Mohon tunggu...
Wahyuni Tri Erna
Wahyuni Tri Erna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasantri di Daar al-Qalaam Semarang

Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang. Karya Buku: Generasi Melek Lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Political Family, Gak Bahaya Tah?

28 Agustus 2023   21:29 Diperbarui: 28 Agustus 2023   21:50 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: bukti.id

Tidak terasa satu tahun lagi Indonesia akan memasuki tahun-tahun politik, yakni masa Pemilu 2024. Euforia tersebut kini sudah mulai muncul. Banyak kita jumpai spanduk atau poster di sepanjang jalan, bahkan juga iklan-iklan di kanal media sosial. Para caleg pun mulai sedikit demi sedikit menggemborkan jati dirinya meski belum memasuki masa kampanye.

Pesta Demokrasi selama 5 tahun sekali ini merupakan manifestasi negara kesejahteraan & kemakmuran yang berlandaskan pada nilai-nilai pancasila. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, tentu pemilu adalah hal yang sangat diperlukan. Mengapa demikian? Sebab, agar ada asas keadilan bagi seluruh warga negara untuk bisa menjadi pemimpin negara.

Namun, demokrasi yang selama ini diterapkan di Indonesia penulis kira belum menjadi demokrasi yang seutuhnya. Sebab, sistem ini mengacu pada one people one vote. Idealnya, demokrasi sejati mengacu pada sistem Meritokrasi. Sistem yang menitikberatkan pada satu instrumen sebagai tolak ukur, contohnya berdasar pada prestasi masyarakatnya. Semakin tinggi prestasi yang dimiliki, maka poin vote yang punya juga semakin banyak.

Selain itu, demokrasi di negri ini juga kian dicederai oleh Political Family yang seakan-akan mirip seperti Monarki. Dimana tampuk kepemimpinan negara diturunkan atau dikuasai oleh satu keluarga (dinasti). Padahal, Monarki hanya dianut oleh negara-negara berbasis kerajaaan, seperti Inggris, Arab Saudi, dan sebagainya.

Political Family ini secara tersirat realitanya juga dipraktikkan oleh petinggi Indonesia saat ini. Dahulu pihak "sana" mengaku kalau tidak akan ikut terjun ke dalam dunia politik seperti Ayahnya, tapi lambat laun menceburkan diri, bahkan menantu juga. Miris bukan. Isu perpolitikan akhir-akhir ini yang tengah viral yakni Harry Tanoe Fam turut menambah PR negeri ini untuk berbenah.

Pencalonan keluarga Harry Tanoe mulai dari Ayah, Ibu, dan semua anak-anaknya pada Pemilu tahun 2024 hanya segelintir pengoyakan terhadap demokrasi. Sebab, kita juga sudah melihat secara langsung bahwa pemilu sebelum-sebelumnya juga banyak yang berlaku demikian. Entah apakah motif dibaliknya benar-benar demi kepentingan rakyat atau ada motif terselubung yang lain. Kita sebagai masyarakat yang notabene sebagai pemilih sih husnudzan ya. Namun, tetap kita harus selektif dan menjadi pemilih cerdas serta bijak. 

Dengan adanya berbagai fenomena perpolitikan yang semakin menghangat ini, penulis jadi mengamati dan menjadi tahu bahwa semakin engkau beruang, maka kekuasaan makin mudah digenggam. Semoga orang-orang yang diberikan kesempatan untuk dapat mencalonkan diri menjadi pemimpin negara kelak bila terpilih benar-benar menggunakan kekuasaan dan wewenangnya semata-mata untuk memajukan kepentingan ummat aamiin. Wallahu a'lam bi al-shawaab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun