Mudik Lebaran sejatinya adalah aktifitas liburan favorit saya sepanjang tahun, dari sejak kecil saya tidak ingat pernah melewatkan mudik lebaran. Setiap tahun hampir pasti saya dan keluarga mudik ke kampung halaman dan bersilaturahmi dengan keluarga besar, setelah pulang mudik biasanya lanjut silaturahmi keluarga yang ada di Jakarta.
Moda transportasi pun berubah-ubah sesuai jamannya. Mudik lebaran di masa kecil saya diwarnai dengan konvoi mobil beramai-ramai dari Bekasi hingga Salatiga sekeluarga besar, hingga menaiki Bus Muncul atau Bus Raya dari pool-nya di dekat terminal Pulo Gadung.
Tradisi yang tertanam dari masa kecil itu berlanjut saat saya sudah berkeluarga. 2011 menjadi tahun yang spesial karena tahun itu untuk kali pertama saya dan keluarga kecil saya bisa Mudik Lebaran naik mobil pribadi. Sejak itu hingga tahun kemarin saya tidak pernah absen sekalipun untuk Mudik Lebaran.
Kumpul-kumpul di kampung halaman, perjalanan menuju kesana, dan segala hal yang berbau mudik lebaran membuat saya bahagia luar biasa.
Minggu terakhir kerja sebelum mudik biasanya adalah hari-hari penuh harap bahwa sebentar lagi akan dimulai libur lebaran, yang biasanya menjadi highlight hidup saya selama setahun. Kalau mau dibilang bahwa hidup saya 11 bulan lebih itu menunggu lebaran datang, rasanya tidak berlebihan.
Bagian favorit saya dari mudik lebaran adalah perjalanan menuju tujuan. Mulai dari persiapan, belanja perbekalan untuk di jalanan, sampai masuk mobil dan bersiap jalan, semuanya itu menyenangkan, membahagiakan.
Di jalan, biasanya jalan santai, kecuali jalan kosong ya sesantai-santainya tetap cepat juga jalannya. Mendengarkan musik dari spotify, sekedar ngobrol, melihat pemandangan, menikmati macet, semuanya ngangeni.
Oh iya, tidak lupa melihat lini masa kanal berita khusus mudik juga jadi aktifitas yang khas di masa-masa Mudik Lebaran.
Menginap di hotel transit juga menjadi hal yang menarik dan menjadi bagian tak terpisahkan dari aktifitas mudik, setidaknya dulu saat perjalanan dari Bekasi ke Salatiga tujuan saya butuh waktu lumayan panjang karena macet yang masih kerap muncul di ruas-ruas jalan Pantura. Pekalongan biasanya jadi kota favorit, menginap di hotel-hotel seketemunya pun menjadi aktifitas yang menyenangkan.
Masih teringat pertama kali mudik membawa mobil sendiri harus transit di Brebes karena mata sudah tak kuat lagi melek untuk nyetir.Â
ala itu berangkat habis Subuh dari Bekasi dan ketika sudah masuk waktu Isya baru sampai Brebes. Mau dilanjut sampai Pekalongan namun mata dan badan sudah tidak kuat. Lain cerita kalau sekarang, mungkin Jakarta Brebes cukup 3 jam saja sampai.
Tahun ini mungkin tahun anomali yang tidak pernah terprediksi sebelumnya. Di tahun ini pertama kalinya mungkin terdapat penghentian aktifitas mudik karena ada wabah yang awal mulanya berasal dari negeri China. Covid-19 nama penyakitnya, yang hingga kini sudah tersebar ke seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia.
Di kota yang diterapkan PSBB, jangankan mudik lebaran, aktifitas sehari-hari seperti ngantor pun dibatasi, bepergian lain kota yang dekat dijaga rapat dan dicek satu-satu yang platnya tidak sesuai, setiap yang lewat dipastikan pakai masker dan taat aturan PSBB.
Tahun ini karena itu semua, mudik dibatalkan, dilarang, distop, diwanti-wanti oleh hampir semua elemen pemerintahan dan ditindak tegas yang melanggar.
Beberapa travel gelap yang nekat coba memfasilitasi orang mudik kemarin ditindak dan diangkut di tengah jalan, begitupun orang-orang yang sudah kadung nekat sampai kampung halamanpun harus diisolasi dulu selama dua minggu sebelum bisa beraktifitas bebas di kampung halaman.
Ya tentu saya sedih, berduka, kecewa, dan merindukan mudik seperti sedia kala. Namun kekhawatiran terhadap kesehatan keluarga serta orang tua di kampung halaman sana tetap lebih utama, maka saya ikuti anjuran pemerintah untuk tidak mudik tahun ini.
Bisa jadi, sangat mungkin, lebaran tahun ini adalah lebaran yang paling saya kenang, karena tidak adanya aktifitas beramai-ramai bersama keluarga, lebaran yang sepi, di rumah saja.
Tentu ada alternatif lebaran virtual, keluarga besar saya juga sudah berlatih beberapa kali agar bisa video call berjamaah saat lebaran nanti. Ini mungkin hanya sisi melankolis saya saja, tapi kerinduan bertatap muka dengan keluarga hanya sedikit terobati ketika mencoba silaturahmi via aplikasi. Rasa kangen itu masih mendera.
Kita harus kuat. Kita sama-sama berdoa, mudah-mudahan tahun depan kita bisa kembali menyusuri jalanan untuk Mudik Lebaran.
(wku)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H