Mohon tunggu...
WAHYU JOKO PRIYONO
WAHYU JOKO PRIYONO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMJ.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Iklan "Keislaman" ACT

7 Juli 2022   09:50 Diperbarui: 7 Juli 2022   09:57 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Publik saat ini sedang digemparkan dengan berita mengenai ACT, dimulai dengan mundurnya Pak Ahyudin pendiri dan mantan ketua ACT karena dituding mendapatkan gaji yang terlampau besar dan fasilitas mewah, kemudian penyaluran dananya yang tidak transparan, dan dikaitkan dengan pendanaan kelompok terlarang. Sangat mencengangkan saat diketahui bahwa ACT mendapatkan uang ratusan miliar pertahun, sangat besar jika dibandingkan dengan lembaga filantropi lain.

Menarik untuk diketahui bahwa pendapatan tersebut dicatatkan saat Indonesia ditengah resesi karena pandemi. Waktu dimana ekonomi makro dan mikro dikatakan sedang "sakit" oleh banyak pengamat. Gelombang PHK terjadi, pemotongan gaji dilakukan oleh perusahaan, tempat perbelanjaan ditutup, perputaran uang melambat, masyarkat kelas bawah seperti tidak punya kesempatan untuk mendapatkan uang karena begitu banyak hal dibatasi dengan kata PPKM, semua hal negatif tentang ekonomi muncul dalam satu periode.

LazisNu dan LazisMu yang notabene-nya adalah lembaga filantropi dari 2 lembaga Islam terbesar di Indonesia, mendapatkan pemasukan yang tidak lebih baik dari ACT, padahal mereka punya basic pengikut militan yang sangat besar. Ditambah perintah ber-Zakat dalam Al-Qur'an yang berada persis setelah Sholat, ibadah yang menjadi tiang agama. Tentu perintahnya sudah sangat kuat kan?

Lantas kenapa LazisNu dan LazisMu bukan menjadi pilihan utama? padahal pengelolaan dana mereka sama profesionalnya, mempunyai cabang hingga pelosok nusantara untuk menyalurkan amanah, dan pasti mereka mengemban nama besar lembaga utama. Menilik lebih jauh kebelakang, jika dibandingkan, perbedaan ACT adalah iklan  yang jauh lebih masif.

Flyer program ACT ditemukan hampir setiap hari. Mereka mengajakan umat untuk berlomba memperbanyak sedekah untuk mendapatkan ganjaran akhirat. Menayangkan judul yang sangat menggugah seperti: Ingin Minum di Telaga Rasulullah?Mari Ikhtiarkan dengan Bangun Sumur Yaman, Raih Surga dengan Bantu Pangan Saudara, Undang Keberkahan Langit dengan Aksi Makmurkan Bumi, dan beberapa program lainnya dengan menggunakan skema dan ambassador Islami.

ACT seperti sangat mahir untuk mendapatkan hati para dermawan, mengetuk sisi sosial banyak orang, mengingatkan kebutuhan surgawi dengan mencukupi kebutuhan fakir dan miskin di dunia. Mereka paham betul target pasar mereka adalah masyarakat mayoritas muslim yang harus tetap berbagi meski dala keadaan sempit. Mereka rela mengumpulkan "receh" yang ujungnya akan menjadi "segunung".

Namun sayang, bagi mereka dunia masih sangat indah. Kabar yang beredar bahkan Pak Ahyudin mendapatkan gaji ratusan juta perbulan, dan aliran dana "liar". Angka yang bisajadi jauh lebih besar dari nominal yang didapatkan oleh pemberi sedekah dalam sebulan, atau setahun? Info terakhir bahwa ijin penggalangan dan pengelolaan dana oleh ACT akan segera dicabut.

Menarik untuk diikuti bagaimana kelanjutan berita ini, semoga lembaga filantropi lainnya dapat lebih amanah mengemban asa masyarakat, menyalurkan bantuan kepada fakir, miskin, dan dhuafa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun