Praktik segitiga restitusi merupakan salah satu implementasi dari QS. Ali Imron ayat 159 di atas. Jika kita telisik hal apa yang telah melatarbelakangi turunnya ayat ini adalah saat Nabi Muhammad SAW menghadapi peristiwa kekalahan di Perang Uhud.Â
Kekalahan tersebut diakibatkan oleh ketidakpatuhan pasukan pemanah yang justru turun di tengah perebutan harta rampasan padahal mereka diamanati untuk menjaga bukit. Hal itu menyebabkan pasukan musuh bisa menguasai area bukit yang ditinggalkan.Â
Apakah lantas Nabi marah? Nabi justru bersikap lemah lembuh terhadap pasukan yang telah melanggar aturannya.
Teladan itulah yang diusahakan ada dalam diri seorang pendidik. Ketika murid bersalah, tidak lantas memarahi lalu memberikan hukuman tanpa ada solusi dan penguatan dari pendidik agar murid tidak mengulangi masalah yang sama.
Praktik segitiga restitusi diawali dengan menstabilkan identitas, kemudian memvalidasi tindakan yang salah, dan diakhiri dengan menanyakan keyakinan kelas adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menghadapi masalah yang murid hadapi. Sejatinya tindakan murid yang salah adalah adanya kebutuha dasar manusia yang belum terpenuhi sehingga dia melakukan kesalahan tersebut.
Jika Nabi Muhammad SAW telah memberikan teladan kepada kita terhadap manusia dewasa yang sudah sempurna secara akal. Mengapa tidak kita lakukan terhadap anak-anak kita dan murid-murid kita yang jelas mereka masih mencari jati diri siapa mereka sebenarnya.
Ikan lele dan ikan kakap
Kedua itu favorit kang Alan
Jika anak kita melakukan khilap
Cukup maafkan dan beri teladan
Ihdinashshirothol mustaqin