Mohon tunggu...
Wahyu Krido Utomo
Wahyu Krido Utomo Mohon Tunggu... Bankir - Pembelajar

Keliling Indonesia untuk bekerja, sementara bermukim di Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Sunderland 'Til I Die" Season 1, Dokumenter Keren Tentang Loyalitas dan Harapan

22 Mei 2020   11:18 Diperbarui: 22 Mei 2020   11:42 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: rokerreport.sbnation.com

Tadi malam, setelah sekian lama melihat judulnya di laman rekomendasi Netflix, akhirnya saya klik dan tonton juga dokumenter Sunderland 'Til I Die.

Saya sudah mengira-ngira tontontan macam apa yang akan tersaji, toh, saya juga cukup familiar dengan klub sepakbola Sunderland, terutama generasi saat kevin phillips menjadi top scorer eropa kala itu (hingga saat ini belum ada lagi striker dari inggris yang menjadi top scorer eropa), dan juga karena beberapa pemain berwatak kuat yang singgah di Sunderland untuk menjadi pelatih.

Salah satunya Paolo Di Canio yang sempat sebentar melatih disana dan Roy Keane sang legenda MU juga sempat 3 tahun melatih di Sunderland. Namun ternyata perkiraan saya salah, saya tidak mengira kalau film dokumenter ini, sebagus itu.

Film ini bermula di awal musim 2017-2018, kala itu Sunderland baru saja terdegradasi dari Premier League ke Championship League. Tentu itu pukulan berat untuk tim.

Selain konsekuensi pencapaian tim, terdegradasi juga membawa konsekuensi finansial. Pendapatan dari siaran tv yang awalnya di kisaran 100jt USD turun tidak sampai setengahnya ke 40jt USD saat tidak lagi bermain di premier league.

Hal ini diperparah dengan pemilik klub saat itu, Eliss Short, yang sepertinya sudah apriori dan tidak mau mengeluarkan investasi tambahan untuk memperbaiki kondisi klub. Jadilah saat bursa transfer tidak ada pergerakan berarti untuk memperkuat skuad yang ada.

Pelatih yang baru ditunjuk untuk menukangi klub pun bisa dikatakan tidak memiliki pemain berkualitas untuk bisa bersaing.

Satu-satunya harapan adalah tim ini masih bermain di Premier League di tahun lalu, sehingga manajemen berharap tim ini masih bisa bersaing di Championship League.

Coach Grayson yang ditunjuk Tim sebagai pelatih menatap musim dengan penuh harap. Keinginan semua pemain, pelatih, manajemen, dan Fans tentunya Sunderland tidak berlama-lama berada di Championship League dan bisa kembali ke Premier League tahun depan.

Dia belum bisa melihat masa depan, begitu juga penonton-penonton dokumenter ini yang tidak begitu familiar dengan sejarah Sunderland.

Unconditional Love
Film ini sejatinya bertutur tentang gambaran cinta yang tak lekang oleh waktu. Jika dibilang cinta tanpa syarat, mungkin juga ada benarnya.

Sunderland adalah kota yang pernah jaya di tahun 40-50 an, kala itu Ia menjadi kota terbesar penghasil Kapal di pesisir Inggris. Hampir semua keluarga yang ada di Sunderland memiliki anggota keluarga yang bekerja di Galangan Kapal.

Sayangnya setelah tahun 1960an kejayaan tersebut perlahan meninggalkan Sunderland. Kota yang dahulu kaya berubah menjadi kota yang berjuang untuk hidup. 

Satu-satunya yang memberi mereka semangat untuk hidup adalah klub bola mereka. Sunderland pernah Jaya, pernah juga terpuruk.

Fans mereka rata-rata sudah menjadikannya bagian tak terpisahkan dari hidup mereka. Tentu saja mereka berteriak, marah, jengkel, kesal, saat timnya kalah dan menunjukkan permainan yang buruk. Namun mereka tetap datang ke pertandingan selanjutnya berharap mereka akan menang.

Walau akhirnya lebih banyak kecewanya, mereka tetap setia, jargon 'Sunderland 'Til I Die' bukan hanya omong kosong bagi mereka.

Musim 2017-2018 yang dijalani Sunderland menjadi salah satu ujian berat untuk Fans. Bertubi-tubi kekalahan yang didera diperparah dengan masalah diluar lapangan dan di dalam lapangan yang membuat sebagian dari mereka berfikir bahwa hubungan antara fans dan klub di masa-masa itu seperti hubungan dengan pasangan yang buruk.

Mereka tahu mereka akan sakit hati, tapi mereka tetap setia. Mereka tetap hadir, mendukung timnya di setiap pertandingan.

sumber: SI.com
sumber: SI.com
Harapan Baru

Di pertengahan musim, karena performa tak kunjung membaik, Tim memutuskan untuk mengganti pelatih. Pelatih yang baru, digadang-gadang dapat membawa Tim menuju arah yang lebih baik.

Chris Coleman, mantan pelatih timnas Wales memiliki track record yang luar biasa kala membawa Timnya naik dari peringkat 100an dunia menjadi 10 besar dunia. From zero to hero, pas seperti yang diharapkan Sunderland. 

Sunderland butuh sosok pelatih yang bisa membalikkan keadaan. Mereka butuh pelatih yang bisa memanfaatkan tenaga yang ada dan meraciknya menjadi kekuatan sepakbola yang bisa berbicara banyak di Championship League.

Kala itu Sunderland tengah menjadi penghuni zona degradasi di pertengahan musim, sebenarnya target manajemen pun tidak muluk-muluk, bisa keluar dari zona degradasi saja sudah merupakan prestasi luar biasa bagi pelatih baru.

Sambutan fans kepada pelatih baru pun relatif positif, ditambah lagi di awal masa kepemimpinannya Sunderland meraih kemenangan pertama setelah hampir 1 tahun terjadi di Stadium of Light kandangnya sendiri. Kemenangan yang sudah ditunggu-tunggu oleh fans itu datang bagai hujan di ujung musim kemarau panjang.

Fans pun memuja-muja pelatih baru. Bisa dibilang di paruh kedua musim, satu-satunya hal positif dari klub adalah pelatih. Pemain, manajemen, apalagi pemilik, masih menjadi bulan-bulanan fans. Pelatih bagus saja tanpa dukungan yang memadai tidak akan bisa memenangkan pertandingan.

sumber: talksport.com
sumber: talksport.com
Dokumenter Berkelas

Apa yang membuat suatu dokumenter menjadi berkelas? Untuk saya pribadi, yang paling utama adalah footage yang melimpah dan tidak dapat ditemukan di tempat lain. Akses tak terbatas dari pembuat film ke keseharian pemain, pelatih, manajemen, staff, dan fans membuat dokumenter ini terasa kaya. 

Beberapa cuplikan video yang ditampilkan bisa memperlihatkan suasana klub secara detail dan dekat kala itu. Misal di akhir-akhir deadline transfer pemain, kita bisa melihat bagaimana dinamika yang terjadi, drama menit terakhir di akhir masa transfer antara keinginan pelatih untuk memperbaiki skuad dan keadaan keuangan manajemen yang membatasi langkah-langkah yang bisa diambil.

Kita juga bisa melihat betapa emosionalnya seorang fans kala tim yang dibelanya tak kunjung mendapatkan kemenangan. Semua cuplikan-cuplikan yang ada membuat dokumenter ini menjadi kaya.

Yang kedua adalah narasi yang coba dibangun oleh Sutradara. Ya pastinya ketika kita berbicara tentang film dokumenter, script yang ada tentu juga bergantung kepada kenyataan yang ada. Namun benang merah yang coba diceritakan oleh Sutradara juga menjadi penting.

Sunderland 'Til I Die bisa saja bertutur tentang kehancuran suatu klub misalnya alih-alih bercerita tentang sebuah klub dengan karakter dan kesetiaan fans yang luar biasa. 

Menonton serial dokumenter ini dari episode awal hingga akhir bisa dikatakan sebuah pengalaman yang menarik. Karena cerita yang ada membuat kita ingin terus dan terus mengetahui kelanjutannya. Kita ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya pada Sunderland.

Bagaimana dengan nasib pemain baru mereka yang baru dipromosikan dari tim usia muda. Bagaimana dengan nasib pelatih barunya. Bagaimana hasil pertandingan mereka.

Untuk saya pesan dari sutradara jelas, bahwa dibalik semua kesukaran yang dihadapi, ada harapan. Harapan itu, sebagaimana kecilnya, tetap ada di diri klub dan pastinya di hati para fans Sunderland. Mereka pernah bermain di Third Division dan akhirnya bisa kembali ke Premier League.

Ya saat ini tim berada di posisi buruk, tapi mereka tidak pernah berhenti berharap. Karakter seperti itu yang membuat dokumenter ini menurut saya sangat layak ditonton.

Walaupun jelas berat rasanya menjadi Fans Sunderland dengan kondisi tim yang ada, menonton dokumenter ini sangat menyenangkan. Menyaksikan cerita tentang kegagalan dan patah hati di dokumenter ini bisa jadi healing moment juga untuk kita. Tak sabar rasanya untuk bisa segera menonton lanjutannya di Season kedua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun