Kita mesti sabar juga melayani, tidak hanya satu atau dua yang bertanya. Sabar-sabar, batin saya. Pertanyaan seperti ini suka berulang-ulang pada pemilih lain.
Lalu saya berpikir apa jawaban yang paling tepat dan mudah dimengerti untuk pertanyaan tersebut. Jawaban yang saya berikan akhirnya: "Untuk calon presiden silakan yang ditusuk adalah hidungnya". "Satu saja jangan dua-duanya ditusuk" sambung saya.
Pemilihnya biasa tersenyum dan pemilih yang ada disekitarnya biasanya juga terpingkal-pingkal.
Namun itu jawaban yang mudah dimengerti, awalnya kita berikan petujuk untuk ditusuk dalam kotak, namun tetap tidak tahu kotak yang mana. Malah ada yang jawab: "Saya sudah dalam kotak suara Mas". Alamak.....
Hal lain ada yang sudah tahu cara mencoblos suara capres, namun begitu membuka surat suara untuk DPR RI sudah lama sekali di dalam bilik suara.
Tentu kita hanya bisa menunggu, karena dalam bilik suara kita tidak boleh melihat atau melakukan interupsi. Sampai kita mempersilakan pemilih lain untuk ke TPS tetangga untuk melayani dahulu. Sudah lama sekali, lalu sang pemilih melihat saya dan bertanya: "Mas...mas nyuwun tulung (minta tolong), partainya Pak Jokowi itu yang mana ya"
Aduh rasanya bagaimana, saksi partai, panwaslu, dan semua yang ada hanya ikut maklum. Lha mau dijawab apa coba?
Sampai pukul 6 lebih kami masih melayani pemilih yang sudah terdaftar, tidak kenal Lelah karena sama-sama semangat melihat antusias pemilu kali ini.
Pemilu yang sangat dahsyat. Syukur, kertas suaranya cukup dan pada sore hari sekitar pukul 6:15 petang hujan turun sangat deras menyejukan badan kami. Sudah tidak ada pemilih lagi sampai dinyatakan TPS ditutup.
Dan sesampai ditutup kami semua sesama petugas dan saksi saling berjabat erat, beda pilihan tidak masalah tapi rasa haru atas pemilu tahun 2019 ini mengakrabkan kami. Luar biasa, semua lapisan masyarakat ikut.
Maka saya pun memahami perasaan Diaspora Indonesia di Sydney yang tidak kebagian kertas suara. Pribadi saat mencoblos pun berdebar-debar dan penuh semangat.