Mohon tunggu...
Eka Setija
Eka Setija Mohon Tunggu... -

iam the big fans of Liverpool

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sepakbola Indonesia: Kontradiksi Prestasi Timnas

12 Agustus 2016   20:17 Diperbarui: 13 Agustus 2016   03:33 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tim nasional Indonesia adalah harapan bagi seluruh rakyat Indonesia dimanapun mereka berada, candu sepakbola serasa sudah menjadi bagian dari kisah hidup mereka. Tak pelak maka harapan setinggi langit disematkan kepada tim nasional sepakbola kita, entah itu sebagai kebanggaan ataupun berhubungan dengan harga diri bangsa. Gaung kisah manis masa lampau selalu dibanggakan, rasanya rakyat Indonesia susah move on begitulah ungkapan yang tepat untuk kondisi kita saat ini.

Flasback sejenak, sebagaimana diungkapkan diberbagai media online nasional jika timnas kita di masa lampau sangat digdaya di level asia tenggara bahkan dunia katanya. Berdasarkan data yang berhasil saya himpun, Indonesia merupakan langganan runner-up piala AFF 2000, 2002. 2004 dan 2010 selebihnya tidak mampu berbuat apa-apa. Kita juga perlu bangga bahwa timnas kita tampil 4 kali di piala AFC atau bekenya piala Asia yaitu pada tahun 1996, 2000, 2004 dan 2007, namun tidak pernah melangkah lebih jauh maksimal hanya di putaran grup.

Mungkin sebagai catatan yang membanggakan ialah timnas selalu memberikan kejutan, masih ingat piala Asia 1996 ketika Widodo C. Putra mencetak gol indah dengan bycycle kicknya alias tendangan salto atau gol Ponaryo ke gawang Qatar pada 2004 silam selalu menjadi cerita manis tersendiri bagi kita rakyat Indonesia. Selebihnya selalu menjadi penghibur semata, tidak pernah melangkah lebih jauh.

Prestasi yang menurut saya biasa-biasa saja, selalu digunakan dalih PSSI sebagai keberhasilan mereka. Padahal potensi pemain saat itu bisa lebih dan dapat merebut prestasi yang lebih tinggi. Kambing hitam kemudian disematkan kepada pelatih, tak kurang berapa pelatih yang silih berganti mengisi posisi paling vital dalam sebuah tim sepakbola. Saya masih ingat Kolev diganti dengan Peter White lalu masuk Riedl yang tokcer bersama Vietnam, dan pelatih silih berganti datang, namun jodoh tidak kemana Riedl kembali dipilih sebagai nahkoda timnas.

Pertanyaannya disini ialah apakah benar kegagalan timnas kita karena pelatih?. Bolehlah saya sedikit memberikan pandangan awan terkait tim sepakbola kebanggaan kita bersama. Pelatih memang vital dalam sebuah tim, karena tanpa adanya pelatih maka sebuah tim akan liar tak terkendali. Pelatih atau di premier league disebut dengan manager adalah seseorang yang bertanggung jawab atas prestasi yang didapatkan timnya, tentunya sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dari awal.

Seorang pelatih tidak hanya pintar meracik strategi namun juga melihat kebutuhan yang menunjang prestasi tersebut, mulai dari scouting, training, improvement dan integrating, maka tak heran peran pelatih sangat begitu penting bagi tim. Maka tidak heran jika seorang pelatih selalu jadi kambing hitam pertama kali jika prestasi sebuah tim jeblok, lalu yang kedua jelas pemain yang disalahkan tetapi kita selalu menutup mata akan ketidakbecusan PSSI.

Pelatih selalu diselahkan begitu juga pemain, namun faktor teknis maupun non-teknis selalu diabaikan. Menjadi juara adalah impian setiap tim sepakbola tidak ada ceritanya tim yang ingin jadi nomer sekian, begitu juga para pemain tentunya akan memberikan yang terbaik bagi tim. Pemain yang bagus adalah kunci keberhasilan sebuah tim, selain itu pelatih juga menentukan. Belajar dari Malaysia dan Singapura, mereka benar-benar serius dalam membangun sebuah tim yang solid dan kuat.

Malaysia dan Singapura contohnya mereka melakukan pembinaan dari usia muda dengan mengikut sertakan tim mereka pada sebuah liga kompetitif. Selain itu kompetisi mereka juga bisa dibilang lebih bagus dalam pengelolaan daripada kompetisi yang kita punyai. Malaysia pernah menerapkan liga dengan tidak memperbolehkan pemain asing masuk, walau kurang menarik namun prestasi jelas-jelas nyata mereka pernah juara piala AFF. Sekarang kompetisi di Malaysia mengijinkan pemain asing tentunya dengan pertimbangan bahwa mereka sudah siap dalam level yang kompetitif. Hasilya liga Malaysia merupakan kompetisi yang bagus, menghasilkan pemain yang bagus.

Kompetisi yang bagus mempunyai indikator bahwa timnas mereka mampu berbicara banyak, pemain yang profesional dan tentunya klub dan pemain sehat dalam artian finansial. Klub yang sehat adalah buah kompetisi yang bagus, tentunya investor akan tertarik menginvestasikan uang mereka jika itu dinilai menjanjikan.

Kesejahteraan pemain terpenuhi tentunya ini adalah hal yang positif dari sebuah kompetisi yang sehat. Jika aspek-aspek tersebut terpenuhi maka prestasi kelak akan datang, tentunya dengan sedikit bersabar.

Hal-hal tersebutlah yang selalu dilupakan, kompetisi yang acak kadut adalah buah dari tidak becusnya federasi sebuah negara. Jangankan menyamai prestasi Malaysia, kelak kita akan dilampaui oleh Timor Leste, jika pos-birokrasi masih dipegang oleh orang-orang lama. Produk orba memang sarat akan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, sejak zaman post-reformasi praktik tersebut masih berjalan terbukti wajah-wajah mereka masih sama dan prestasinya masih sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun