Mohon tunggu...
Wahyu Heriyawan
Wahyu Heriyawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Belajar untuk lebih kritis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bangsa Primordial

16 Oktober 2011   11:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:53 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak semudah yang kita bayangkan, memimpin jutaan pulau dengan ratusan penduduk merupakan tantangan yang luar biasa. Seorang soekarno, Habiebie, Abdurahman Wahid, Megawati sukarno putri dan SBY harus menguras keringat demi tercapainya kemakmuran bangsa.

Bangsa kita diisukan sebagai bangsa yang tak konsisten dalam menjalankan prinsip. Sebut saja penanganan hukum bagi para pelaku korupsi yang terkatung katung, system jaminan social yang buruk dimana jatah dananya telah “disunat” pihak-pihak yang katanya wajib mendapatkan jatah. Tapi mungkin ini bukan hanya sekedar issu, melainkan fakta yang tek pernah terselesaikan. Huft, kapankah?

Kajian ini marupakan kajian sosio-historis kebangsaan yang cukup menjadi wancana hangat untuk diperbincangkan. Kajian mengenai tatanan struktural masyarakat dengan hegemoni pemerintah dan dramatikal politiknya. Masyarakat middle-low yang berteriak, menggaungkan hak hak kemanusiaan selalu menjadi korban keacuhan para pejabat “selengean”. Hak hak manusia yang telah dipolitisir seakan mengendap ke kedalaman bumi yang tidak mampu diketahui oleh orang orang.

Saya sebut kecarut marutan bangsa kita karna sikap primordialisme-nya. sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Ikatan seseorang pada kelompok yang pertama dengan segala nilai yang diperolehnya melalui sosialisasi akan berperan dalam membentuk sikap primordial. Di satu sisi, sikap primordial memiliki fungsi untuk melestarikan budaya kelompoknya. Namun, di sisi lain sikap ini dapat membuat individu atau kelompok memiliki sikap etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya orang lain. Mereka akan selalu memandang budaya orang lain dari kacamata budayanya. Hal ini terjadi karena nilai-nilai yang telah tersosialisasi sejak kecil sudah menjadi nilai yang mendarah daging (internalized value) dan sangatlah susah untuk berubah dan cenderung dipertahankan bila nilai itu sangat menguntungkan bagi dirinya. Terdapat 2 jenis etnosentris yaitu: 1. etnosentris infleksibel yakni suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya atau tingkah laku orang lain, 2. Etnosentris fleksibel yakni suatu sikap yang cenderung menilai tingkah laku orang lain tidak hanya berdasarkan sudut pandang budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain. Tidak selamanya primordial merupakan tindakan salah. Akan tetapi bisa disaja dinilai sebagai sesuatu yang mesti dipertahankan. Dalam sudut pandang ajaran (ritual) misalnya. Perilaku primordialisne merupakan unsur terpenting, saat memberlakukan ajaran intinya.

Kita harus waspada dengan segala bentuk berita. Banyak berita yang yang memprovokasi masyarakat sehingga menimbulkan kebencian antar suku, agama dan lainnya. Bangsa inlander yang masih melekat dengan bangsa kita, saya kira masih dipegang cukup erat. Kultur kesukuan, ke-kelompokan telah menciptakan kantong-kantong masyrakat yang memiliki aroganisme yang cukup kuat. Sikap ke-akuan kitalah yang menjadi penghambat bersatunya bangsa.

Kekayaan budaya dan kepercayaan jangan sampai menjadi barrier laju kemajuan bangsa. Selayaknya kultur dan kekayaan kepercayaan menjadi bumbu pemanis bangsa kita. Mari kita bersatu membangun bangsa ini dengan ikhlas dan sabar. Mari kita tanggalkan perbedaan agama kita untuk kesejahteraan bangsa. Rasa kesukuan yang sedang kita anut, mari kita mitigasi bersama. Bangsa ini harus diinisiasi oleh kita, oleh masyarakat. Kita belum dapat mempercayai calon pemimpin bangsa kita yang selanjutnya apakah lebih baik ataw sebaliknya. Perjuangan bangsa ini selalu berawal dari masyarakat bawah, bapak H.O.S Cokroaminoto, H. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara merupakan prototype pejuang yang merakyat. Bangsa kita lelah dengan peperangan antar suku, antar kelompok yang memecah bangsa. Jangan ada lagi bangsa primordial. Mari kita bersatu. Dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.

Semoga Indonesia tak lagi menjadi bangsa primordial, semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun