Kehangatan Ied Fitr 1445 H masih dirasa bahkan mungkin sampai H+30. Pasalnya tahun ini adalah tahun yang membebaskan para pencari cuan ke kota untuk pulang ke kampung masing-masing. Saya dan keluarga kecil g mau ketinggalan moment yang belum tentu setahun sekali kami rasakan.
Tahun lalu, kami tak pulang lantaran tidak kebagian tiket kereta. Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa tahun ini kami kebagian tiket kereta untuk pulang kampung. Pemberangkatan dari Stasiun Pasar Senen Jakarta Pusat sampai ke Stasiun Tasikmalaya kami hadapi dengan riang gembira walau dengan hiruk pikuk ribuan manusia di dalam kereta. Di Kereta Serayu yang biasanya cukup sejuk dengan fasilitas AC yang tersedia tidak kami rasakan lantaran sesaknya isi penumpang di dalamnya. Bersyukur saat pemesanan di satu bulan sebelumnya kami memesan lima tiket sehingga kami bisa menggunakan satu kursi untuk sekedar memanjangkan kaki sejenak.Â
Tak seperti biasanya, kereta yang seharusnya tiba pukul 03.47 WIB kali ini mengalami keterlambatan sehingga kami tiba di Stasiun Tasikmalaya pukul 04.00 WIB. Dari stasiun menuju kampung leluhur kurang lebih 34 menit menggunakan transportasi grabcar.
Arus mudik kami lancar dan hanya sedikiy kendala keterlambatan.
Dua hari satu malam kami merasakan sejuknya tanah kelahiran sang bunda. Hujan yang turun cukup deras membuat anak kami Hadi ingin menikmati sejuknya alam Cidahu. Setelah mengantongi izin dariku, dia berlalu dengan sangat bahagia. Menikmati jutaan tetes air langit yang membasahi bumi Cidahu.Â
Tak terasa. Senin, 15 April 2024 waktunya kami balik kampung. Meninggalkan segala kesejukan dan ketenangan di sana. Tepat pukul 09.30 WIB kami berangkat dari depan Mts. Muawwanah menuju pul Primajasa. Kami tak memesan tiket balik dengan kereta lantaran sulitnya mendapatkan tiket tersebut. Tiket arus balik sold out hingga tanggal 20 April 2024 sedangkan kami sudah harus memulai aktivitas pada tanggal 16 Â April 2024. Sehingga kami memilih menggunakan transportasi bus kota menuju Daerah Khusus Jakarta.Â
Sesampainya di Pul Primajasa, ribuan pemudik yang akan kembali ke kota tempat mencari nafkah cukup padat. Sebelum naik bis terlebih dahulu kami harus mengantri mendapatkan tiket antrian masuk bis. Saat suami sampai di pengambilan tiket antrian, ternyata kami harus menunggu 15 jam untuk dapat masui ke bis. Luar biasa sekali, suami saya tak ingin menunggu selama itu sehingga kami putuskan untuk pergi ke Budiman. Dari pul Primajasa menuju Budiman, kami menaiki grabcar selama lima belas menit.
Awalnya kami berpikir jika sampai tidak dapat kendaraan ke Jakarta dalam waktu dekat maka kami akan sewa grabcar sampai ke Jakarta. Alhamdulillah, sesampainya di pul Budiman kami dapat empat kursi kosong menuju Jakarta yang berhenti di Priok. Walau harus merongoh ongkos lebih namun kami bersyukur karena kami bisa kembali ke kota tempat bekerja dengan tepat waktu.Â
Perjalanan kami menuju Jakarta sangat luar biasa, 17 jam di perjalanan membuat kegiatan kami tidak jauh dari makan, tidur, sholat, dan tidur lagi.Â
Bersyukur anak-anak tidak merengek dengan waktu yang dua bahkan hampit tiga kali lipat perjalanan pada umumnya.Â
Tepat pukul 01.45 WIB kami tiba di Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat.
Perjalanan ini adalah perjalanan terlama yang pernah kami alami karena sebelumnya paling lama 12 jam di perjalanan dengan mengendarai mobil sewaan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H