Terkait Penangkapan Terduga Jaringan NII di Kabupaten Dharmasraya, Sekretaris Presidium KAHMI Dharmasraya Rifdal Fadli. SH Angkat Bicara
Getolnya operasi penangkapan terduga jaringan Negara Islam Indonesia (NII) menjadi buah bibir bagi masyarakat Dharmasraya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, menyebutkan jumlah anggota yang diduga tergabung dalam NII di Sumatra Barat mencapai 1.125 orang. Terbanyak di Kabupaten Dharmasraya sebanyak 883 orang,” ungkap Ramadhan beberapa waktu lalu.
Menanggapi pernyataan tersebut, Sekretaris Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Dharmasraya, Rifdal Fadli buka suara. “Penangkapan ini telah menjadi buah bibir di Kabupaten Dharmasraya.
Masyarakat menjadi bertanya-tanya dari mana daftar 883 nama tersebut diperoleh. Jujur, masyarakat mengalami ketakutan,” jelasnya.
Ketakutan masyarakat ini menurut Rifdal karena isu ini hadir tiba-tiba, “Bicara ketakutan, jelas! Ini mendadak. Di tengah masyarakat sebelum ini tidak ada isu yang berkembang maupun kegelisaan. Ini kan, bikin kaget. Langsung ada penangkapan oleh Densus 88,” imbuhnya.
Rifdal juga menyinggung barang bukti penangkapan yang menyebabkan keraguan masyarakat terhadap isu ini, menurutnya, sah jika ada pandangan lain terhadap isu ini.
“Apalagi dengan keterangan barang bukti yang didapatkan seperti golok. Kalau ini memang barang bukti, setiap kita juga memiliki, itu kan golok merupakan kebutuhan di rumah tangga, yak an?” Ucapnya retoris.
Rifdal juga menyampaikan isu ini membuat masyarakat mengubah penampilan mereka, dan menurutnya ini semacam memunculkan terror baru, “Kenapa saya mengatakan masyarakat takut dan gelisah, karena saya berjumpa dengan beberapa masyarakat. Biasanya berjengot sekarang jengotnya dia cukur. Biasa berpakaian khas Arab, sekarang sudah berubah penampilan,” imbuhnya.
“Beliau (orang yang saya temui) mengatakan ‘saya takut nanti tiba-tiba saya ditangkap karena melihat penampilan’, kita lihat tidak bisa melakukan pembelaan, langsung diangkut sampai tidak bisa koordinasi dan komunikasi. Semacam teror baru, bukan?” tukas Rifdal.