Radikalisme Di Indonesia; Fakta, Fiksi Atau Fiktif
Oleh: Wahyudi Hardianto
Ketua Umum Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Islam Indonesia
 Pemberitaan yang begitu massif beberapa hari belakangan ini di media televisi, media cetak, media online dan di lini massa media sosia lseperti FB, Group Whatsapp, Instagram, Twitter dan yang lainnya soal diskursus radikalisme dan beberapa varian turunannnya seperti celana cingkrang, penggunaan cadar, terorisme, intoleransi dan lain sebagainya membuat kegaduhan baru ditengah-tengah pergulatan kehidupan berbangsa. Dari kalangan elit di Jakarta sampai di desa-desa.
Salah satu penyebabnya adalah getolnya para pemangku kepentingan negara sekelas Menteri seperti Menteri Agama Jenderal Fahrul Rozi, Menko Polhukam Prof.Mahfud MD, bahkan sampai Presiden  Jokowipun merasa begitu amat sangat penting menyampaikan diksi radikalisme dalam siding kabinet dan ingin menggantinya dengan diksi yang lain. Hal ini dimkasudkan oleh beliau bahwa gerakan radikalisme dengan simplifikasi terminology yang dikehendaki oleh pemerintah memang benar-benar ada, berbahaya dan mengancam keselamatan negara.
Jika kita amati dengan cara seksama, arif dan bijaksana, penggunaan diksi radikalisme dalam beberapa forum diskusi, talk show di televisi, pemeberitaan media beberapa hari belakangan ini seoalah bertautan atau minimal berdekatan dengan pemberitaan soal matinya gembong terorisme internasional Abu Bakar Al- Baghdadi, Big Boss ISIS yang menjadi musuh utama Presiden negara yang konon katanya paling hebat didunia yaitu Amerika Serikat, Donal Trump. Bahkan yang mulia Mr. Trump harus mengumumkan sendiri kematian sosok gembong teroris internasional tersebut yang konon ceritanya mati karena bunuh diri dsibabkan tersudut oleh pasukan elit AS di Suriah. Konon pula jasadnya dibuang ke laut.
Cerita ini mengulang peristiwa yang sama ketika nama ISIS belum pernah ada di kepala masyarakat dunia, Al Qaeda dengan tokoh sentralnya Osama Bin Laden atau Abu Musab Al Zarkawi telah menjadi cerita kita bersama dan tertuduh sebagai tokoh utama gembong terorisme internasional. Nasibnya juga hampir sama dengan Abu Bakar Al-Baghdadi, konon matinya akibat sergapan tentara Amerika Serikat di Abbottabad, Pakistan dan jenazahnya konon juga dibuang ke laut.
Pengumuman kematian Osama Bin Laden oleh pemerintah AS pada tahun 2012 menjadi misteri hingga saat ini. Setidaknya ada versi yang berbeda soal kematian tokoh Al Qaeda ini. Fakta ini bisa kita baca dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Berkan Yashar, mantan politisi Turki yang konon ceritanya pernah menjadi agen CIA. Begitu juga kita perlu membaca dan mengetahui hasil investigasi dari jurnalis penerima Pulitzzer Award, Seymour Hersh, yang juga mengungkap fakta kematian Osama Bin Laden berbeda dengan yang pernah dikalaim oleh Pemerintahan Presidan Barrack Obama kala itu.
Siapapun kita, apapun agama yang kita anut, dari mana asal kita, di negara manapun kita berdiam, sebagai makluk sosial dan sebagai komunitas masyarakat dunia, radikalisme dan terorisme ada musuh bersama.
Diskursus Radikalisme Di Indonesia, Fakta, Fiksi atau Fiktif
" Pansel tidak mau kecolongan ada yang kecenderungan ke radikalisme, tapi tentu penilaiannya dilakukan secara psikologis, klinis dan data --data dari BNPT", kata Yenti Garnasih ketua pansel capim KPK, 17/06/2019 di Kantor Istana Presiden.
" Kami pastikan 10 Capim KPK yang sudah diseleksi tidak terpapar paham radikalisme itu pasti". Yenti Garnasih, Senin 9/9/2019 di Komisi III DPR RI.
"Saya selalu berpandangan jauh ke depan, kalau ini dibiarkan, ini sudah 3 persen TNI. BUMN banyak, PNS juga banyak, kemudian mahasiswa, siswa banyak. Ini kalau dibiarkan terus berlipat-lipat," Menhan Kabinet Indonesia Kerja, Jakarta, Jumat (10/7/2019).