Mohon tunggu...
Wahyu Indah Retnowati
Wahyu Indah Retnowati Mohon Tunggu... Blogger - penulis yangs suka baca buku dan menonton film

content creator dan script writer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyikapi Nilai Luhur Nyepi di Tahun Politik

7 Maret 2019   23:00 Diperbarui: 7 Maret 2019   23:09 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : www.idntimes.com

Hari ini tanggal 7 Maret 2019, masyarakat Hindu di Indonesia melaksanakan hari raya mereka. Perayaan yang tergolong unik ini berlangsung seharian penuh. Kenapa unik? yah, karena selama satu hari ini masyarakat Hindu di negara kita tidak melakukan apapun. 

Mereka cenderung "nyepi" dan menyendiri dari segala kegiatan yang bersifat duniawi. Tujuannya untuk khusyuk memikirkan kerohanian mereka dan merenungkan apa saja yang sudah mereka lakukan selama satu tahun ke belakang. Karena itulah, hari raya mereka dinamakan HARI RAYA NYEPI. 

Berbeda dengan hari raya umat lainnya yang cenderung dirayakan dengan kemenangan dan suka cinta, masyarakat Hindu justru sebaliknya. Melalui serangkaian ritual selama nyepi, mereka dilarang melakukan 4 hal. Diantaranya : 

1. Amati geni atau dilarang menggunakan api. Termasuk di dalamnya listrik. 

2. Amati karya atau dilarang bekerja selama hari raya nyepi. Kegiatan yang diperbolehkan hanya beribahadah. Selain itu dilarang.

3. Amati Lelunganan atau dilarang bepergian kemanapun. Bahkan tidak boleh keluar dari rumah. Penganut agama Hindu diharuskan berdiam diri di dalam rumah sepanjang hari, tanpa melakukan kegiatan apapun. 

4. Amati Lelanguan atau dilarang makan minum. Masyarakat Hindu diharuskan berpuasa selama satu hari penuh di hari raya nyepi. 

Jika melihat cara beribadah umat Hindu, ada makna yang teramat dalam yang berpusat pada pribadi masing-masing. Terlebih "Nyepi" sendiri ternyata memiliki makna khusus bagi masyarakat Hindu. 

Menurut tradisi zaman dahulu, masyarakat Hindu akan berdiam diri di rumah sepanjang hari tanpa melakukan kegiatan apapun. Hal itu rupanya dimaksudkan untuk mengelabuhi roh jahat yang diyakini berkeliaran untuk menyiksa manusia. Ketika satu hari tidak ada kegiatan apapun, maka roh jahat itu akan pergi dengan sendirinya karena menganggap tidak ada penghuninya. Dengan begitu, manusia terbebas dari gangguan roh jahat. 

Terlepas dari sejarah tradisi perayaan Nyepi, kitaa sebagai non Hindu tetap harus bertoleransi dengan apapun keyakinan mereka. Apalagi untuk tahun ini, ada perbedaan yang dirasakan oleh sebagian masyarakat Hindu. Karena tahun 2019 merupakan tahun politik. Tentunya banyak harapan yang didengungkan para petinggi untuk kesuksesan pemilu yang akan datang. 

Lalu bagaimana dengan sikap kita sebagai bagian dari masyarakat Indonesia? 

Seperti yang diyakini umat Hindu, banyak yang harus kita renungkan dan refleksikan dalam tahun politik ini. Jangan saling menyalahkan atau memenangkan salah satu pihak. Fokus utamanya adalah perbaikan kemajuan bangsa ke arah yang lebih baik. Jadi bukan hanya masyarakat Hindu yang harus melakukan refleksi diri. Melainkan semua lapisan masyarakat yang ingin memajukan kepentingan bangsa. 

Apa saja yang bisa kita lakukan untuk memaknai tahun politik ini? Beberapa renungan berikut mungkin bisa jadi bahan refleksi kita bersama:

1. Jangan memikirkan siapa yang menang dalam pilpres nanti, tapi pikirkan tentang kemajuan negara ini siapapun pemimpinnya. 

2. Jangan adu jotos dan saling ego untuk menunjukkan yang terbaik. Karena semua calon adalah yang terbaik dari yang terbaik. Saling dukunglah untuk membentuk masyarakat berbudaya yang maju dan beradab. 

3. Dukung apapun keputusan pemerintah yang terbaik. Karena pemerintahan akan berjalan dengan baik ketika mendapat dukungan yang baik dari rakyatnya. 

4. Jangan lupa untuk selalu mendoakan para pemimpin kita, agar dapat membawa bangsa ini menuju bangsa yang lebih baik dan maju dalam segala hal. 

Refleksi tidak hanya dilakukan di satu hari perayaan. Melainkan di hampir setiap hari agar kita menjadi masyarakat yang tahu adab dan budi pekerti. Bukankah begitu yang selalu diajarkan bumi pertiwi kita?

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun