Sambut tahun politik yang akan di gelar pada 2019, tak sedikit partai politik yang sudah memulai manuver kader yang akan di ajukan dalam perhelatan kursi kepemimpinan. Sakitnya, kasus demi kasus pun mulai tertutup demi mewahnya pesta demokrasi yang akan berjalan di waktu yang dekat.
Pada (20/3) misalnya, doa masyarakat Gendeng mengiringi tembang pangkur yang menggema di kaki pegunungan Kendeng. Tembang yang begitu hikmat ditujukan untuk mengenang Yu Patmi dalam memperjuangkan hak dan martabatnya dalam melindungi tanah kelahirannya.
Bukan hal yang aneh jika mendengar macapat Jawa yang penuh dengan syair, terlebih ini dilakukan untuk menginstropeksi dan mempertanyakan nasib apa selanjutnya yang akan diterima masyarakat Kendeng, selain pihak "lain-lain" yang sudah merebut tanah kelahiran mereka.
Adakah jalan keluar untuk mereka?.
Sayangnya, hegemoni media makin gila dan rusak akibat lupa dari kabar yang sebelumnya sudah diwartakan. Termasuk makin banyak hasil survey yang meninggikan kader penguasa sebagai "Penjajah" baru di Nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H