Mohon tunggu...
Wahyudi Oetomo
Wahyudi Oetomo Mohon Tunggu... -

Guru SMP

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hasil UKG Online : Potret Kualitas Guru Kita?

7 Agustus 2012   15:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:07 1832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Uji Kompetensi Guru (UKG) online belakangan ini menjadi trending topic di kalangan guru. Tiap hari hanya membahas UKG, terkadang sampai lupa ngurusi kelas yang mau diajar. Ada yang mengeritik habis-habisan mutu soal UKG, mengumpat tidak karuan atas kelemahan visualisasi soal yang banyak cacatnya, ngomel atas gagalnya koneksi dengan server pusat, dan ketidakpuasan yang lain.

Banyak guru-guru tidak terima dengan nilai akhir yang diperoleh setelah mengerjakan UKG.Standar kelulusan UKG yang dipatok 70 menjadi sesuatu yang terlalu “mewah” dicapai oleh peserta UKG. Rilis Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, nilai rata-rata sementara peserta yang telah mengikuti UKG adalah 44,55.

Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Sulistiyo, mengaku tidak percaya dengan akurasi hasil Uji Kompetensi Guru (UKG). Pasalnya, penyelenggaraan UKG tidak diimbangi dengan persiapan dan pelaksanaan yang optimal.

Sementara itu,Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) membantah soal-soal dalam Uji Kompetensi Guru (UKG) bermutu rendah. Semua soal diklaim telah melewati proses matang dari awal penyusunan sampai didistribusikan ke dalam naskah soal (online/manual).

Terus siapa yang benar? Seorang teman penulis, guru IPS, menilai soal-soal UKG yang telah dia kerjakan bermutu bagus, meski dia hanya mendapat nilai 60. Tapi, mengapa banyak guru yang lain, terutama lewat media sosial menuturkan kualitas soal UKG payah.

Mengukur profesionalisme guru hanya dengan UKG online memang kurang bijak. Tapi, instrumen ini oleh Kemendikbud dianggap cara yang praktis untuk memetakan kompetensi guru. Dengan metode apa pun untuk mengukur dan memetakan kompetensi guru pasti ada kelemahan. Pilihan UKG online oleh Kemendikbud untuk mengukur dan memetakan kompetensi guru mestinya dilakukan dengan persiapan cukup. Sehingga, jika waktu sosialisasi sudah cukup memadai, instrumen sarana dan prasarananya bagus, dan kualitas soal bermutu tinggi, tidak ada lagi alasan guru untuk menolak hasil UKG online, apalagi sampai memboikot.

Akhirnya, kita berharap UKG online ini ada bukan sekedar hanya menghabiskan anggaran pendidikan seperti sinyalemen sebagian pemerhati pendidikan, tapi bermuara pada peningkatan kualitas guru. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun