Mohon tunggu...
Wahyuni Tri Erna
Wahyuni Tri Erna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasantri di Daar al-Qalaam Semarang

Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang. Karya Buku: Generasi Melek Lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bebas dari Akar Ketakutan

10 September 2023   20:21 Diperbarui: 10 September 2023   20:25 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Picture by: Pixabay

Ketidakberanian yang kamu hadapi saat ini adalah bentuk ketakutan yang kamu ciptakan sendiri. Semua yang terjadi dalam kehidupan nyata merupakan refleksi dari pemikiran-pemikiran dalam alam bawah sadar. Ketika kamu sedang merasakan takut akan suatu hal, maka yang menyusun ruang ketakutan itu sejatinya adalah diri sendiri. Diri sendiri terpaku akan daya kasat mata yang membentengi.

Mindset memang mempunyai kemampuan yang sangat magic. Apa yang akan terjadi sebenarnya dapat diprediksi dari sejauh mana tingkat nalar berpikirmu. Jika kamu mempunyai positive thinking, maka impactnya juga positif. Sebaliknya, jika kamu mempunyai negative thinking, maka impactnya juga negative.

Oleh sebab itu, ketakutan merupakan imbas dari salah satu contoh berpikir yang kurang sehat atau negatif. Bila ditarik benang merah, hal tersebut bisa disebabkan oleh berbagai hal. Diantara penyebab paling dominan yang paling melatarbelakangi adalah perasaan trauma dan overthinking.

Trauma menempati posisi dimana seseorang menggunakan pengalaman masa lalu sebagai indikator ketidakberanian. Dulu pernah mencoba melakukan sesuatu, tapi karena hasil tidak sesuai ekspektasi atau bahkan menimbulkan kesan yang buruk terhadap diri sendiri hingga trauma, maka ketika sesorang dihadapkan pada situasi atau peristiwa yang sama secara harfiah ia akan menciptakan benteng kasat mata yang dinamakan kekhawatiran lalu lambat laun menjadi ketakutan.

Contohnya saat sarapan di sebuah restoran bersama teman, kamu memesan bubur ayam dengan tambahan telur. Sedangkan temanmu memesan bubur dengan sate jeroan yang banyak. Kamu ditawari memakan sate jeroan itu, padahal kamu belum pernah mencobanya. Kamu kepo akan rasa tersebut, di sisi lain juga ragu untuk mencobanya. Namun, karena desakan dari temaan kamu, akhirnya kamu mengambil satu tusuk untuk dimakan. Setelah mencoba, ternyata rasa yang dihadirkan kurang cocok dengan lidahmu. Alhasil, kamu menandai makanan tersebut dan trauma untuk memakannya laagi.

Penyebab dominan yang lain yaitu overthingking. Berpikir yang berlebihan menyebabkan enggan melakukan sesuatu. Sebab, apa yang dipikirkan belum tentu benar-benar terjadi. Orang yang demikian biasanya melihat sebab dan akibat yang ditimbulkan. Namuun, kehati-hatian ini kadangkala justru menjadi penghambat seseorang untuk mencoba sesuatu dan menyebabkan takut yang berlebihan pula.

Menurutku, Orang yang sudah mengakar kuat ketakutannya harus mulai perlahan menghilangkannya dengan memperbaharui mindset atau pikirannya. Pikiran adalah awal atau dasar dalam melakukan sesuatu. Agar tidak lagi takut, maka jangan batasi pikiran dan jangan terlalu mengekang pikiran. Biarkan ia berjalan sebagaimana mestinya asal sesuai dengan tata aturan yang menjadi pedoman. Sebab, jika dibiarkan terus menerus ketakutan akan memupus perkembangan individu di segala aspek. So, yuk be brave people.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun