Bandar Malaka dikuasainya. Sejak itu kapal-kapal pedagang jarang berlabuh di bandar-bandar pulau Jawa. Hasil bumi pedalaman pulau Jawa tak dapat dijual ke pasaran dunia. Kesejahteraan rakyat merosot. Kemiskinan merajalela.
Dengan terburu-buru raja baru perkuat armada laut. Galangan kapal dibangun, diperintahkan pembuatan kapal sebanyak-banyaknya. Tehnolog senjata diundang, untuk membuat senjata petir separti perlengkapan kapal zaman Majapahit. Kebanyakan teknolog ini dari Blambangan, masih beragama Hindu.
Utusan-utusan disebar ke seluruh penjuru Nusantara, untuk membangun persekutuan raja-raja pesisir. Aceh, Jambi, Riau, Makasar.
Tujuannya satu. Membangun persekutuan militer untuk mengusir Portugis dari Nusantara.
Namun upaya ini kandas.
Persekutuan ini tidak membuahkan hasil. Mereka kalah bertempur di samudra. Meski jumlah kapal mereka lebih banyak, namun kapal Portugis lebih gesit. Dilengkapi senjata yang dapat membongkar dinding kapal lawan, dan menjungkalkannya ke dasar lautan.
Bahkan peluru-pelurunya ada yang menyasar gudang mesiu, sehingga kapal musuh meledak dan hancur berkeping-keping. Senjata itu sekarang dikenal sebagai meriam.
Unus, senopati laksamana tentara gabungan itu, terluka parah. Tubuhnya terkena kepingan besi senjata miliknya sendiri yang meledak tersasar peluru lawan. Pasukan gabungan mundur karena perintahnya, untuk meninggalkan gelanggang.
Meski kalah Unus tetap dielu-elukan rakyat. Karena ia berani melawan musuh bersama, hantu pemyebar maut di laut, bersenjata petir yang mematikan. Karena luka parah Unus meninggal. Demakpun berkabung ditinggal raja yang terhormat dan dibanggakan.
Raja baru marak di negeri Islam pertama itu. Trenggono adiknya menggantikan kakaknya.