penulis: Wahyu Prasetyo, faizatul Ulya, Siti Ana Mardiah
Pernahkah kamu berpikir mengapa laki-laki dan perempuan masih diperlakukan berbeda? Padahal, diera modern rasanya sudah wajar bahwa laki-laki dan perempuan diperlakukan secara setara dalam berbagai kesempatan tanpa memandang gender. Patriarki bukan hanya tentang kekuasaan laki-laki atas perempuan, tapi juga tentang norma-norma yang membatasi kebebasan perempuan dan mengharuskan mereka untuk mematuhi peran yang sudah ditentukan sejak lama (Widhiyana, 2024). Dalam sistem ini, perempuan sering sekali dipandang sebagai pihak yang lebih lemah, tidak perlu didengarkan pendapatnya, dan hanya bisa berperan di dalam rumah tangga. Padahal, kesetaraan gender seharusnya memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang tanpa memandang gender.
       Diskriminasi berbasis gender tersebut dapat menjadi faktor perempuan mendapatkan perlakuan bersifat eksploitasi. Sebagai dampaknya, perempuan sering sekali tidak mendapatkan peluang yang setara dengan laki-laki di berbagai aspek kehidupan (Syahputra et al., 2023). Penyebab utama dari diskriminasi ini adalah masih kuatnya pengaruh budaya patriarki dalam tatanan sosial masyarakat Indonesia. Diskriminasi berbasis gender ini menyebar ke berbagai bidang, termasuk keluarga, budaya, politik, hingga Pendidikan (Sulistyowati, 2021)
      Untuk mewujudkan kesetaraan gender diperlukan keberanian untuk mempertanyakan dan mengubah norma-norma yang sudah ada, yang sering kali mengabaikan hak dan peran perempuan dalam kehidupan sosial. Sebuah masyarakat yang mengakui pentingnya kesetaraan gender tidak hanya akan memberikan peluang yang setara bagi perempuan, tetapi juga akan meningkatkan kualitas hidup seseorang. Karena setiap orang, baik laki-laki dan perempuan dapat berkontribusi dengan cara yang terbaik sesuai dengan kemampuannya.
Maka, bukan tidak mungkin bagi suatu masyarakat untuk dapat mewujudkan kesetaraan gender, meskipun terdapat budaya patriarki yang sudah lama ada. Mewujudkan kesetaraan gender merupakan tujuan jangka panjang yang tidak dapat dicapai dalam waktu singkat. Karena untuk mengubah budaya patriarki yang dimulai dari perubahan cara berpikir dan sudut pandang memerlukan waktu lama.
Tantangan utama dalam mewujudkan kesetaraan gender dalam budaya patriarki adalah bagaimana kita bisa mengubah cara pandang tersebut secara perlahan. Perubahan ini memerlukan waktu, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Pendidikan menjadi kunci untuk merubah pola pikir yang sudah terbentuk. Dengan pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai kesetaraan sejak usia dini, anak-anak dapat berkembang dengan pemahaman yang lebih seimbang tentang bagaimana peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Hal ini akan mendorong generasi mendatang untuk memandang laki-laki dan perempuan sebagai individu yang memiliki kedudukan setara.
Selain pendidikan, peran pemerintah dalam membuat kebijakan yang mendukung kesetaraan gender juga sangat penting. Misalnya, dengan memastikan bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam pendidikan, pekerjaan, dan hak-hak politik. Selain itu, peraturan yang melindungi perempuan dari kekerasan dan diskriminasi harus ditegakkan dengan tegas. Kebijakan yang berpihak pada perempuan ini akan membentuk lingkungan yang lebih adil dan setara, baik di rumah maupun di tempat kerja.
Misalnya mewujudkan kesetaraan gender dalam rumah tangga agar budaya patriarki tidak lagi ada. Dapat kita lihat pada saat melalui pembagian tugas dan tanggung jawab yang adil di rumah, suami tidak hanya fokus pada pekerjaan di luar rumah tetapi turut membantu istri untuk melakukan pekerjaan rumah, seperti menyapu, membersihkan rumah, dan merawat anaknya. Sebaliknya, istri juga dapat memiliki kesempatan dan hak yang sama untuk mengejar karier dan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, tanpa merasa semua tanggung jawabnya hanya di rumah saja.
Dalam budaya patriarki tekanan pada laki-laki hanya sebagai pencari nafkah utama sering menyebabkan stres dan ketidakseimbangan dalam keluarga. Dengan kesetaraan gender, tanggung jawab dalam rumah tangga dapat dibagi secara adil tanpa memandang gendernya, sehingga memungkinkan kedua belah pihak dapat menjalankan peran mereka tanpa adanya tekanan. Hal ini dapat memberikan contoh positif kepada masyarakat agar tidak ada budaya patriarki dalam keluarga.
Menerapkan dan mempertahankan budaya patriarki akan memberikan dampak negatif terhadap keluarga. Salah satu dampak negatif budaya patriarki adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Salah satu permasalahan baru yang akan muncul akibat kekerasan dalam rumah tangga adalah perceraian. Pada dasarnya, penerapan budaya patriarki ini justru merugikan, terutama karena Perempuan sering menjadi sasaran dalam situasi seperti ini (Suryanata, 2022).
Menurut penulis pada akhirnya, jika budaya patriarki ini terus dipertahankan tanpa ada usaha untuk mengubahnya atau menyesuaikannya dengan perkembangan zaman, maka ketidakadilan terhadap perempuan akan terus terjadi. Hal ini karena penerapan budaya patriarki sebenarnya sudah diajarkan dan ditanamkan sejak usia dini. Jika budaya patriarki tetap ada dan tidak ada upaya untuk mengubahnya, maka perempuan akan terus merasa tertindas, terutama dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
Maka penulis ingin agar masyarakat tidak menganggap masalah budaya patriarki tersebut sebagai masalah biasa karena akan berdampak sangat luas dan mendalam terhadap kehidupan individu maupun masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu mewujudkan kesetaraan gender dalam budaya patriarki.
Mewujudkan kesetaraan gender dalam budaya patriarki memang bukan hal yang mudah, tapi itu bukan alasan untuk menyerah. Dengan melibatkan semua pihak, baik laki-laki dan perempuan untuk berkomitmen terhadap perubahan, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih adil, tanpa memandang jenis kelamin. Karena setiap laki-laki dan perempuan harus mendapat kesempatan yang sama untuk berkembang, belajar, dan mencapai impian mereka. Itulah yang sesungguhnya dimaksud dengan kesetaraan gender, dan kita semua bisa berperan dalam mewujudkannya.
Dapat disimpulkan bahwa mewujudkan kesetaraan gender dalam budaya patriaki merupakan tantangan besar dan membutuhkan perubahan yang mendalam dalam budaya, pendidikan, dan kebijakan. Budaya patriaki yang membatasi hak perempuan harus diubah dengan membiarkan kesempatan yang setara, mulai dari pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai kesetaraan hingga penegakan hukum yang melindungi perempuan. Pembagian tugas yang adil di rumah tangga dan tempat kerja, serta penghapusan peran tradisional yang membebani perempuan, akan mempercepat perubahan ini. Kesetaraan gender dapat tercapai jika semua pihak, baik laki-laki dan perempuan, berkomitmen untuk mendukung perubahan dan mewujudkan masyarakat yang adil dan setara.
DAFTAR PUSTAKA
Sulistyowati, Y. (2021). Kesetaraan Gender Dalam Lingkup Pendidikan Dan Tata Sosial. IJouGS: Indonesian Journal of Gender Studies, 1(2), 1--14. https://doi.org/10.21154/ijougs.v1i2.2317
Suryanata, I. W. F. (2022). Pengaruh Budaya Patriarki terhadap Perceraian dalam Masyarakat Hindu Bali. Jurnal Hukum Agama Hindu, 12(2), 1--23.
Syahputra, D. D., Bangun, M. B., & Handayani, S. M. (2023). Budaya Patriarki Dan Ketidaksetaraan Gender Dalam Pendidikan Di Desa Bontoraja, Kabupaten Bulukumba. Sustainable Jurnal Kajian Mutu Pendidikan, 6(2), 608--616. https://doi.org/10.32923/kjmp.v6i2.4028
Widhiyana, M. (2024). Pengaruh Budaya Patriarki Terhadap Kesetaraan Gender Dalam Keluarga Hindu. Belom Bahadat, 14(1), 83--99. https://doi.org/10.33363/bb.v14i1.1179
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H