Mohon tunggu...
Wahyu Fajar Lestari
Wahyu Fajar Lestari Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer - Mahasiswa

Menyukai pendidikan, menulis, dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Membaca Makna Tradisi Srakalan di Kecamatan Pringkuku Pacitan

14 November 2023   08:44 Diperbarui: 14 November 2023   11:48 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Srakalan adalah suatu tradisi yang digunakan untuk menyambut bayi yang baru lahir dengan diiringi syair-syair keagamaan, shalawat nabi, dan pembacaan ayat-ayat suci Al-quran.  Di beberapa tempat, kegiatan ini juga disebut mahalul qiyam, shalawat al-berzanji, dan Dibaan. Beberapa sumber menyebutkan Srakalan berasal dari kata “Asyraqal” (bahasa Arab), atau lengkapnya Asraqa Badru Alainaa, dimana kalimat ini merupakan bacaan pembuka ketika kegiatan tersebut dimulai, sehingga orang-orang Jawa zaman dahulu lebih mudah menyebutnya dengan Srakalan hingga saat ini.

Biasanya tradisi ini dilaksanakan pada hari ke-7 atau ke-9 setelah kelahiran bayi bersamaan dengan digelarnya aqiqah. Aqiqah adalah salah satu hal yang disyariatkan dalam agama Islam bagi bayi yang baru lahir. Ditandai dengan disembelihnya satu ekor kambing bagi bayi perempuan dan dua ekor kambing bagi bayi laki-laki. Hal ini sebagai bentuk rasa syukur umat Islam kepada Tuhan Yang Maha Esa atas bayi yag dilahirkan.

Sebelum tradisi Srakalan dilaksanakan, ayah dari si bayi harus menguburkan plasenta atau ari-ari si bayi di dekat pintu rumah dan diberi penerangan. Dalam tradisi Jawa, ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam penguburan ari-ari. Ari-ari harus diletakkan di dalam kendi kecil, diberi alas kain putih, kemudian dikuburkan bersama dengan beras, kunyit, jarum, buku, dan bolpoin. Dengan dilakukannya hal itu, orang tua berharap si jabang bayi dapat diberikan kemudahan dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Setelah itu, tradisi Srakalan baru bisa dilaksanakan.

Dalam tradisi Srakalan ini ada juga perlengkapan yang perlu dipersiapkan yaitu kelapa gading muda, gunting, bedak dan jarik sejumlah 7 atau 9 macam tergantung hari dilaksanakannya Srakalan. Selain itu, pemilik rumah juga harus mengundang 7 atau 9 orang tua untuk ikut melaksanakan tradisi itu. Biasanya orang tua tersebut akan dikalungi jarik dan dimintai kesediaannya untuk mendoakan serta mencukur rambut si jabang bayi. Potongan rambut akan dimasukkan ke dalam kelapa gading muda yang sudah dilubangi dan kemudian kepala bayi akan diusap dengan bedak atau wewangian.

Dalam proses mencukur rambut, si jabang bayi harus digendong sambil berputar mengelilingi orang tua tersebut. Pada saat itulah syair-syair keagamaan  akan dinyanyikan disertai dengan pembacaan ayat suci Al-quran yang dilakukan oleh beberapa orang. Selain proses mencukur rambut, orang tua si jabang bayi juga akan mengumumkan nama anaknya tersebut. Prosesi inilah yang kemudian dikenal dengan tradisi Srakalan.

Sebenarnya tradisi Srakalan ini merupakan tradisi yang mencerminkan ajaran Islam bagi bayi yang baru lahir. Seperti dalam sabda nabi Muhammad, “setiap anak yang baru lahir tergadai dengan aqiqahnya, (sampai) disembelihnya (aqiqah) itu untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambunya dan diberi nama.”

Tradisi Srakalan di akhiri dengan adanya acara tasyakuran atau kondangan. Pemilik rumah akan mengundang tetangga dan sanak saudara untuk ikut memeriahkan kelahiran si jabang bayi. Selain itu, tasyakuran ini menjadi sarana sedekah bagi pemilik rumah sebagai wujud rasa syukur atas kelahiran putra-putrinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun