Mohon tunggu...
Wahyu Fajar Lestari
Wahyu Fajar Lestari Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer - Mahasiswa

Menyukai pendidikan, menulis, dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Kethingan: Kearifan Lokal yang Mulai Sulit Ditemui di Kota 1001 Goa, Pacitan

21 Juni 2024   10:02 Diperbarui: 21 Juni 2024   10:04 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : travel.detik.com 

Salah satu tradisi berbasis kearifan lokal yang masih berkembang di Kabupaten Pacitan adalah tradisi Kethingan atau ada juga yang menyebutnya Kething-Kething. 

Tradisi Kethingan adalah tradisi selametan untuk anak yang berusia dua tahun, tepatnya ketika bayi sudah tidak menyusu atau disapih. Tradisi ini mempunyai arti mendalam, salah satunya bertujuan untuk menghilangkan segala keburukan pada si anak. 

Dalam bahasa Jawa biasanya dikenal dengan "ilang bajangsawange kari gelis gedhene" sekaligus doa supaya anak yang "dikethingi" senantiasa diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Esa. 

Sayangnya, saat ini upacara adat tersebut mulai sulit ditemui di Kabupaten Pacitan, pun jika ada kemungkinan mempunyai prosesi yang berbeda-beda disesuaikan dengan kepercayaan masing-masing.

Khususnya di Desa Pelem, Kecamatan Pringkuku, tradisi Kethingan mempunyai beberapa prosesi yang harus dilaksanakan, yaitu anak mandi bunga, anak memilih uborampe, dan selametan (tasyakuran bersama). Prosesi pertama yang harus dilaksanakan oleh si anak yang akan "dikethingi" adalah mandi bunga. 

Anak akan dimandikan oleh dukun anak dengan air yang sudah dicampur dengan bunga, bedak, dan uang recehan. Prosesi ini mempunyai makna agar si anak dijauhkan dari segala macam penyakit atau marabahaya. 

Adapun, uang recehan itu sebenarnya hanya digunakan untuk memikat si anak agar mau mandi. Di dekat pemandian si anak, juga harus disiapkan pakaian baru. 

Selain itu, biasanya akan disediakan satu bungkus nasi, lauk pauk, opak rengginang, dan sayur yang berisi ceker dan kepala ayam. Menurut kepercayaan orang Jawa, setelah si anak selesai mandi dan berpakaian, makanan tersebut tidak boleh dibawa kembali ke dalam rumah.

Selanjutnya, dukun anak akan memberikan anak tersebut kepada orang tuanya untuk dibawa ke dalam rumah. Di dalam rumah, sudah terdapat nampan besar (tampah) yang berisi berbagai macam makanan dan uborampe. 

Uborampe yang ada antara lain meliputi jadah (beras ketan yang dimasak dan ditumbuk halus), pisang raja, opak rengginang/krecek, kolong, kebo gerang (jadah yang dibentuk menyerupai kerbau dan tanduknya terbuat dari irisan kelapa), pisang semeru (pisang mentah yang dikukus), alu-alu (jadah yang dibentuk menyerupai alu), untir-untir (jadah yang dibentuk menyerupai untir-untir), tompak (jadah yang dibentuk bundar  tipis, jika dalam tradisi Tingkeban diberi gula jawa, maka dalam tradisi ini diberi tanduk dari irisan kelapa), dan  dua tangkai padi (lumbung selayur).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun