Mohon tunggu...
Wahyu Hidayat
Wahyu Hidayat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menjadi Insan Akademis, Pencipta dan Pengabdi. Follow @wahyu_fa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hari Kartini: Simbol Kemenangan Kaum Bangsawan

21 April 2012   00:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:21 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap tgl 21 April, masyarakat Indonesia mengenang kelahiran Raden Ajeng Kartini atau lebih luwes di sapa RA. Kartini. Putri yang dilahirkan dari kalangan ningrat jawa di daerah Jepara. Sebagai putri dari seorang bupati, tentu mafhum ketika segala akses kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi dengan sangat layak, baik pendidikan, kesehatan, ketrampilan dan sebagainya.

Sebagai bagian dari kaum bangsawan, RA Kartini merupakan simbol kemenangan. Sebuah ironi hegemoni kekuasaan, yang akhirnya mendera bangsa ini. Karena kekuasaan politik itu sangant akrab dengan kewenangan. Pada akhirnya wajar ketika RA Kartini menjadi Tokoh Nasional yang sangat di kagumi masyarakat. Kartini mampu menguasai media, jika bahasa sekarang itu sebuah “pencitraan”, oooh simulakra. Tentu bukan tanpa alasan, ketika soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.

Meskipun begitu, ia dikenal sebagai pejuang emansipasi perempuan dan perlunya dipenuhi hak anak perempuan akan pendidikan. Pada dasarnya perjuangan untuk menghapuskan kemiskinan dan kebodohan perempuan dapat meningkatkan kualitas bangsa serta hubungan kesetaraan gender. Namun, hari ini pemaknaan terhadap nilai kekartinian sudah tidak sejalan lagi dengan spririt yang dibangun.

Nuansa hedonisme muncul ditengah-tengah kita, akibatnya peringatan kartini hanya dijadikan simbol kemewahan. Misalnya, peragaan kebaya diatas catwalk, apalagi kalau ukurannya berapa salon yang overbooked hari ini, maka itu tanda kemenangan modal kata Yunda Mei Shofia Romas, Direktur Rifka Annisa. Ini menjadi tugas para laki-laki untuk membantu perempuan agar bisa membuat konstruksi cantik itu tidak melulu fisik tapi juga cerdas dan empatik, imbuhnya lagi.

Mestinya, spirit kartini adalah simbol perlawanan. Perlawanan akan kesewenang-wenangan. Namun, ternyata kewenangan itu harus dekat dengan kekuasaan. Perselingkuhan pun terjadi, pemodal dan penguasa telah mengkonstruksi pemikiran masyarakat akan pentingnya peringatan kartini. Namun penting yang menguntungkan mereka tentunya, toh ternyata negara absen ditengah-tengah kemiskinan dan kebodohan. Kepentingan negara adalah kepentingan para elitnya. Perayaan Hari Kartini, hanya jadi ilusi. Ibu kartini pun menangis diperaduan....

AML, 21 April 2012 Pkl. 05.00 WIB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun