Di kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, ada sebuah danau bernama Rana Mese. Dalam bahasa Setempat, Rana Mese berarti danau yang luas.Danau yang berada di Desa Golo Loni, Kecamatan Borong ini memang cukup besar,Pepohonan yang tumbuh rapat di tepi dan kabut yang menggantung di atas permukaan air memberi kesan mistis padanya.
Ada sebuah kisah di balik keberadaan Rana Mese ini. Kisahnya diawali dengan adanya seorang pria bernama Kae Anu. Suatu ketika ia meninggalkan rumahnya di sebuah kampung bernama Teber untuk berburu. Seorang diri, ia merangsek masuk hutan demi mendapatkan hewan buruan.Kemudian ia dikisahkan bertemu dengan sekelompok orang yang juga sedang berburu. Mereka bertegur sapa, dan orang-orang itu bertanya apakah Kae Anu melihat kawanan babi hutan yang melewatinya. Kae Anu menggeleng, ia hanya melihat beberapa ekor musang yang melintas di depannya.
Rupanya musang itulah yang dianggap babi hutan oleh orang-orang itu. Seketika tersadarlah Kae Anu bahwa ia sedang berhadapan dengan mahluk bukan manusia.
Namun para jin itu ternyata ramah, mereka mengajak Kae Anu ke kediaman mereka di sebuah danau bernama Rana Nekes. Kepada Kae Anu, para jin itu bercerita bahwa mereka sedang bertikai dengan kelompok jin lain yang menghuni sebuah danau bernama Rana Hembok. Meski sempat gentar, Kae Anu setuju untuk membantu mereka memenangi perang.Â
Singkat cerita, mereka pun pergi berperang. Betapa tercengangnya Kae Anu saat mengetahui bahwa senjata para jin dari dua kelompok itu untuk berperang adalah hewan-hewan yang menghuni danau. Ada belut, ikan, dan sebagainya.
Sementara dirinya hanya mengandalkan seekor anjing yang kemudian menyalak dengan gencar sehingga para musuh lari tunggang langgang masuk hutan.Â
Ia juga dikisahkan membuat api unggun selama perang berlangsung untuk memanggang belut dan ikan yang dilemparkan musuh padanya.
Setelah menuai kemenangan gemilang, para jin pun memindahkan air dari Rana Hembok ke Rana Nekes, sehingga membuat volume air di kediaman itu seketika bertambah. Kae Anu kemudian menamakan tempat itu Rana Mese.
Wahyu Elvira
Mahasiswa Universitas Pamulang
Tugas Sastra Lama