Mohon tunggu...
Eka Setija
Eka Setija Mohon Tunggu... -

iam the big fans of Liverpool

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengapa Televisi Kita Monoton?

15 Juni 2016   09:01 Diperbarui: 15 Juni 2016   09:08 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Setelah sekian lama tidak melihat televisi, akhirnya di rumah melihatnya juga. Karena memang di kontrakan tidak ada televisi, toh kalaupun menonton pasti di warung-warung kopi terdekat itupun pertandingan sepakbola yang dilihat. Televisi merupakan media hiburan yang utama bagi sebagian besar masyarakat dunia. Di Indonesia sendiri televisi merupakan salah satu kebutuhan pokok, kapanpun, dimanapun pasti kebanyakan menonton siaran televisi sebagai media relaksasi.

Televisi menyediakan berbagai informasi dan hiburan. Baik informasi terkini, musik, film hingga hal-hal yang berhubungan dengan budaya daerah. Semenjak era reformasi, siaran televisi di Indonesia menjadi sangat beragam. Jika di zaman Pak Harto hanya TVRI yang eksis dan berada di garda terdepan, maka sekarang TVRI tidak seeksis dulu lagi karena kalah bersaing dengan stasiun swasta yang terbilang lebih dapat memikat penonton. Persaingan antara televisi swasta terjadi begitu sengit, semua berlomba-lomba menampilkan kreativitas mereka yang tertuang dalam program-program yang ditayangkan. Persaingan tidak hanya melulu perkara memikat penonton, tapi juga bagaimana memikat perusahaan-perusahaan terkait untuk memasangkan iklanya di stasiun mereka.

Program-program yang ditawarkan semakin beragam dan hal tersebut menciptakan persaingan ketat diantara stasiun televisi sendiri. Akibatnya program-program yang ditawarkanpun semakin kurang kreatif dan variatif. Apalagi konten yang disajikan dalam suatu program monoton, terkadang malah hanya menjual sensasi dari pelaku seni. Miris memang melihat program televisi yang monoton, namun masih mendapatkan perhatian dari penonton yaitu masyarakat. Hal ini terbukti dari hasil survey rating program televisi, beberapa program yang monoton tersebut mendapatkan rating tinggi. Hal tersebut juga menjadi catatan penting, terkait tingkat literasi masyarakat Indonesia yang masih cukup rendah.

Stagnasi program pada siaran televisi nasional bukan tanpa sebab. Program yang monoton tercipta karena permintaan pasar, korelasional dengan indeks rating penonton televisi. Tingkat literasi yang rendah mengakibatkan kurang selektifnya dalam menilai atau melihat suatu program yang ditayangkan. Sebagai contoh ialah ketika televisi X selama bertahun-tahun menampilkan program musik, durasi dari program tersebut kadang ada yang 2 jam bahkan 4 jam lebih. Dibandingkan acara musiknya, program tersebut lebih dominan celoteh-celoteh tidak bermutu dari pembawa acaranya. Namun anehnya program tersebut masih eksis hingga sekarang dan mendapatkan rating tinggi. Indikator lainya ialah ketika acara tersebut ditayangkan secara live, menajubkan yang melihat banyak sekali. Padahal kita tahu bersama bagaimana buruknya program tersebut. Asumsi awal masyarakat terjebak dalam hegemoni yang telah diciptakan, dimana pelaku seni menjadi pusat perhatian utama bukan konten ataupun keseluruhan isi program tersebut.

Maka tidak salah jika program-program serupa acara stasiun X ditiru oleh stasiun televisi lainya, baik programnya serupa ataupun berbeda namun masih dalam konteks yang sama. Stagnasi dan monotonitas sebuah program bukan tanpa sebab. Persoalan utamanya ialah terkait indeks rating penonton dan kedua ialah iklan yang selalu menjadi pelengkap dalam suatu program. Iklan menjadi daya tarik yang sangat tinggi sekali, karena berkat iklan sebuah stasiun televisi dapat meraup keuntungan yang berlipat ganda. Bayangkan saja setiap iklan yang numpang lewat dalam suatu program dapat bernilai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Siapa yang tidak tergoda mendapatkan keuntungan berlebih seperti itu. 

Iklan erat kaitanya denga sebuah program stasiun televisi, semakin tinggi rating penonton maka semakin banyak iklan yang akan didapatkan. Maka tak heran jika sebuah stasiun televisi akan mempertahankan program tersebut, bahkan akan menambah jam tayangnya hingga konten program tersebut diubah-ubah agar tetap bertahan. Fakta lainya ialah karena sebuah program televisi terbilang cukup sukses, maka akan mengundang stasiun televisi lainya untuk meniru program televisi serupa. Walhasil menjamurlah program-program televisi yang secara kemasan, konten hingga visi serupa namun tak sama. Hal tersebut semakin memperkuat argumentasi bahwa, program televisi di negeri ini monoton dan stagnan.

Penyebab lainya ialah tingkat literasi masyarakat, dimana mereka belum cukup sadar untuk menilai mutu sebuah program televisi. Bagi sebagian besar masyarakat mereka terpaksa menerima asupan program tersebut, karena memang itulah yang ada di depan mata mereka. Secara tidak sadar terus menerus mereka dikondisikan secara demikian, hingga mereka terbiasa dengan pola konten program yang tersajikan. Pengkondisian juga terus menerus dilakukan, faktor penokohan pelaku seni sejauh ini paling efektif untuk memikat penonton. Dari kehidupan pribadi yang diekspos hingga menciptakan sosok-sosok tokoh yang diidolakan khalayak luas. Cukup mudah mengingat stasiun televisi punya otoritas, sehingga tidak heran jika kondisi tersebut bertahan selama beberapa tahun. Besar kemungkinan stangnasi dan monotonitas program televisi akan bertahan terus, selama tidak adanya counter media. Selamat terjebak dalam dunia televisi yang monoton.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun