Ketua Umum Partai Kebangkitanh Bangsa (PKB) ini memang lumayan memiliki kekuatan. Namun sayang, kekuatannya hanya berkutat pada pesantren, santri ataupun NU. Tidak lebih. Maka wajar bila ia diberi gelar sebagai  "Panglima Santri". Entah bintang berapa.
Kalau hanya mengandalkan santri atau pesantren di Pilpres, sepertinya sangat sedikit pengaruhnya. Dunia pesantren itu, satu sisi hampir sama dengan dunia kampus. Para santri kebanyakan datang untuk mondok atau nyantri ke pesantren yang letaknya jauh dari daerahnya. Jadi sangat sulit untuk tidak Golput.
Di Pesantren, jangankan untuk nyoblos, untuk izin pulang saja, sangat jarang seorang santri disizinkan oleh ustadznya. Meski ada yang diizinkan, mayoritas seorang santri malah tidak nyoblos. Kebanyakan mereka malah memilih untuk berlibur bersama teman-temannya.
Selain itu, pencawapresan Muhaimin Iskandar ini sepertinya akan gagal. Meski ini hanya sebatas fantasi, namun bisa saja terjadi. Kita ingat betul bagaimana sepak terjang seorang Muhaimin Iskandar saat Pilpres 2014 lalu. Saat itu, ada dua kandidat yang digadangkan-gadang akan dijadikan sebagai Calon Presiden oleh PKB. Prof. Dr. Mahfudz MD dan Rhoma Irama.
Diangkat, dipuji dan diagungkan-agungkan. Namun, setelah popularitas PKB semakin menanjak, kedua tokoh tersebut langsung ditingggalkan. PKB lebih memilih bergabung bersama barisan Koalisi Indonesia Pintar (KIP). Gagal lah pencapresan mereka berdua.
Betapa remuknya hati Mahfudz MD dan Rhoma Irama kala itu setelah dikhianati Muhaimin. Mahfudz MD kemudian berputar haluan menjadi Ketua Tim Pemenangan pasangan Prabowo-Hatta, sementara Rhoma Irama memilih untuk mendirikan partai politik baru, yakni Partai Islam Damai dan Aman (Idaman).
Berkaca pada pengalaman sepak terjang Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2014 lalu yang mengkhianati Mahfudz MD dan Rhoma Irama, sepertinya kali ini Muhaimin Iskandar akan mendapat "karma"akibat perbuatannya sendiri. Ia akan gagal menjadi Cawapres Jokowi maupun Prabowo. Sekali lagi, ini hanyalah fantasi, namun bisa saja dan sangat mungkin terjadi.
Lanjut ketiga, yakni Hary Tanoesoedibjo.Â
Selain itu, visi misi kebangsaan yang digagas Hary Tanoe melalui Partai Perindonya, tak bisa dipungkiri memanglah sangat sejalan dengan Revolusi Mental Presiden Jokowi, yakni ekonomi kerakyatan. Jika berbicara soal kebutuhan Indonesia dan Jokowi untuk periode selanjutnya, maka Hary Tanoe memanglah merupakan pilihan yang sangat tepat untuk dijadikan pendamping.