Mohon tunggu...
Wahyu Kuncoro
Wahyu Kuncoro Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca di saat ada waktu, penulis di saat punya waktu.

Seorang suami dan ayah 1 anak, tinggal di Bali.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak-anak Harus Bahagia

23 Februari 2020   20:28 Diperbarui: 23 Februari 2020   20:39 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Praktiknya, anak-anak sering melakukan kegaitan membaca mandiri saja. Mengapa? Karena guru-guru tidak mengerti apa yang harus dilakukan dengan kegiatan membaca yang lainnya. 

Dalam hal ini, nampak bahwa sekolah sebagai basis paling akhir dalam hirarki pendidikan tidak paham dengan program ini. Di level Dinas Pendidikan setempat barangkali juga tidak memberi pencerahan terkait dengan Gerakan Literasi Sekolah. 

Yang paling gampang diingat dan disampaikan ke sekolah-sekolah adalah lakukan membaca 15 menit sebelum pelajaran. Itu saja.

Begitulah amburadulnya praktik literasi di sekolah. Tapi, pihak di sekolah percaya diri bahwa telah melakukan tugas dengan baik memajukan siswa. Nah, di sini nampak lagi bahwa idea untuk membaca 15 menit ini kabur di tingkat sekolah.

Sasarannya bukan untuk menumbuhkan minat baca dan apalagi menumbuhkan budi pekerti anak, tetapi lagi-lagi untuk memperluas pengetahuan anak-anak. 

Kita selalu terjebak bahwa anak menjadi pintar jika membaca buku. Buku yang disodorkan untuk dibaca anak-anak adalah buku-buku teks pelajaran. Kita alergi dengan buku fiksi. Buku-buku itu dianggap tidak memberi manfaat bagi anak. 

Manfaatnya adalah untuk kesenangan, yang dalam hal ini dimaknai negatif untuk 'sekedar bacaan hiburan' dan tidak mengandung pengetahuan.

Alasan tujuan membudayakan membaca untuk menambah wawasan/pengetahuan adalah mulia tetapi justru tidak benar. Malahan, ini merupakan placebo, memberi pil yang salah untuk mengobati penyakit lemahnya literasi anak. 15 menit membaca menjadi sebuah 'fake treatment' untuk membudayakan membaca. 

Ketika jenis buku yang disediakan untuk anak tidak terkontrol, banyak berupa buku-buku teks yang tidak sesuai kebutuhan membaca anak, program ini persis hanya untuk mengisi waktu saja. ini menjadi perayaan yang sia-sia yang tidak membuat anak-anak cinta membaca.

Lantas Bagaimana?

15 menit membaca pada praktiknya tidak mudah. Banyak kendala yang menjadi penyebabnya. Yang utama adalah pemahaman yang tidak tepat mengenai tujuan program dan bagaimana mengimplementasikan di sekolah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun