Mohon tunggu...
Eka Setija
Eka Setija Mohon Tunggu... -

iam the big fans of Liverpool

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Membaca Gerak Pilkada DKI

17 September 2016   03:37 Diperbarui: 17 September 2016   04:02 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2017, masyarakat DKI Jakarta dan beberapa daerah lainya akan menyelenggarakan pemilihan umum kepala daerah secara serentak. Tentu tujuan dari pemilihan tersebut untuk memilih kepala daerah mereka secara langsung. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada tahun 2005, sebagai implementasi dari diberlakukanya otonomi daerah. 

Pelaksanaan pilkada seringkali diasumsikan sebagai bentuk pengukuhan kedaulatan rakyat daerah, karena rakyat daerah diberikan kewenangan memilih kepala daerahnya secara langsung dan terbuka (Mellaz & Agustyanti, 2013). Menurut Budiarjo (2008) pemilihan umum dianggap sebagai lambang dan juga sekaligus indikator dari sistem demokrasi yang ada di negeri ini. Sehingga dengan adanya pilkada ini harapanya rakyat semakin turut serta dalam pembangunan daerahnya.

Pemilihan umum terutama pemilihan kepala daerah selalu menarik untuk dibicarakan, karena kita akan menemukan beberapa hal yang menarik dalam pelaksanaanya. Sebagai contoh berdasarkan data yang berhasil dihimpun dari rekap data KPUD Surabaya, pihak KPU menyatakan angka golput pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015 sekitar 48 persen dan lebih rendah jikadibandingkan dengan Pilkada 2010 yakni 52 persen. "Sedangkan untuk tingkat partisipasi pemilih pada pilkada 2015 sekitar 51,63 persen, sedangkan pada pilkada sebelumnya berkisar 48 persen," kata Komisioner Divisi Hukum, Pengawasan, dan SDM KPU Surabaya Purnomo Satriyo Pringgodigdo kepada wartawandi Surabaya, (KPUD Surabaya,  10 Desember2015).

Menariknya berdasarkan keterangan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta, persentase golput putaran kedua ini turun sekitar 3,1 persen menjadi 33,2 persen. Sementara pada putaran pertama lalu, angka golput mencapai 36,3 persen bahkan lebih tinggi dibandingkan PILEG 2014 lalu yang mencapai 24,89%. Dinamis serta fluktuaktif sehingga sangat menarik untuk dibicarakan, karena sifat daripada pilkada itu sendiri yang inheren dengan kesadaran masyarakat itu sendiri.

Dinamisnya Pilkada juga dapat dilihat dari beberapa perspektif dan kajian teoritik, salah satunya voting behavior yang dipopulerkan oleh Universitas Colombia dan Michigan untuk membongkar pemilu di Amerika serikat kala itu. Voting Behavior sejatinya merupakan sebuah gambaran akan situasi masyarakat yang faktual. 

Muljani (dkk., 2012) mengungkapkan bahwa pada dasarnya orang yang terlibat (engaged) dalam kehidupan civic culture tidak secara otomatis akan berpartisipasi dalam pemilu,  jika memang pemilih tersebut tidak ingin berpartisipasi. 

Oleh karena itu kemudian dikenal adanya konsep political engagement(keterikatan secara politik) dimana didalamnya memuat informasi politik atau pengetahuan politik seperti political interest (ketertarikan pada politik), internal efficiacy (kapasitas diri) dan partianship (identitas partai).

Perilaku memilih pada dasarnya menentukan arah seseorang dalam pemilihan umum. Berdasarkan jurnal berjudul surge and decline a study of electoral change (Campbell, 1960) yang melakukan kajian dalam pemilihan umum dengan melihat pemilih reguler, yang mengesankan berdasarkan jumlah mereka yang memilih pada pemilihan di Amerika. Pemilih reguler tersebut ternyata memilih pada satu partai yang dirasa dapat mewakili aspirasinya, sementara yang tidak terkesan oleh partai politik memilih untuk tidak berpartisipasi. Faktor-faktor yang menggambarkan perilaku memilih berdasarkan hasil penelitian Campbell (1960) yaitu: 

  • Short term political situation :stimulus kampanye hanya diberikan ketika mendekati pemilihan
  • Underlying political interest: Perihalhal yang mendaari ketertarikan politik, seperti tanggapan mereka terkaitdinamika politi hingga terkait lingkungan mereka.
  • Party identification: kelekatan dasarsecara psikologis pemilih dan partai, identifikasi atau menganggap dirinyasecara ideology telah terwakili salah satu partai
  • Turnout: Perbedaan partispasi pemilihdalam beberapa kurun waktu yang lalu, merupakan dampak dari keadaan sekitaryang berubah-ubah. Sehingga lingkungan turut menjadi salah satu faktor yangmempengaruhi partisipasi pemilih.

Berdasarkan kajian terdahulu tentang perilaku memilih dari berbagai tempat, menunjukan bahwa perilaku memilih yang menyebabkan seseorang golput berasal dari banyak faktor seperti: identifikasi partai, faktor kandidat dan orientasi isu, prefensi kandidat dan orientasi isu. Namun dari berbagai kajian yang dilakukan sebelumnya faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menentukan pilihanya bukan hanya dari faktor-faktor politis saja, tapi juga ada dari faktor-faktor lainya seperti faktor etnis,wilayah serta kedekatan.

Selain itu faktor Informasi politik juga turut serta dalam mempengaruhi perilaku memilih seseorang. Informasi politik adalah informasi yang dimiliki seseorang tentang hal-hal yang berkaitan dengan politik atau berkaitan dengan kepentingan umum (Mujani, dkk., 2012). Informasi politik juga dapat dimaknai dengan intensitas warga masyarakat mengikuti berita sosial politik termasuk kampanye menjelang pemilu atau pilpres lewat berbagai bentuk media massa.

Informasi politik ini akan sangat menentukan bagaimana kualitas partisipasi yang dilakukan warga negara terkait dengan masalah-masalah publik. Secara ideal menurut Price yang dikutip Mujani (dkk., 2012) mengungkapkan bahwa warga negara yang kompeten yakni warga negara yang cukup tahu dan punya informasi yang memadai terkait dengan masalah dimana ia terlibat untuk memutuskan sesuatu.

Perspektif akan perilaku memilih dari sisi psikologis dan rasional berimplikasi positif, terhadap alasan-alasan yang diberikan oleh pemilih yang tidak memberikan suaranya di pilkada. Perspektif tentang perilaku memilih tidak hanya melihat dari sisi demografi atau hal teknis lainya, namun juga melihat faktor yang lebih relevan seperti partaipolitik, kandidat, kondisi sosial yang ada, sehingga hal inilah yang menjadi tumpuan untuk menjelaskan keputusan untuk memilih atau tidak memilih pada pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun