui: 1 Juli 2022   13:03 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kami lahir di era krisis moneter, seakan-akan masalah datang bertubi-tubi dan silih berganti. Banyak peristiwa dan kebijakan yang terkadang sulit masuk dalam alam logika. Keputusan penguasa, lebih banyak menurutkan kepentingan kaum tertentu dibandingkan kemaslahatan rakyat. Begitu rakyat berpikir.

Dahulu, ada elite yang menangis mendengar kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM. Sekarang, elite tersebut malah duduk dibalik deretan kursi panas pemangku kekuasaan.

Kebijakan politik sangat berpengaruh pada semua aspek. Negara yang sedang tenang saja bisa gaduh karena keputusan dan kebijakan politik. Bahkan, pendidikan yang suci, dapat dipengaruhi dan hidup karena kebijakan politik. Sehingga perubahan kurikulum yang terlalu sering di negeri ini diindikasikan karena konstelasi politik yang sedemikian rupa bergejolak hangat.

Bidang pendidikan saja telah banyak mengalami perubahan kurikulum dengan dalih kemajuan dan kebutuhan zaman. Padahal, kurikulum yang lama saja belum merata digunakan. Terlebih lagi semenjak pandemi yang berkepanjangan, pendidikan di negeri ini seakan mati suri. Pasca pandemi, malah terbit kurikulum baru, yang semua sekolah boleh menggunakan atau meninggalkannya.

Di luar itu, kebijakan lain justru membuat repot masyarakat. Seperti membeli bahan bakar dengan aplikasi atau konektivitas pembelian minyak goreng dengan NIK. 

Terlepas kebijakan itu dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, banyak masyarakat mengeluh. Nyatanya, hidup di negeri enam dua ini penuh dengan perjuangan. Bukan hanya berjuang melepaskan diri dari penjajahan era kolonial, tetapi juga melepaskan ketidakrasionalan berbagai kebijakan pemangku jabatan.

Harga-harga melambung tinggi seperti cita-cita dan harapan pemuda, sementara banyak orang kehilangan pekerjaan, menggulung perniagaan, dan sebagainya, membuat harga-harga terlihat seperti bintang, hanya dipandang tak bisa dipegang.

Hingga saat ini, minyak goreng masih mahal, walaupun mahal itu relatif. Minyak solar, sulit didapat, walaupun itu juga relatif, tergantung siapa yang hendak membeli. Kalau supir truk biasa yang membeli, tentu sulinya luar biasa. Tetapi jika orang-orang tertentu, yang uangnya sudah sebanyak utang negara, maka tiada masalah. 

Agar hidup tidak berat, ternyata manusia harus punya politik yang baik. Dengan manuver politik, betapa mudahnya mengatasi masalah. Tetapi itu soalan lain, yang nyata sekarang adalah bagaimana membuat semua masyarakat tenang dan tidak tercekik oleh kebijakan yang membingungkan, atau mematikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun