Setelah menempuh 12 tahun lamanya pendidikan dari tingkat dasar hingga menengah, tiba waktunya siswa kelas 12 memutuskan kelanjutan hidup selepas berpisah dari sekolah. Ada beberapa pilihan umum pada siswa kelas 12, memilih untuk lanjut studi ke perguruan tinggi, bekerja di perusahaan, mulai merintis usaha, meneruskan usaha keluarga, atau membangun keluarga baru. Semua pilihan ada ditangan masing-masing. Guru maupun sekolah hanya mengarahkan saja, tidak bisa mengintervensi.
Beberapa teman ada yang memilih melanjutkan belajar ke jenjang berikutnya. Mereka dengan suka cita berselancar di dunia akademik bersama teman-teman barunya. Adapula yang memilih bekerja, baik itu di perusahaan swasta, mencoba peruntungan dengan mulai berdagang, dan bermacam ragam lainnya.
Intinya, selepas belajar ditingkat SMA, seseorang harus berjuang meneruskan hidupnya, baik dengan cara kuliah atau bekerja. Motivasinya boleh jadi berbeda-beda. Orientasinya pun demikian, ada yang mementingkan gaji besar, adapula yang bertahan untuk merintis karir.
Namun, apakah benar kita perlu untuk kuliah?
Beberapa anak justru bekerja untuk menutupi uang kuliah. Sementara mereka yang telah selesai kuliah, sibuk mencari kerja. Jadi sebenarnya, untuk apa ada perkuliahan, jika akhirnya harus mencari pekerjaan? Bukankah lebih baik merintis karir bekerja semenjak lulus sekolah daripada memulainya ketika lulus kuliah?
Di sebuah perusahaan swasta, ada dua orang calon supervisor yang akan diangkat oleh pimpinan. Satu orang sarjana, sementara yang lainnya lulusan SMA. Â Secara logika, harusnya seorang sarjana mampu bersaing dan terpilih menjadi supervisor tersebut. Tetapi nyatanya, ia kalah dengan karyawan lulusan SMA.
Memang hidup tidak bisa sekadar mengandalkan ijazah. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan seseorang, entah itu pengalaman hidupnya, keistimewaan keluarga maupun kekuatan orang dalam.
Sehingga bagi mereka yang sekarang hanya mengandalkan kemampuan akademik dan ijazah semata, kiranya perlu berpikir lebih lanjut. Karena hidup itu sangat mengerikan. Banyak orang yang berjalan diluar koridor dan aturan. Harusnya mengurus surat menyurat hanya butuh waktu tiga hari, tetapi karena satu atau dua faktor, bisa molor menjadi satu hingga dua pekan.
Memilih kuliah adalah hal yang baik, bahkan menjadi wujud dari perkembangan dan pertumbuhan sumber daya manusia. Dengan kuliah, kualitas keilmuan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Seorang yang mampu mengobati juga harus mengantongi izin pengobatan. Berapa lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi dokter, tetapi lamanya waktu tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Kalau prinsip hidup hanya sekadar mengumpulkan rupiah, lebih baik hindari kuliah. Karena kuliah tidak mencetak manusia yang kaya dalam hal finansial. Kuliah hanya berusaha membentuk mindset kehidupan dengan retorika keilmuan yang senada. Banyak juga mahasiswa lulusan ekonomi, tetapi anjlok juga kehidupan ekonominya. Seorang mahasiswa politik, terkadang hancur juga karir politiknya.
Kuliah hanya memberikan gambaran, bahwa samudera sangat luas dan berbahaya. Hidup penuh dengan ombak dan gelombang ujian. Hanya menguasai satu masalah ditengah lautan masalah, bukan cara yang baik untuk bertahan hidup.
Hidup manusia tidak berakhir dilembaran skripsi semata, tetapi hidup sangat luas dan penuh makna. Karenanya, memilih kuliah atau tidak bukan perkara penting. Tetapi menyelesaikan kuliah jauh lebih penting dibandingkan berdebat tanpa arti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H