Sholat id idul adha sudah selesai dilaksanakan. Jamaah yg datang sepertinya tidak sebanyak idul fitri yg lalu, biasanya penuh meluber. Namun kali ini tak seramai itu, anak anak yg biasa diteras kini bisa masuk kedalam. Itu dikarenakan banyak penduduk yang keluar. Maksutnya bekerja keluar kampung, malah tak sedikit yg keluar negeri yaitu Kucing Serawak. Maklumlah usaha dikampung tidak memadai hanya cukup untuk makan sehari hari.
Ada panitia yang mengurus kurban. Katanya kalau dibuat panitia kurban supaya terjangkau. Maklumlah masyarakat penghasilannya kecil, tak akan mampu membeli hewan kurban sekaligus. Sebenarnya itu bukan panitia tapi hanya orang yang peduli. Panitianya hanya seorang diri. Dia juga ketua dia juga anggota. Kalau sampai pelaksanaanya seperti ini dibantu warga sekitar. Caranya yaitu dengan arisan kurban. Untuk satu ekor sapi anggotanya tujuh orang dengan iyuran sebesar Rp 150.000 per bulan. Dalam setahun terkumpul uang Rp 12.600.000. Kali ini setelah dibelikan sapi ternyata masih nombok Rp 100.000 per anggota. Katanya imbas dari harga daging yg nik.
Dibelakang mesjid sudah ada terikat hewan kurban yaitu sapi, tak terlalu besar, sesuai dengan harganya. Rencananya akan dipotong selepas sholat id. Karena urusannya itu sudah diserahkan semua kepada panitia, jadi saya tidak repot lagi. Setelah sholat saya lansung pulang kerumah bersama jamaah lainnya. Tapi anggota arisan ada juga yang ikut membantu panitia. Maklumlah kan banyak pekerjaan yang perlu dilakukan, itu anggapan mereka, mungkin mereka tak enak juga membiarkan paniti saja. Tapi bagi sy pribadi malah tak enak rasanya kalau ada di tempat. Takut orng salah paham. Karena saya ikut kurban, seperti tidak percaya dengan panitia. Oleh sebab itu saya memilih dirumah saja.
Ternyata ada seorang anak yg datang kerumah yang menyampaikan pesan panitia agar istri saya pergi kesana. Setelah kutanya untuk apa? Dia juga tak tahu. Tanpa berlama lama maka pergilah saya mengantarkan istri bersepeda motor, jaraknya tak terlalu jauh juga. Tapi kalau jalan kaki kurang lebih 20 menit.
Maka hewan kurban pun ditumbangkan dengan cara menarik tali yg terikat dikakinya. Ada yang membuat saya geli melihat kelakuan teman teman disaat menumbangkan sapi. Mungkin karena gembira, bahagia, bersuka ria. Maklum ritual ini hanya ada setaun sekali. Apa lagi kurban tiap tahun hanya seekor saja begitu juga kali ini. Namanya Pak Uwak. Mungkin karena dia suka melawak maka dipanggillah namanya begitu.
Ketika sapi mau ditumangkan dia disuruh menarik tambang yang mengikat kaki sapi. Iapun melakukannya dengan bersemangat sehingga sapipun terjerembab. Saat sapi terjerembab tumbang mungkin maksutnya menahan supaya sapi tidak meronta maka iapun bergulingan ditanah juga, seperti sapi terjerembab begitulah juga dia ikut terjerembab. Ha ha ha ada ada saja pak uwak. Memang ia sengaja memancing tawa anak anak yg ramai menyaksikan momen tahunan yaitu kurban kali ini.
Setelah kurban disembelih maka dagingnya dipotong potong dan di masukan dalam kantomg plastik. Tiap kantong ada setengah kg. Jumlah kantong yang tersedia kurang lebih seratusan. Cukuplah untuk dibagikan kesemua warga kampung satu rumah satu kantong. Tak memilih miskin kaya semua kebagian merasakannya. Untuk mengantarkanya kerumah warga sudah siap petugasnya, yaitu pak RT. Ada tiga RT di lingkungan kami. Tiga orang itulah yg bertugas membagikan ke masing masing warganya. Itulah pak RT yang selalu mau bertugas tanpa pamrih, tanpa mengharapka gaji bulanan demi kesejahteraan warganya. O... Ya bagi yang melaksanakan kurban dapat bagian 3 kg/orang. Setelah dibawa pulang terserah mau diapakan. Bagi sy rencana mau ngajak kawan sekantor makan siang besok. Hitung hitung sedekah sambil menggumpulkan teman teman, halal bihala.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H