Mohon tunggu...
Eka Setija
Eka Setija Mohon Tunggu... -

iam the big fans of Liverpool

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Surabaya, Taman Hiburan Rakyat dan Ludruk

10 Juli 2017   00:36 Diperbarui: 10 Juli 2017   02:56 2753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari sabtu malam aku memperoleh pesan broadcast dari seorang kawan. Melihat isi konten broadcastnya,  aku sungguh sedikit tercengang. Ternyata isinya merupakan ajakan untuk melihat pentas ludruk, di Taman Hiburan Rakyat Surabaya. Jauh dari ekspektasi awal, sepengetahuanku mungkin acara ini hanya pada momen tertentu, misal acara promosi budaya atau upaya kelompok seni untuk mengenalkan budaya Surabaya. Diluar dugaan ternyata pentas ludruk semacam ini masih eksis, bahkan rutin diadakan di THR. Sungguh hebat sekali ditengah kepungan modernisasi budaya urban kota Surabaya, ludruk masih bisa bertahan.

Ini jujur pengalaman pertamaku bersama seorang kawan dekat, ketika mengunjungi panggung budaya di kota Surabaya ini. Diawali berangkat dari kampus menuju THR, awalnya kami mengira THR melebur dengan Taman Remaja. Kami menelusuri Taman Remaja yang luas, hampir setiap sudut kami susuri, ternyata nihil. Setelah kami kelelahan berjalan mengitari Taman Remaja, akhirnya menyerah juga dan memutuskan bertanya pada petugas di Taman Remaja. Menurut informasi dari petugas tersebut, ternyata kami salah masuk, dia memberi tahu bahwa THR ada di sebelah Taman Remaja. Tepatnya berada di belakang HiTech Mall. Informasi tersebut secara tidak langsung meruntuhkan dugaan awal kami.

Akhirnya kami memutuskan berjalan menuju belakang HiTech, untuk menemukan THR yang tertutup megahnya HiTech mall. Kami sempat kebingungan mencari lokasinya, berputar-putar untuk mencari tempat pentas ludruk yang akan kami tonton. Kami kembali menyerah karena lelah, lalu memutuskan untuk beli minum di warung. Sampai pada sebuah warung, kawanku tersebut bertanya pada seorang ibu kira-kira usianya setengah baya.

"Bu panggung ludruk dimana ya ?"

Ibu tersebut lalu menjawab, "panggung yang mana mas. Disini ada dua, Taman Hirra dan Irama Budaya, kalau gak salah mainnya bersamaan juga mas"

Sejenak kawanku terdiam lalu dia merogoh smartphone untuk melihat undangan tersebut, lalu dia mengatakan, "oh Taman Hirra buk"

Lalu ibu tersebut menjawab, "oalah mas, ini di depan kalau Taman Hirra ke belakang sana, cucuku juga main ludruk disitu."

Kawanku lalu menjawab, "oh iya bu terima kasih."

Lalu kami kembali berjalan mengitari gedung tersebut, akhirnya kami menemukan sebuah tempat yang ramai dipenuhi para muda-mudi, orang tua, hingga anak kecil yang sedang bermain berlari-larian. Kami melihat ada pementasan musik gamelan yang syahdu, sungguh mengundang decak kagum. Kami baru saja menemukan secercah kebahagiaan. Sebuah tempat yang benar-benar menjadi panggung budaya dan hiburan rakyat.

Setelah itu kami melangkah menuju tempat pentas. Kami menemukan sebuah gedung tua, mirip bioskop jadul, tampaknya lebih mirip panggung teater oh tidak ketoprak. Kelihatannya ini tempat yang dimaksud dalam undangan, benar-benar namanya sesuai yang tercantum di poster. Jangan dibandingkan dengan Balai Sarbini sungguh tidak ada apa-apanya, kalah jauh tempat itu.

Kami berhenti sejenak di depan, lalu sejenak terkagum-kagum melihat apa yang ada di depan mata kami. Terpampang sebuah foto-foto jadul yang menjadi saksi bisu. Foto itu seolah-olah menceritakan sisa-sisa kejayaan mereka. Selepas itu kami ditegur oleh penjaga, ternyata dia menawarkan tiket pementasan.

Kami menghampirinya, dia bilang "mas tiketnya sepuluh ribu"

Aku menjawab, "oh iya mbak ini uangya"

Akhirnya kami mendapatkan tiketnya, jangan harap melihat ticketing versi moderen, ini sungguh jadul sekali. Lantas Aku berpikir murah sekali tiketnya, apa ya cukup untuk honor pemain ludruk. Berangkat dari asumsi ekonomi dasar, terkait sharing profit.Jika harga tiket sangat murah, bagaimana honor dari pemain yang jumlahnya puluhan orang belum lagi crew yang menyiapkan teknis.

Kami sepakat bahwa THR ini benar-benar tempat hiburan rakyat, yang telah bertahan puluhan tahun. Tempat ini merupakan sarana alternatif hiburan, dan mungkin juga termasuk panggung hiburan yang masih konsisten mementaskan pagelaran seni budaya lokal. Selain Cak Durasim, THR masih setia bertahan menampilkan ketoprak dan ludruk. Kesenian Khas Jawa Timur, yang merupakan ikon kota Surabaya dan daerah sekitarnya.

Kesenian ludruk ibarat pepatah hidup segan mati tak mau. Hal tersebut merupakan gambaran kesenian lokal yang mulai tersisih zaman. Kondisi dimana para anak mudanya mungkin kurang familiar, karena tahunya mungkin XXI. Karena lebih moderen, keren dan dapat menaikan gengsi. Mungkin juga, karena kurangnya pengenalan budaya lokal di lingkungan sosialnya. Sehingga tidak banyak yang tahu soal warisan budaya lokal tersebut.

Setelah menonton ludruk dengan judul Sarip Tambakoso, yang sarat akan kisah heroik. Membangkitkan motivasi, serta sarat dengan nilai-nilai sosial. Menjadi wahana edukasi yang tampaknya menyenangkan, selain terhibur juga mendapatkan pengetahuan baru.

Pasca selesai pentas, kami sejenak menemui para pemainnya untuk beramah-tamah. Karena ada beberapa kawan yang menjadi pemain dalam pementasan ludruk tadi. Sungguh bahagia dan juga miris serta salut akan konsistensi mereka, untuk mempertahankan warisan budaya. Seniman-seniman yang rata-rata veteran, menjadi saksi bisu transisi budaya pada masyarakat lokal, terutama di bidang kesenian. Mereka merupakan seniman tangguh yang masih bertahan, setia mempopulerkan seni ludruk dalam segala keterbatasannya.

Ini budaya rakyat Surabaya, Jawa Timur dan Indonesia. Kami sepakat jika ludruk merupakan kesenian progresif, yang kontennya penuh dengan sindiran serta sentilan terhadap lingkungan sosial. Ludruk sendiri ketika dipopulerkan oleh Cak Durasim, terkenal sebagai sebuah media perlawanan, budaya dari masyarakat untuk masyarakat. Sebuah upaya edukasi untuk mengenalkan nilai-nilai luhur, perlawanan dan menghargai antar sesama manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun