Mohon tunggu...
Wahyu Kuncoro SN
Wahyu Kuncoro SN Mohon Tunggu... Editor - Kolumnis - Editor - Dosen

Urip prasojo ora neko neko

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Anak Nggowo Rejeki Dhewe-dhewe!"

28 Agustus 2021   09:22 Diperbarui: 28 Agustus 2021   09:40 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

 Ada pepatah lama mengatakan "Banyak Anak, Banyak Rejeki". Ada juga pepatah Jawa " Anak Nggowo Rejeki Dhewe-dhewe (anak membawa rejeki sendiri-sendiri). Lantas apa yang membuat kita merasa perlu untuk tidak memiliki anak (childfree)?

 

Setiap manusia pastilah ingin hidupnya selalu bahagia. Demikian juga ketika kita memutuskan untuk berkeluarga. Maka, membangun keluarga adalah salah satu jembatan mewujudkan kebahagiaan. Lazimnya, sebuah keluarga bahagia adalah keluarga yang terdiri dari kedua orang tua dan anak-anaknya. 

 

Kehadiran anak selama ini dipercaya sebagai faktor utama terwujudnya kebahagiaan keluarga. Orang tua kadang merelakan segalanya demi punya anak. Perceraian kadang juga dipicu karena ketidakhadiran seorang anak. Bahkan seorang istri merelakan suaminya menikah lagi demi memenuhi keinginannya memiliki anak. Lantas kalau ada keinginan untuk tidak memiliki anak (childfree), apa salahnya?

 

Sekali lagi, kita hidup tentu ingin meraih bahagia. Kita berkeluarga juga untuk meraih bahagia. Dan kita memiliki anak juga untuk meraih bahagia. Lantas, ketika hadirnya anak tidak menghadirkan kebahagiaan tentu akan muncul pertanyaan, ada apa dengan anak?

 

Ada beberapa pertimbangan yang membuat sepasang suami istri tidak menginginkan anak (childfree). Di antaranya karena tidak siap memiliki anak, secara ekonomi merasa tidak akan bisa membesarkan anak, khawatir anaknya akan menderita, atau juga karena tidak ingin repot dengan anak-anak atau bahkan karena kehadiran anak hanya akan mengurangi cinta di antara pasangan tersebut dan sebagainya.

 

Argumentasi argumentasi yang disampaikan untuk membenarkan pilihan hidup untuk tidak punya anak biasanya lebih mendasarkan pada kekuatan akal pikiran manusia semata. Persoalan khawatir repot, khawatir anaknya menderita, cemas cinta pasangan berkurang dan bla..bla, itu semua adalah wilayah akal manusia. Sementara kita hidup tidak selalu mengikuti logika akal manusia. 

 

Di sinilah pentingnya kepercayaan tentang kekuatan yang berada di luar manusia, yakni berkaitan dengan religiusitas seseorang. Seseorang yang percaya dengan adanya kekuatan di luar dirinya, tentu tidak selalu membuat pilihan hanya berdasar akalnya semata. Tugas manusia adalah berusaha, berikhtiar maka selanjutnya biarlah Tuhan yang memutuskannya.

 

Memutuskan tidak memiliki anak bisa jadi akan menjadi tren kalau perilaku itu secara terus menerus dikampanyekan. Kalau misalnya media dan media sosial terus menerus mengampayekan betapa indahnya hidup tanpa anak misalnya, maka bukan tidak mungkin gaya hidup seperti itu akan tumbuh dan berkembang.

 

Memilih memutuskan untuk tidak memiliki anak sama artinya kita ingin mengakhiri kehidupan. Orangtua dengan bertaruh nyawa melahirkan kita, demi untuk melanjutkan kehidupan, sementara kita memutuskan untuk tidak melanjutkannya. Alangkah egoisnya kita, karena itu berarti kita memberangus hak-hak anak anak cucu kita untuk menikmati kehidupan.

 

Kita hadir di dunia untuk melanjutkan kehidupan, melanjutkan peradaban. Tidakkah kita bisa menyelami betapa hebatnya kita kalau menjadi bagian dari generasi yang mampu melahirkan generasi yang lebih baik lagi. Tidak inginkah kita, tidak bahagiakah kita kalau  bisa melahirkan generasi generasi baru yang hebat. Memang tidak mudah untuk mewujudkannya, tetapi percayalah akan selalu ada kekuatan yang akan membantu kita mewujudkan kebahagiaan itu. Anda percaya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun