Mohon tunggu...
wahyudi hardianto
wahyudi hardianto Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Literasi

Penggiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membumikan Pancasila, Tugas Utama Pak Jokowi-Kyai Ma'ruf

8 Juli 2019   12:42 Diperbarui: 8 Juli 2019   12:57 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.pngdownload.id/ 

Oleh: Wahyudi Hardianto

Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Ir. H Joko Widodo- Prof. Dr (Hc) KH. Ma'ruf Amin Insya Allah akan dilantik pada bulan Oktober  yang akan datang. Tentu seluruh anak bangsa ini berharap, ditangan merekalah Indonesia akan terus membangun peradabannya menuju cita-cita pendiri bangsa ini, juga cita-cita seluruh rakyatnya. Segala hiruk pikuk yang mewarnai jalannya pesta demokrasi rakyat, seyogyanya menjadi pelecut dan penyemangat untuk membangkitkan semangat nasionalisme untuk tujuan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat.

Bahwa demokrasi yang kita jalankan dan Pemilihan Umum sebagai sarananya merupakan alat yang telah disepakati oleh rakyat Indonesia melalui perwakilannya yang duduk di parlemen. Suka atau tidak suka, formula demokrasi yang sedang berjalan merupakan konsensus nasional yang telah berjalan sejak tahun 1955. Itu berarti pemilihan umum kita telah berlangsung 12 (dua Belas ) kali dalam rentang waktu perjalanan negera ini. Dari perhelatan akbar ini, 4 (empat) pemilu diantaranya juga dilaksanakan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung dan pada pemilu yang terkhir (2019)  terjadi lompatan besar dengan berlangsungnya pemilihan calon anggota parlemen dan calon presiden/Wakil Presiden secara bersamaan.

Narasi soal ekonomi nasional, pemerataan pembangunan, penegakan hukum yang adil dan merata, islami tidak islami, pro Ulama atau sebaliknya, cebong-kampret, nasionalisme -anti nsionalisme dan narasi-narasi lainnya menjadi puncak polarisasi kita sebagai anak bangsa yang sedang berpesta. Walaupun dalam catatan sejarah pasca reformasi 1998, bahwa Pemilu dan Pilpres mencatatkan angka partisipasi pemilih sebanyak 81 %, meningkat 10-11% dari pesta rakyat 2014 yang juga mempertandingkan dua putra terbaik bangsa Pak Joko Widodo dan pak Prabowo Subianto.

Terlepas dari segala macam dinamika pemilu dan pilpres yang amat sangat berat itu, serta polarisasi dua kutub pendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang cukup tajam, bahwa amanah dan cita-cita pendiri bangsa serta anak bangsa pada masa-masa lalu tidak boleh dilupakan. Bahwa ibu pertiwi telah bersepakat tujuan negara ini dibangun diantaranya adalah untuk  melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Intinya bahwa negara ini dibangun dan diperjuangkan kemerdekaannya dari penjajah adalah untuk perlindungan, kesejahteraan, pencerdasan dan keadilan bagi rakyat serta ikut menjaga perdamaian dunia.

Amanah dan cita-cita diatas telah dimaktubkan dalam suatu falsafah negara kita yang kita sebut dengan Pancasila. Ya, Pancasila merupakan dasar falsafah negara yang sangat kita cintai ini. Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra menyebutnya "Filosofiche Grondslag ", bahwa Pancasila sebagai falsafah negara lebih mendasar daripada sebuah ideologi.

Sila demi sila dari Pancasila yang berbunyi: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Dan Perwakilan, serta Keadilan sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia harus benar-benar dapat kita "bumikan", kita tanamkan dalam sanubari kita, dan kita jalankan sebagai praktek dalam kehidupan sehari-hari kita dalam berbangsa. Dan Presiden-Wakil Presiden sebagai Leader, Pemimpin, Pemegang Komando dalam bernegara harus mampu memimpin rakyatnya dalam semangat ke Indonesiaan yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.

Keyakinan penulis bahwa sumber utama problem bangsa ini terletak pada belum mampunya negara (Pemerintah) mewujudkan , menghadirkan dan mempraktekkan pengelolaan negara pada falsafah Pancasila yang luhur itu. Bahwa "Negara" kerap lupa, Indonesia ini bukan Amerika, Jerman, Arab, ataupun China.

Indonesia yang kaya raya ini memiliki segalanya yang tidak dimiliki bangsa-bangsa lain. Tetapi kita kerap meminjam dan mencontoh istilah-istilah dan praktek bernegara dari bangsa lainnnya. Bahwa Indonesia yang kekayaan ekonominya hanya dikuasai segelintir elit para pemilik modal  dan kekuasaan negara di dominasi sekelompok  elit politik kerap memantik rasa keadilan masyarakat. Itulah mengapa polarisasi yang begitu tajam dalam puncak perhelatan politik 2019 sangat sulit untuk dihindari

Pasca telah inkrahnya keputusan Mahkamah Konstitusi atas hasil pemilihan presiden-Wakil Presiden, tugas utama Pak  Jokowi-Kyai Ma'ruf adalah mempersatukan keberagaman yang ada untuk satu tujuan Indonesia yang berkemajuan dan berperadapan pada masa yang akan datang. Karena keberagaman dan perbedaan merupakan kodrat alamiyah yang tidak bisa kita tolak. Namun tujuan kita berbangsa-Indonesia- sesuai dengan falsafah Pancasila itu adalah yang utama.

