Mohon tunggu...
Wahyu Handoko
Wahyu Handoko Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi IT bidang human resources dan suka travelling

Senang memajukan Bangsa Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Melihat Myanmar dari Mata Datar

8 September 2017   10:39 Diperbarui: 24 Februari 2021   14:05 7675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagian orang di Tanah Air mungkin bertanya, jalan-jalan ke Myanmar ada apa di sana? Myanmar sudah lama saya incar karena penasaran, dan gayung bersambut ketika dibebaskan visa untuk ke Myanmar saya pun mewujudkan cita-cita untuk menamatkan kunjungan ke seluruh anggota ASEAN. 

Karena tinggal di Kuala Lumpur menjadikan perjalanan makin mudah, banyak pilihan penerbangan dengan berbagai promosi. Dari perjalanan ke Yangon dan kota sekitarnya berikut apa yang saya pribadi lihat:

1. Orang Myanmar Bersifat Ramah

Sentuhan pertama adalah ketika mau ke arah kota dari bandara, saya ditawarkan untuk naik taksi bersama orang lokal yang saya baru kenal. Bahasa Inggrisnya bagus dan banyak cerita, kedua orang yang dalam taksi itu baru saja ikut simposium mengenai lingkungan di Penang. 

Meski baru saja kenal tidak ada kesan kaku. Saya diajak berdiskusi sepanjang jalan, sambil dia meminta maklum jalan di Myanmar yang agak berdebu dan panas. 

Saya katakan, kita sama-sama di negara tropis panas di jalan sudah biasa. Waktu sudah sampai kota, satu orang meminta maaf ke saya karena taksinya akan membelok ke gang di rumahnya dahulu. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Sedang penumpang satunya lagi di jalan lain. Baiknya mereka sepanjang jalan mengajarkan bahasa bagaimana mengucap terima kasih, cara bersikap di Myanmar, dan memberi tahu ada berbagai makanan halal buat saya. Kedua orang tersebut sebelum  berpisah mempersilahkan mampir ke rumahnya.

2. Suka Menolong

Saya sebelum melakukan perjalanan membaca bahwa banyak turis (orang asing) dibantu dan dihantar ketika meminta arah perjalanan. Ini terbukti, saya sebenarnya tidak mau membuktikan, kejadian ini saya alami karena saya sangat senang memasuki kampung, menyusur rel kereta api yang sudah tidak terpakai kemudian sambung dengan naik-naik bus asal saja, akhirnya saya berada di daerah kampung sekali. Tidak bisa menggunakan bahasa daerah situ. 

Akhirnya saya naik bus, asal saja, saya bertanya apakah bus ini ini ke kota. "Bus to city, to city?" Awalnya tidak ada yang jawab, mungkin karena tidak dimengerti, seorang pemuda di belakang membalas "Yes, city". Pemuda itu saya kira memang mau menuju kota, dia menghantarkan saya sampai kota Yangon. 

Sedihnya saya tidak membayarkannya untuk naik bus, padahal kami berganti bus sampai 3 kali. Saya dihantar sampai tujuan saya betul-betul. Pemuda itu berpamitan sedikit cepat-cepat bergerak karena dia bilang akan tempat kursus bahasa Inggris yang ternyata tidak ada di Yangon tapi di tempat lain yang berbeda. Dia naik bus lagi untuk ke tempat kursusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun