Degradasi akhlak yang dibicarakan pada tulisan ini sebenarnya lebih condong kepada perilaku siswa di dalam kelas. Ada banyak sekali tabiat yang digambarkan oleh siswa.Â
Sebagai pendidik, penulis ingin mengetahui apa yang melatarbelakangi mereka, sehingga bisa memberikan pembelajaran yang terarah dan terukur sesuai dengan kondisi siswanya.
Awalnya, degradasi akhlak yang terjadi dimasa transisi ini diasumsikan karena pengaruh gadget. Setiap anak di semua jenjang sekolah sudah dapat mengakses ponsel pintar dan berselancar di dalamnya, baik itu video game hingga media sosial.Â
Waktu yang panjang digunakan untuk bermain ponsel, hingga tak jarang mereka meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah diamanahkan. Rasa candu bermain ponsel itu dapat menyebabkan timbulnya rasa malas, yang kemudian berdampak pada proses belajar.
Nyatanya, bukan hanya ponsel yang mempengaruhi perangai siswa di dalam kelas. Ada sebagian siswa yang bahkan tidak mengakses ponsel tetapi berperilaku buruk saat proses pembelajaran.Â
Dengan melakukan studi pustaka dan pengamatan di lapangan, setidaknya ada beberapa penyebab degradasi akhlak selain ponsel, diantaranya:
Pertama, pola asuh orang tua
Tidak dipungkiri bahwa orang tua sebagai sekolah pertama bagi anaknya. Karakter yang terbentuk pada anak sejatinya refleksi pola asuh dan pola ajar dari kedua orang tua mereka.
Namun, tidak jarang pula orang tua melakukan mistake dalam pola asuh. Umpanyanya berlebihan dalam memberikan batasan kepada anak (overprotektif).Â
Tindakan ini dapat menghambat perkembangan anak dalam mengambil resiko dan tantangan di kemudian hari. Membandingkan anak dengan orang lain juga hal yang lumrah terjadi di masyarakat, yang sebenarnya hal tersebut dapat memberikan tekanan batin kepada anak.
Kedua, pengaruh lingkungan tempat tinggal
Sudah pasti dari dua puluh empat jam waktu yang tersedia, banyak dihabiskan di lingkungan tempat tinggal. Sekolah hanya menyita waktu anak 7-8 jam sehari.Â
Selebihnya siswa belajar dan berbaur dengan lingkungannya. Jika masyarakat di lingkungan tersebut memberikan nilai positif, maka akan mempengaruhi laku lampah anak, begitupun sebaliknya. Cara anak bertutur kata terkadang mengikuti pola berbicara di sekitar tempat tinggalnya, apalagi bersikap dan berperilaku.
Ketiga, kondisi emosional anak
Pentingnya seorang pendidik melihat konsdisi emosional siswanya, apakah datang ke sekolah dalam keadaan bersemangat, bersedih, atau keadaan lainnya. Kondisi emosional anak sangat mempengaruhi fokus belajar mereka di kelas.Â
Ketika emosional siswa tidak stabil dan guru malah memberikan tambahan tugas, tentu siswa tersebut melakukan penolakan. Wujud penolakan itu bisa spontan dilakukan saat itu juga atau malah dipendam di dalam dada.Â
Jika siswa itu mewujudkan penolakannya, guru pun menilai siswa ini akhlaknya terdegradasi.
Setidaknya ketiga ini menjadi refleksi, bahwa ternyata tak hanya gadget yang mempengaruhi akhlak siswa. Sekarang, guru perlu memberikan stimulus yang tepat agar pembelajaran di kelas tetap menarik dan mudah dipahami oleh siswa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H