Terminologi rekonsiliasi, bagi-bagi kekuasaan, oposisi atau bukan oposisi dan lain sebagainya silahkan-silahkan saja digunakan. Tetapi semangatnya harus tetap mengedepankan kepentingan bangsa, negara dan rakyatnya. Para pengambil kebijakan, para "King Maker", elit politik, tokoh agama, tokoh bangsa, dengarkanlah suara rakyat. Bahwa demokrasi dan pemilu hanya alat, sarana dan jalan untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, berkemajuan dan berperadaban. Hilangkanlah sekat-sekat egosentris, ego kepartaian, kelompok, "genk", atau merasa paling berjasa terhadap bangsa ini, paling berjasa terhadap pemenangan Pak Jokowi-Kyai Ma'ruf.  Bahwa rakyat jangan hanya sekedar dijadikan objek politik 5 (lima) tahunan saja, bahwa rakyat perlu mendapat perhatian yang merata, bahwa Pak Jokowi bukan hanya milik pendukung 01, bahwa pak Jokowi adalah milik seluruh rakyat Indonesia.

Semangat rekonsiliasi yang kerap didengungkan oleh para elit politik jangan hanya sekedar pemanis bibir saja, jangan hanya soal bagi-bagi kekuasaan saja, bukan hanya soal jadi penguasa atau oposan saja, bukan hanya soal siapa dapat apa saja.  Tetapi yang lebih terpentindg dari pada itu semua adalah mewujudkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan dalam membangun masa depan Indonesia. Janganlah Pak Jokowi dan Pak Prabowo disandera untuk terus saling berhadapan dan saling bersaing, karena perlombaan ini telah sampai pada garis finisnya.  Janganlah politik digunakan untuk tujuan mencapai kekuasaan bernegara saja, karena sekali lagi bahwa politik itu adalah alat dan sarana untuk mewujudkan tujuan negara yang luhur itu.

Pak Jokowi dan pak Prabowo adalah dua putra terbaik bangsa, yang karena Ridha Sang Maha Kuasa, mereka berdua dalam dua kali pesta rakyat Indonesia diberi kesempatan berlomba menjadi nahkoda negeri kita tercinta. Sang nahkoda telah tertulis di "Lauhuh Mahfudz -Nya". Suka atau tidak, senang atau tidak, merasa dicurangi atau tertuduh mencurangi, bahwa "qudrat"Sang Maha Kuasa  telah menetapkan pak Jokowi sebagai pemimpin kita. Ayolah kita bangun  ini dengan semangat Pancasila. Apakah kita Anggota DPR, ASN, Pebisnis, Politisi, Polisi, Guru, Dokter, Ustadz, Pendeta, Bhiksu, TNI, Supir, Buruh pabrik, Buruh Bangunan, Bupati, Walikota, Gubernur, Ibu Rumah Tangga atau juga mahasiswa atau Presiden dan wakil Presiden sekalipun, marilah kita jaga, bangun, kita rawat negara ini dengan menghadirkan Pancasila dalam diri, keluarga, lingkungan kita. 

Kepada pak Jokowi-Kyai Ma'ruf, tugas maha berat negara ini ada di pundak kalian Bapak. Jadilah negarawan sejati. Kita telah mengalami dan menjalani sejarah bangsa berbangsa yang cukup berliku. Ambillah dari pak Sokarno semangat perlawan terhadap penjajahnya , ikutilah Pak Suharto Keberhasilannya, Belajarlah dari Pak Habibi, Kyai Abdurrahman Wahid, Ibu Megawati Sukarno Putri Dan Pak Susilo bambang Yudhoyono sisi-sisi baik dan positif dari mereka. Berpijaklah atas dasar falsafah Pancasila.Jjangan abaikan walau sedikitpun.

Jika semangat Pancasila terpatri dari dalam diri Pemimpin Bangsa ini, Insya Allah Indonesia yang maju, makmur, adil, beradab dan berkemajuan akan dapat kita raih. Indonesia yang Baldatun Thoyyibatun wa rabbun Ghafuur akan segera terwujud. Ayo kita bumikan Pancasila, bukan dengan kata kata, tetapi degan tindakan nyata.

Wassalam.

*Penulis merupakan penggiat literasi dan Ketua Umum PW Gerakan Pemuda Islam Indonesia Sumatera Utara 2018-2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun