Mohon tunggu...
Wahyu Fajar Lestari
Wahyu Fajar Lestari Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer - Mahasiswa

Menyukai pendidikan, menulis, dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengulik Urgensi Pragmatik Sebagai Strategi Komunikasi Dalam Kehidupan Sehari-hari

16 Maret 2023   18:49 Diperbarui: 14 November 2023   08:05 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kehidupan, tentu kita tidak bisa lepas dari kegiatan berkomunikasi dan bersosialisasi karena pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lain. Dalam membangun sebuah komunikasi tentunya dibutuhkan sarana sehingga proses komunikasi dapat berlangsung dengan baik dan informasi yang ada di dalamnya dapat ditangkap dengan baik pula.

Inilah pentingnya memahami dan belajar bahasa. Bahasa adalah sarana atau alat komunikasi paling efektif yang dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan, pikiran, perasaan, atau informasi kepada orang lain, termasuk sebagai sarana bersosialisasi. Maka dari itu, peran bahasa menjadi sangat dominan dalam berbagai aktivitas keseharian manusia.

Belajar bahasa berarti belajar cara berkomunikasi dengan baik. Nah, dalam implementasinya belajar bahasa perlu memahami aspek bentuk, makna, dan fungsi. Hal ini selaras dengan pembelajaran sebelumnya yaitu terkait linguistik struktural dan linguistik fungsional. Belajar linguistik struktural berarti belajar linguistik secara diadik (bentuk dan fungsi). Sementara itu, belajar linguistik fungsional berarti mempelajari linguistik secara triadik (bentuk, fungsi, konteks). Linguistik struktural berarti mempelajari fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan analisis wacana. Sementara itu, linguistik fungsional terdiri atas sosiolinguistik, pragmatik, sosiopragmatik, psikolinguistik, dan sebagainya.

Lebih lanjut, berkomunikasi bukan hanya sekadar berkata dan berbicara saja tetapi  juga membutuhkan strategi yang tepat. Tentunya hal ini bertujuan agar suatu tuturan atau percakapan itu bisa saling dipahami dengan baik oleh penutur, lawan tutur, dan partisipan. Penutur adalah orang yang menyampaikan maksud dan tujuan saat berkomunikasi dengan lawan tutur. Sedangkan lawan tutur adalah orang yang diajak berkomunikasi. Adapun, partisipan adalah orang ketiga yang biasanya muncul dalam tuturan.

Dalam pembahasan kali ini, kita akan belajar mengenai pragmatik yaitu suatu interdisipliner yang mempelajari maksud tuturan dari seorang penutur dengan melibatkan konteks. Dari pragmatik inilah kita bisa memahami secara lebih mendalam mengenai strategi komunikasi yang baik.

Belajar pragmatik berarti belajar strategi komunikasi yang melibatkan konteks.  Konteks dalam komunikasi merupakan situasi yang menyertai tindak tutur antara penutur dan lawan tutur.

Lebih lanjut, dalam berkomunikasi perlu dipahami aspek-aspek kontekstual situasi tutur yang meliputi (1) penutur dan lawan tutur, (2) tujuan tuturan, (3) konteks tuturan, (4) sarana tutur, dan (5) mematuhi prinsip kerja sama dalam percakapan. Dengan memahami kelima aspek situasi tutur tersebut maka seorang penutur akan dapat memilih strategi tutur yang tepat dan santun untuk berkomunikasi dengan siapa saja dan konteks apa saja.

Selain itu, seorang penutur juga harus menguasai keterampilan berkomunikasi yang lain seperti penggunaan nada, intonasi percakapan, dan memilih diksi yang tepat sesuai dengan siapa lawan tuturnya, konteks tuturannya, tujuan tuturannya, media tuturan, dan siapa partisipan saat melakukan peristiwa tutur tersebut. Hal ini juga merupakan bagian dari upaya memanusiakan manusia melalui tuturan, artinya kita membiasakan diri bertutur yang baik sehingga tidak menyinggung atau menyakiti perasaan orang lain.

Berbagai analisa penggunaan teks, koteks, dan konteks yang mempunyai substansi pragmatik dalam kehidupan sangat dekat dengan keseharian penutur dan lawan tutur, baik dalam situasi formal maupun non formal. Contoh konteks  komunikasi kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut.

Galuh  : "Apakah di kelas ini AC-nya mati?"

Mara    : "AC-nya sudah nyala, kok,"

Galuh  : "Kok, kelasnya panas banget, ya?"

Mara    : "Kayaknya suhu AC-nya perlu di tambah lagi,"

Berdasarkan percakapan di atas dapat dideskripsikan bahwa ada maksud tertentu yang ingin di sampaikan oleh Galuh sebagai penutur kepada Mara sebagai lawan tutur. Galuh merasa kegerahan padahal AC di kelas mereka sudah menyala. Disini Mara yang mendengar pernyataan Galuh pun langsung memahami maksud perkataannya yaitu suhu AC-nya kurang dingin. Namun, jika pada awalnnya AC kelas belum dinyalakan, maka Galuh sebagai penutur tentu menginginkan Mara menyalakan AC di kelas. Disinilah pentingnya pemahaman akan konteks tuturan dalam suatu tindak tutur, karena hal ini akan sangat mempengaruhi maksud ujaran yang disampaikan oleh penutur. Selain itu, dalam percakapan tersebut, Mara dan Galuh mempunyai latar belakang yang sama sehingga bahasa yang digunakan adalah nonformal.

Jadi intinya, peran teks, koteks, dan konteks dalam sebuah percakapan antara penutur dan lawan tutur akan sangat menentukan pemahaman maksud ujaran dalam suatu tindak tutur.

Penulis : Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum

Penulis : Wahyu Fajar Lestari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun