Saat ini, paling tidak beberapa kota di Indonesia mulai melakukan uji coba penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru setelah menurunnya angka Pasien Covid-19 di beberapa wilayah.
Hal tersebut memberikan sedikit kelegahan bagi semua orang termasuk kalangan muda yang selama 3 bulan terakhir tidak bisa memaksimalkan potensi atau agresifitas mereka dalam melakukan banyak hal yang bisa memberikan stimulus positif bagi pemenuhan basic needs-nya.
Saya contohnya, selama masa PSBB diberlakukan, berbagai keterbatasan-pun saya rasakan. Karena bagi sebagian pemuda seperti saya, bekerja secara Online merupakan kebiasaan baru serta membutuhkan infrastruktur pendukung yang memadai.
Sekilas tentang Generation-Z atau Gen-Z, Banyak yang berbicara tentang pengertian Gen-Z ini. Setidaknya Dalam esai berjudul "The Problem of Generation," sosiolog Mannheim mengenalkan teorinya tentang generasi.
Menurutnya, manusia-manusia di dunia ini akan saling memengaruhi dan membentuk karakter yang sama karena melewati masa sosio-sejarah yang sama.
Sparks and Honey juga pada 2014 menjelaskan rentang umur yang dipakai untuk mendeskripsikan Generasi Z adalah anak-anak yang lahir 1995 hingga 2014. Hal tersebut itulah yang membedakan kelompok Gen-Z ini dengan generasi yang lain.
Berbicara tentang Gen-Z, kita tidak boleh sama sekali melupakan adanya potensi besar yang dalam waktu dekat akan tiba di Indonesia, fenomena ini sangat langka dan tidak dialami oleh semua negara di Dunia, hal tersebut adalah fenomena Bonus demografi. Periode 2011-2014 kita tahu bahwa isu tentang Bonus demografi yang sering kali kita dengar di-gaungkan di seluruh media nasional, menjadi diskursus pada setiap kajian-kajian, menjadi topik dan tema utama pada hampir setiap seminar, seolah menjadi hal yang benar-benar kita sebagai bangsa harus matang dan sangat siap pada saat Bonus Demografi itu tiba, kini seolah tidak seksi dan dilupakan.
Bonus demografi Indonesia sebagaimana yang disampaikan dalam siaran Pers BAPPENAS memprediksikan pada Tahun 2030-2040 penduduk usia produktif mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk Indonesia yaitu sebesar 297 juta jiwa.
Potensi yang ada di depan mata para Gen-Z ini tidak boleh berhenti dipersiapkan secara terus-menerus, kita tanamkan pada diri generasi penerus bangsa bahwa ini merupakan peluang emas yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Apabila tidak, yang terjadi adalah sebaliknya.
Selayaknya dua mata koin, peluang yang semakin besar itu tentu memiliki konsekwensi yang sama besarnya. Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengkhawatirkan adanya peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia akibat pandemi COVID-19. Physical distancing, kecepatan dan ketepatan menuntut adanya sistem digital dalam setiap proses kerja.
Artinya adalah, akan ada subtitusi yang cukup besar dari peran manusia menjadi peran Artificial Intelegence yang mendukung proses tersebut. "Dikhawatirkan pada 2021 pengangguran mencapai 10,7-12,7 juta orang," di ruang rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (22/6/2020). Data lain,
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah Tingakat Pengangguran Terbuka (TPT) terus saja meningkat dikarenakan banyak perusahaan atau pabrik yang merumahkan bahkan PHK.
Penjelasan di atas tentu saja memunculkan pesimisme yang luar biasa pada kalangan Gen-Z ini, mereka saat ini yang sebagian besar adalah lulusan baru dan/atau sedang menduduki bangku kuliah tingkat akhir harus menghadapi kenyataan yang sulit, saat mereka lulus dan siap untuk bekerja, kenyataanya mereka harus menjadi beban negara karena minimnya lapangan kerja.
Kegelisahan tersebut mengemuka pada acara Talk Show YPPTimes dengan Judul Respon Generation Z pasca Pandemi COVID-19 yang diselanggarakan oleh bidang Young Planning Professionals Ikatan Ahli Perencanaan (YPP-IAP) Indonesia pada 26 Juni 2020 lalu.
Dedi Gustiawan (Ketua IMPI) sebagai perwakilan mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) se-Indonesia menjelaskan kegelisahan tersebut, "kami harus bagaimana? bekerja sesuai bidang profesi atau menjadi pengangguran dalam kondisi yang serba tidak menentu seperti saat ini, ditambah lagi dengan adanya ketidaksesuaian formasi penerimaan CPNS oleh pemerintah yang menurut para mahasiswa tidak sesuai dengan bidang profesi yang dibutuhkan."
Dedi mengharapkan adanya kolaborasi dari berbagai pihak pada bidang profesi termasuk IAP untuk ikut melakukan berbagai upaya agar dapat keluar dari permasalahan tersebut.
Untuk merespon kegelisahan tersebut, Talk Show ini juga menghadirkan para pemuda yang saat ini telah bekerja sesuai dengan passion mereka. Mereka menguraikan pandangannya tentang optimisme, memacu semangat para Gen-Z untuk tetap yakin pada kemampuan diri dan terutama adalah membuka wawasan yang lebih luas. Bahwa lingkup pekerjaan di bidang PWK saat ini tidak terbatas pada konsultan/developer atau PNS saja.
Para pembicara membagikan pengalaman yang mengantar mereka sampai pada pencapaian-pencapaian besar. "Bekerja tetap dan tetap bekerja, berpenghasilan tetap dan tetap berpenghasilan adalah hal yang sangatlah berbeda. Ini soal Mindset!" tutur Ilham Akbar Mustafa (pengurus BPP HIPMI).
"NETWORKING adalah jalan kesempatan agar Gen-Z mampu melihat jutaan peluang di masa depan" sambung Runita Kesumaramdhani (Head of Investment and Research, Asia Green Real Estate).
Rizqa Hidayani (Program Manager, Kota Kita Foundation) menyampaikan "Sabagian besar dari Gen-Z kurang dalam merefleksikan Interest-nya apa dan kemana. Sehingga cenderung apa adanya saja, terus berlatih untuk memiliki kemampuan Critical Thinking".
Di atas semua itu, Roby Kurniawan (Ketua IAP Termuda, IAP Kepulauan Riau) menambahkan "anak PWK sejatinya adalah Leader pada lingkup kerja tertentu sehingga pastikan bahwa kalian memiliki keunggulan kompetensi bidang PWK, IAP sebagai asosiasi profesi bidang PWK mempunyai CPD (Continous Professional Development) merupakan wadah untuk meningkatkan kapasitas kompetensi bidang secara menerus bagi setiap anggotanya." Diskusi yang dihadiri oleh 100 orang peserta anak muda tersebut mencapai kesimpulan bersama bahwa KOMPETENSI, KOLABORASI DAN KECEPATAN ADALAH KEKUATAN GENERATION-Z UNTUK SURVIVE PADA MASA POSTPANDEMI COVID-19.
Kegiatan tersebut hanya bagain kecil dari sekian banyak upaya yang harus terus dilakukan oleh semua stakeholders untuk mengambil bagian secara aktif dalam hal pembinaan maupun pelatihan kepada para Gen-Z ini.
Bonus demografi memang harus ditandai dengan semangat dan gerakan besar secara kolektif untuk bisa memaksimalkan peluang penting itu. Memang tidaklah mudah, ancaman pengangguran serta hantaman pandemi Covid-19 membuat segalanya harus berfokus ke soal itu.
Bukan berarti Gen-Z harus “marah-marah” agar mendapat atensi negara, karena problem kuncinya terdapat pada kapasitas personal. Maka tingkatkan kompetensi dan tumbuhlah secepat-cepatnya dengan cara yang produktif. Pilihannya hanya dua, kita akan menjadi aktor pembangunan atau hanya menjadi penonton yang meriah.
Masa depan negara bergantung pada mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H